Saturday, May 31, 2008

Sepatu Merah.


SEPATU MERAH, CAMAURO DAN MOZZETTA 

Ketika Paus muncul dengan mengenakan sepatu warna merah menyala, banyak orang terkejut. Tak kurang kameramen televisi secara “nakal” meng-close-up sepatu merah model pantofel ini beberapa kali. Keesokan harinya sejumlah media, termasuk CNN memberitakan dan membahasnya sebagai berita hangat. Tidak hanya itu, beberapa pengusaha sepatu secara lihai memanfaatkan “momentum” itu untuk mempromosikan sepatu merk mereka. Sebuah majalah menulis laporan dengan judul Fashion: The Pope Wears Prada. (Prada adalah salah satu merk sepatu bergengsi). Majalah yang sama menyebut Paus sebagai icon model religius.

Sebenarnya, seorang Paus mengenakan sepatu warna merah bukanlah sesuatu yang aneh. Paus-paus pada jaman kekaisaran Romawi sudah menggunakan sepatu “kepausan” warna merah. Paus Pius VII (1808) barangkali Paus terakhir yang menggunakan sepatu warna merah. 

Paus Benedictus XVI nampaknya gemar menggunakan kembali pakaian dan asesori kepausan yang sudah lama tidak digunakan lagi. Menjelang Natal, saat audiensi umum (21/12/ 05) umat yang hadir sempat terpana ketika melihat Paus muncul dengan mobil terbuka mengenakan “topi” mirip Sinterklas. Saat itu sebenarnya Paus mengenakan Camauro, topi kepausan yang digunakan sejak abad ke 12. Camauro sendiri berasal dari bahasa Latin camelaucum yang berarti topi kulit unta. Camauro Paus berwarna merah dengan hiasan melingkar warna putih sebagai pemanis. Biasanya Camauro terbuat dari bahan wool atau beludru dan digunakan pada musim dingin sebagai pelindung kepala (pada bulan Desember/musim dingin suhu di Roma bisa dibawah Nol derajat Celsius). Paus terakhir yang menggunakan Camauro adalah Paus Johanes XXIII yang meninggal tahun 1963. 

Pada kunjungan ke patung Bunda Maria dekat Spanish Steps, Roma (8/12/05) Paus Benediktus XVI tampil mengenakan Mozzetta. Mozzetta adalah sejenis mantel pendek tanpa lengan dan dikancingkan di bagian dada. Mozzetta dikenakan sebagai penutup bahu. Di masa lalu, seorang Paus, Kardinal, Uskup dan pimpinan sebuah biara besar biasanya mengenakan Mozzetta. Beberapa biarawan, seperti biarawan Salib Suci, mengenakan Mozzetta sebagai bagian dari pakaian konggregasinya.

Warna Mozzetta menunjukkan “pangkat” pemakainya. Seorang uskup mengenakan Mozzetta berwarna ungu, Kardinal mengenakan Mozzetta merah tua dan Paus Benediktus XVI dalam kesempatan yang lalu mengenakan Mozzetta warna merah terang.

Tidak semua pakaian/asesori tradisional kepausan dikenakan oleh Paus Benediktus XVI. Misalnya, di masa lalu, pada acara pengukuhan, seorang Paus akan dimahkotai sebuah “tiara’ semacam mahkota, lambang kebesaran seorang Paus. Paus Benediktus XVI, seperti juga dua Paus pendahulunya, memilih untuk tidak “dimahkotai” dengan tiara ini. Hal lain yang sampai saat ini tidak dikenakan Benediktus XVI adalah sarung tangan kepausan.

Pakaian pada umumnya berfungsi untuk melindungi tubuh kita. Selain itu, pakaian sering juga berfungsi untuk memperindah penampilan kita. Ada kalanya, suatu jenis pakaian mempunyai makna tertentu. Tak ketinggalan, pakaian Pauspun memiliki maksud tertentu. Tiara, misalnya, adalah lambang keagungan, kebesaran dan kekuasaan seorang Paus. Sebaliknya Mozzetta kepausan yang dihias secara khusus, sebenarnya merupakan simbol ‘pengingat’ bahwa kekuasaan seorang Paus hanyalah sementara belaka. Nampaknya bukan tanpa maksud bahwa Paus Benediktus XVI memilih mengenakan Mozzetta dan menolak pemahkotaan Tiara!

Heri Kartono. (Dimuat di Majalah HIDUP, 2 April 2006. Foto: NN).

Wednesday, May 28, 2008

Inter Milan.



SCUDETTO SETELAH NYARIS KRITIS

Lewat perjuangan amat menegangkan (18/05/08), Inter Milan berhasil mengukuhkan dirinya menjadi juara Liga Italia 2007/2008. Beberapa waktu sebelumnya klub ini bertemu Paus Benediktus XVI di lapangan St. Petrus, Vatikan.

Kompetisi Sepak Bola yang digelar setiap minggu sepanjang tahun nampaknya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Italia. Kehebatan grup  adalah kebanggaan para suporternya juga. Liga Sepak Bola Seri A baru saja berakhir (24/05/08) dan Inter Milan keluar sebagai juara. Tiga tahun berturut-turut Inter menjadi pemenang liga paling bergengsi ini. Kemenangan tahun ini merupakan yang ke-16 bagi Inter di ajang Seri A, Italia.

Sejak awal kompetisi, Inter bermain perkasa, nyaris tak terkalahkan pada setiap pertandingan. Perbedaan poin dengan yang lain menyolok, 9 poin dengan klub di bawahnya yaitu AS Roma. Waktu itu pelatih Inter, Roberto Mancini, sempat sesumbar bahwa scudetto (kemenangan) sudah di tangan.

Pertandingan selanjutnya mulai berbalik. Inter beberapa kali menderita kekalahan. Sebaliknya rival terdekatnya, AS Roma justru makin berjaya. Perbedaan di antara keduanya menjadi hanya terpaut 1 poin saja. Kenyataan ini tentu saja membuat Inter panik. Pelatih Inter Roberto Mancini sempat berselisih faham dengan presiden Inter, Massimo Moratti. Dikabarkan Mancini mengancam mundur setelah musim kompetisi berakhir. Kesulitan lain muncul, dua pemain Inter, Julio Cruz dan Marco Materazzi terkena larangan main karena terbukti melakukan kekerasan saat bermain dengan Lazio awal Mei.

Hari Minggu yang Menegangkan.

Hari Minggu sore (18/05) adalah saat yang sangat menegangkan bagi para penggemar bola di Italia. Inter bermain di Ennio Tardini melawan Parma sementara AS Roma bertandang melawan Catania. Kendati bukan pertandingan final, namun hasil salah satu partai menentukan bagi pihak lainnya. Situasi menjadi lebih panas karena federasi melarang tifosi untuk datang melihat pertandingan, baik tifosi AS Roma maupun Inter. Hal ini untuk mengantisipasi keributan.

Di sekitar Stadion Ennio Tardini sempat terjadi kerusuhan. Tifosi Inter yang dilarang federasi untuk menonton, tetap nekad datang dengan bus-bus dan mencoba masuk stadion. Lewat tayangan TV Italia, kita dapat melihat kerusuhan dan saling lempar batu. Dikabarkan dua orang polisi terluka, masuk Rumah Sakit.

Pada dua pertandingan yang terpisah itu, AS Roma sempat menang 1-0 sementara Inter sampai babak pertama berakhir masih imbang 0-0. Dewi fortuna nampaknya masih berpihak pada Inter Milan. Beberapa menit sesudah babak kedua dimulai, Mancini memasukan Zlatan Ibrahimovic (menit ke-51). Striker asal Swedia ini lama duduk di bangku cadangan karena cedera. Begitu masuk, Ibrahimovic langsung menggebrak dan memasukan gol ke gawang Parma pada menit ke 62. Tidak lama kemudian, yaitu pada menit 79 kembali Ibrahimovic mengukir gol kedua. Sementara itu, AS Roma yang sedang berjuang melawan Catania justru kebobolan 1 gol, sehingga hasil akhir seri: 1-1. Tak pelak Zlatan Ibrahimovic benar-benar menjadi pahlawan bagi kemenangan Inter. Dengan kemenangan ini Inter menambah poin menjadi 85, tak terkejar klub manapun, termasuk AS Roma yang memperoleh 82 poin.

Di kota Milan kemenangan Inter segera disambut meriah. Seluruh tifosi Inter tumpah ke jalan-jalan kota Milan sambil membunyikan klakson, terompet dan berteriak-teriak gembira. Mereka berkumpul di lapangan depan Katedral Milan merayakan scudetto yang luar biasa ini. Tentang kemenangannya ini, kapten kesebelasan Inter, Javier Zanetti mengatakan: “Inter memperjuangkan gelar ini dengan segala kemampuan yang dimiliki. Akhirnya kami membuktikan diri sebagai tim terbaik”.

Audiensi dengan Paus Benediktus XVI.

Ada hal yang menarik pada klub Inter sebelum meraih scudetto. Pada hari Rabu (07/05) dipimpin Massimo Moratti, presiden Inter, seluruh anggota Inter Milan menghadap Paus Benediktus XVI dalam acara audiensi umum di lapangan Santo Petrus, Vatikan. Mereka menempati sektor VIP sebelah kanan podium Paus. Dalam sambutan singkatnya, Paus berharap agar anggota Inter bermain secara sportif, karena itulah yang merupakan esensi olah raga. 

Pada akhir audiensi, Paus mendatangi serta menyalami semua anggota Inter. Kapten kesebelasan Inter, Javier Zanetti pada kesempatan itu memberi kaos seragam Inter bertuliskan Benedetto (=Benediktus) dengan nomor XVI pada Paus. Paus juga menerima almanak peringatan 100 tahun Inter serta beberapa cindera-mata lainnya. Massimo Moratti pemilik sekaligus presiden Inter Milan seusai audiensi berkomentar: “Suatu pertemuan yang mengharukan, lebih dari yang kami duga sebelumnya. Bagi kami, pertemuan ini merupakan suatu kehormatan besar!”, ujar Moratti sebagaimana dikutip Reuters (07/05/08).

Merayakan 100 Tahun.

Inter yang bernama resmi Football Club Internazionale Milano didirikan pada tahun 1908 di kota Milan, Italia Utara. Klub ini sejak awal bercirikan internasional, terbuka pada pemain bukan Italia. Inter kerap disebut dengan julukan I Nerazzurri (Si Hitam-biru) karena memakai seragam bergaris warna hitam dan biru. Selama 100 tahun berdiri, Inter berhasil menyabet 25 Trophy kemenangan nasional. Dari jumlah tersebut, 16 di antaranya dari ajang Liga Seri A. Di forum internasional, Inter pernah merebut 2 kali piala UEFA Champions dan 3 kali UEFA Cup.

Sebagai klub sepak bola ternama, Inter memiliki suporter atau tifosi fanatik. Para tifosi Inter mempunyai wadah antara lain Viking,  Irriducibili, Ultras dan Brianza Alcoolica. Rival terbesar tifosi Inter adalah Derby della Madonnina, tifosi fanatik AC Milan. (Nama Derby mengacu pada Bunda Maria yang patungnya berada di atas katedral Milan). Rival lain adalah dari Juventus. 

Dalam soal finansial, Inter Milan dikenal sebagai klub yang memiliki kantong tebal. Inter tercatat dua kali memecahkan rekor transfer pemain, yaitu saat membeli Ronaldo dari FC Barcelona sebesar 19.5 juta Euro (1997) dan Christian Vieri dari Lazio sebesar 31 juta Euro (1999). Sayang, kendati memiliki banyak bintang, prestasi Inter saat itu mengecewakan. Kini, pada saat mengencangkan ikat pinggang dalam hal transfer, Inter justru berjaya merebut 3 kali juara liga Italia.

Massimo Moratti pemilik sekaligus presiden Inter, kini boleh tersenyum lapang. Pada peringatan 100 tahun, klubnya berada pada posisi paling terhormat. Namun demikian ia tahu, sebagaimana kehidupan, permainan bola tak bisa diduga sepenuhnya. Kendati memiliki pemain serta strategi terbaik, kadang-kadang kenyataan di lapangan berbicara lain.

Heri Kartono OSC.

 

Sepak Bola Irrika


HANCURNYA DOMINASI PROJO

Dominasi kesebelasan romo-romo Projo, kini hancur sudah!”, begitu komentar Rm. Grasius Purwohartoko SVD seusai menyaksikan pertandingan antara kesebelasan romo Projo melawan kesebelasan para biarawan. Para biarawan memenangkan pertandingan dengan score akhir 3-2 dan berhak menggondol piala bergilir. Pertandingan yang diwasiti Rm. Joko Suryanto SVD ini berjalan seimbang dan menarik. Menjelang akhir babak pertama, kesebelasan biarawan berhasil memasukan 1 gol. Kesebelasan projo yang dimotori Pastor Domi Hodo Pr sempat menyamakan kedudukan. Namun, pada akhirnya mereka harus mengakui ketangguhan para biarawan.

Para romo yang tidak bermain, menjadi supporter kesebelasannya masing-masing. Sementara para suster yang juga turut menonton, memberi dukungan penuh pada kesebelasan biarawan. Maklum, tidak ada satu susterpun yang projo! Bapak Suprapto Martosetomo, Duta Besar Indonesia untuk Tahta Suci bersama istri dan sejumlah Staf KBRI serta masyarakat Indonesia yang ada di Roma turut menyaksikan pertandingan dari pinggir lapangan.

Setiap tahun, dua musuh bebuyutan ini bertanding di lapangan Collegio San Paolo, Roma. Selama bertahun-tahun, kesebelasan projo selalu memenangkan pertandingan. “Kali ini, para dukun kesebelasan biarawan ternyata lebih ampuh!”, ujar Pater Berty Tijow MSC berseloroh.

Pertandingan sepak bola persahabatan antar rohaniwan ini dilakukan seusai acara pemilihan Ketua Irrika yang baru. Irrika adalah sebuah paguyuban, wadah persaudaraan para rohaniwan/wati Indonesia yang berada di kota Roma. Paguyuban ini didirikan pada 13 Februari 1955. Para pendirinya antara lain Romo Yustinus Darmoyuwono Pr dan Romo Leo Soekoto SJ. Pada awalnya, paguyuban ini merupakan wadah bagi para romo saja. Dalam perkembangannya, wadah ini terbuka juga untuk para suster, bruder dan frater.

Sekarang ini Irrika memiliki 773 anggota. Sebagian besar anggota tinggal di kota Roma, sebagian lagi tersebar di beberapa kota lain di Italia. Kegiatan Irrika cukup beragam, mulai dari kegiatan rohani, ilmiah hingga rekreatif. Irrika juga menjalin hubungan dengan pihak luar, khususnya dengan KBRI untuk Tahta Suci.

Romo Petrus Tripomo Pr, ketua Irrika lama boleh merasa lega, kendati kesebelasannya harus menderita kekalahan. “Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama kepengurusan kami”, ujar Tripomo  dalam sambutannya. Sementara itu, ketua Irrika yang baru (periode 2008/2009), Romo Benediktus Mulyono SCJ telah mengawali tugasnya secara meyakinkan. Romo asal Karanganyar, Solo, turut bermain dan memenangkan pertandingan sepak bola, mengalahkan kesebelasan projo yang biasanya tak terkalahkan!

Heri Kartono OSC.

 

Monday, May 26, 2008

Pantheon.



SAKSI BISU PENCARIAN MANUSIA

Pecinta bangunan antik pasti akan jatuh hati pada Pantheon. Pantheon adalah bangunan besar berbentuk bulat dengan tiang-tiang serambi raksasa rangkap tiga, gaya Yunani. Bagian atas tengah terdapat lingkaran berdiameter 8,5 meter terbuka lebar-lebar. Sinar cahaya masuk dari lubang ini, demikian juga air hujan (di lantai bagian dalam terdapat beberapa titik lubang yang mengalirkan genangan air hujan dengan cepat!). Pantheon merupakan salah satu karya arsitek terbaik yang masih terpelihara. Pengaruh bangunan Pantheon sangat terasa baik di Eropa maupun di Amerika Serikat.

Nama Pantheon berasal dari bahasa Yunani Pantheion yang berarti Kuil Segala Dewa. Gedung Pantheon yang asli dibangun antara tahun 27-25 sebelum Masehi pada jaman kekaisaran Romawi. Pada tiang serambi tertulis dengan jelas nama: M. AGRIPPA.L.F.COS.TERTIUM.FECIT, yang berarti: Markus Agrippa, anak Lucius, yang telah tiga kali menjadi konsul, membangun gedung ini.

Sesungguhnya Pantheon asli yang dibangun Agrippa ludes terbakar pada tahun 80. Pantehon dibangun kembali pada tahun 125 dalam pemerintahan kaisar Hadrian sebagaimana tertera dalam salah satu sudut tembok. Hadrian adalah kaisar yang banyak bepergian dan pengagum budaya Yunani. Pantheon nampaknya dimaksudkan sebagai tempat pemujaan ekumenis atau lebih tepat sinkretis. Pada saat itu orang-orang tidak lagi menyembah dewa-dewa kuno Romawi saja. Mereka sudah berpaling juga pada dewa-dewa dari wilayah lain.

Ketika kekaisaran Romawi telah menganut agama kristiani, Pantheon diserahkan kepada  Paus Bonifasius IV pada tahun 609. Paus menjadikannya sebagai gereja dengan nama Gereja Santa Maria dan Para Martir. Pengalihan fungsi Pantheon menjadi gereja menyelamatkan gedung ini dari perusakan brutal yang banyak terjadi pada awal abad pertengahan.

Sejak jaman Renaissance, Pantheon digunakan juga sebagai makam. Pelukis kenamaan Italia, Raphael dimakamkan di tempat ini. Selain itu, raja Italia ternama Vittorio Emanuelle II serta Umberto I juga dimakamkan di tempat ini.

Kini Pantheon masih berfungsi sebagai gereja. Perayaan Misa masih diadakan secara teratur di tempat ini, khususnya dalam rangka perkawinan.

Pantheon adalah saksi bisu pencarian manusia akan Yang Illahi. Pencarian itu, sebagaimana juga hidup manusia sendiri, merupakan usaha yang tak pernah ada habisnya….

Heri Kartono (Dimuat di Majalah KOMUNIKASI, edisi….).

Sunday, May 25, 2008

Via Condotti.



 GAYA HIDUP BERGENGSI!

Bila anda pergi ke Roma, jalan-jalan dan berbelanja di Via Condotti, hampir dipastikan anda tergolong orang yang kaya. Via Condotti adalah nama sebuah jalan yang tidak terlalu panjang dan besar, namun amat dikenal. Di jalan ini berderet toko-toko yang hanya menjual barang-barang berkelas tinggi, seperti: Gucci, Louis Vuitton, Hermes, Pierre Cardin, Calvin Klein dan lain-lain.

Mau tahu harganya? Saya sempat melirik-lirik dari etalase, harga sebuah tas tangan kecil merk Louis Vuitton, misalnya, sekitar 700 Euro alias lebih dari sembilan juta rupiah, sebuah tas lebih besar merk Hermes 1200 euro, bahkan sebuah dompet mobil yang mungil saja harganya sekitar dua juta rupiah. Seorang teman malah pernah mendapat titipan untuk membeli sebuah tas seharga 20 juta rupiah!! 

Di beberapa toko, seorang pembeli dilarang untuk main borong. Seorang pembeli hanya diperkenankan  membeli maksimal dua barang jenis yang sama. Meski mahal dan dibatasi, tidak jarang pembelinya malah antri! Pernah satu rombongan turis Jepang amat gelisah karena harus antri agak panjang, padahal waktunya amat mepet. Turis yang antri di bagian belakang, panik selain karena waktu yang mepet juga karena takut kehabisan stok! 

Memakai produk terkenal dan mahal, merupakan bagian dari gaya hidup. Gaya hidup berkelas semacam ini merupakan gejala biasa dan ada dimana-mana. Gaya hidup bukan sesuatu yang buruk. Bila keadaan ekonomi seseorang meningkat, pada umumnya, selera maupun gaya hidupnya berubah juga. Sebuah barang digunakan tidak cukup sekedar memenuhi fungsinya saja, tapi harus cocok juga dengan cita rasa. Orang menggunakan jam tangan, tidak sekedar untuk tahu waktu, tapi juga sekaligus sebagai salah satu asesori yang turut memperindah penampilan, malahan meningkatkan status nya di mata orang lain. Seorang pengusaha yang memakai jam biasa, dianggap kurang bonafide. Tapi, seorang pengusaha yang turun dari mobil mewah dan memakai arloji merk Rolex terbaru di tangannya, dengan sendirinya akan diperhitungkan sebagai pengusaha sukses.

Sebenarnya, gaya hidup itu gejala biasa. Hanya saja suatu gaya hidup dan selera seseorang tidak akan ada habisnya, tak ada puasnya. Ibaratnya semakin orang meminumnya, semakin hauslah ia. Semakin dituruti, orang menjadi semakin ketagihan. Pada akhirnya, orang merasa tidak nyaman, tidak lengkap dan tidak bahagia bila tidak memakai produk tertentu yang bergengsi.  Eksistensi seseorang, kebahagiaan seseorang, seakan-akan ditentukan oleh apa yang ia gunakan, ia pakai!! 

Sidharta Gautama, pernah memiliki segalanya, karena ia anak seorang raja. Dengan segala kehebatan dan kemewahan yang ia miliki, ia justru merasa terbelenggu, merasa kosong. Maka ditinggalkannya segala-nya itu. Ia pergi nyaris tanpa membawa apapun juga. Namun justru di dalam kesahajaan, di dalam kekosongan, ia menemukan kepenuhan. Di dalam kemiskinan, ia menemukan kelimpahan. Sidharta menjadi Sang Budha dalam kesahajaannya. 

“Gaya hidup” sang Budha yang bersahaja ini memberi inspirasi dan kekuatan bagi banyak orang, sampai sekarang.

Gaya hidup memang bukan sesuatu yang buruk. Gaya hidup barulah menjadi malapetaka, manakala ia menjadi kebutuhan mutlak, menjadi syarat kebahagiaan hidup kita.  

Heri Kartono (Dimuat Majalah KOMUNIKASI edisi--)

 

 

 

 

 

 

Saturday, May 24, 2008

Castel Sant' Angelo.


 

MENYIMPAN BANYAK KENANGAN 

Bangunan yang satu ini agak unik. Semula dimaksudkan sebagai makam keluarga. Dalam perkembangannya, pernah dijadikan benteng sekaligus markas tentara; pernah menjadi istana Paus tapi juga pernah dijadikan penjara. Kini gedung ini berfungsi sebagai museum. Itulah Castel Sant’Angelo.

Castel Sant’Angelo adalah bangunan tinggi berbentuk silinder, terletak di tepi sungai Tiber, hanya beberapa ratus meter dari Basilika Santo Petrus. Bangunan yang menjadi terkenal kembali lewat novel Dan Brown, Angels and Demons ini, dibangun antara tahun 135-139 atas perintah kaisar Hadrian. Semula bangunan ini dimaksudkan sebagai makam keluarga. Kaisar Hadrian yang meninggal tahun 138 memang dimakamkan di tempat ini bersama istrinya, Sabina. Demikianpun anak angkatnya, Lucius Aelius dimakamkan di tempat yang sama. Kaisar-kaisar sesudahnya juga dimakamkan di tempat ini. Menurut catatan, yang terakhir dimakamkan di tempat ini adalah Caracalla, tahun 217.

Di depan Castel Sant’Angelo, dibangun jembatan yang membelah sungai Tiber (disebut Ponte Sant’Angelo). Pembangunan jembatan ini juga dimulai pada masa kaisar Hadrian. Dalam perkembangannya kemudian, jembatan ini dihias dengan pelbagai patung para malaikat yang indah. Pada tahun 1753 sebuah patung besar Malaikat Agung Mikhael, karya seniman Peter Anton von Verschaffelt ditempatkan di puncak bangunan. Patung ini menggantikan patung sebelumnya (karya Raffaello di Montelupo) yang diletakkan di tempat yang sama. Patung karya Raffaello tersebut kini bisa kita saksikan di salah satu ruang dalam.

Castel Sant’Angelo mengalami kerusakan lumayan parah ketika Flavius Augustus Honorius menyerbu dan menjadikan gedung ini sebagai benteng sekaligus markas tentaranya tahun 401.

Pada abad ke 14, Paus Nicholas III menjadikan bangunan ini menjadi istana. Tidak hanya itu, sebuah jalan tembus dibuat khusus yang menghubungkan Castel Sant’Angelo dengan Basilika St.Petrus. Jalan yang disebut Passeto di Borgo ini pernah menyelamatkan Paus Clement VII dari serangan brutal para penjarah tahun 1527. Sesudah itu, Paus Paulus III menjadikan bangunan ini menjadi semacam apartemen yang mewah; untuk meyakinkan bahwa Paus mendapat tempat yang layak bila ada penyerbuan lagi.

Paus pernah juga menjadikan Castel Sant’Angelo sebagai penjara. Salah seorang yang pernah dipenjara di tempat ini adalah Giordano Bruno, seorang imam, filsuf dan astrolog sekaligus. Bruno dipenjara (selama 6 tahun) karena pemikiran teologisnya dianggap menyimpang dari ajaran resmi gereja.

Kini bangunan tua yang megah ini dijadikan sebagai Museum Nasional. Saat mengunjungi Castel Sant’Angelo, kita seakan-akan diajak melihat pelbagai kenangan masa lalu orang Roma: yang baik, yang indah maupun yang buruk.

Orang-orang Roma juga manusia, seperti kita semua!

Heri Kartono (Dimuat di Majalah KOMUNIKASI edisi…)

Friday, May 23, 2008

Basilika Santo Petrus.




MAHAKARYA SENI DAN ARSITEK

Seorang turis terkagum-kagum melihat Basilika Santo Petrus yang megah di Vatikan. Basilika ini tidak hanya mengesankan sebagai sebuah gedung Gereja yang besar dan agung namun sekaligus sebagai maha karya seni dan arsitek yang luar biasa. Bangunan di atas tanah seluas 2,3 hektar tsb berkapasitas lebih dari 60 ribu orang. Basilika yang memiliki panjang 193 M serta tinggi 132 M ini, merupakan gereja terbesar di dunia. Pembangunannya sendiri memakan waktu 120 tahun (1506-1626), ditangani puluhan arsitek ternama, salah satunya Michael Angelo.

Basilika St. Petrus lama.

Basilika Santo Petrus didirikan di atas makam Rasul Petrus. Jauh sebelum Basilika Santo Petrus yang megah ini didirikan, sudah ada Basilika Santo Petrus lama yang dibangun pada tahun 326. Kaisar Konstantin yang merupakan kaisar kristiani pertama memerintahkan pembangunan Basilika yang pertama.

Lebih dari seribu tahun kemudian, Paus Nikolas V (1447-1455) berinisiatif untuk membangun sebuah Basilika baru yang lebih layak. Maka rencana serta design gereja barupun mulai dirancang. Batu-batu sebanyak 2.522 gerobak sempat diangkut dari Colloseum, Roma untuk pembangunan Basilika baru. Ketika Paus Nikolas V wafat, pembangunan diteruskan oleh Paus Julius II. Demikian berturut-turut pembangunan diteruskan hingga selesai pada masa Paus Innocensius bertahta atau 20 Paus sesudah Paus Nikolas V.

Pembangunan Basilika yang memakan waktu 120 tahun melibatkan puluhan arsitek ternama. Beberapa di antaranya adalah Donato Bramante, Antonio da Sangallo, Michael Angelo dan Bernini.

Donato Bramante berjasa membuat design awal Basilika, yaitu sejak pembuatan fondasi pertama (1506). Arsitek sekaligus seniman ternama, Michael Angelo baru terlibat pada tahun 1547 atas permintaan Paus Paulus III. Saat itu Michael Angelo menggantikan tugas Sangalo. Pada dasarnya Michael Angelo meneruskan ide awal Bramante namun ia juga membuat sejumlah inisiatif baru. Ketika Michael Angelo wafat (1564) ide-idenya tetap dipertahankan. Beberapa rancangan yang dibuat Michael Angelo masih tersimpan sampai saat ini.

Sempat Retak.

Kubah Basilika Santo Petrus setinggi 136,57 M, merupakan kubah tertinggi di dunia. Kubah tersebut ber-diameter 41,47 M sedikit lebih pendek dari diameter Pantheon (sebuah gedung raksasa di Roma). Kubah Santo Petrus diselesaikan tuntas pada masa arsitek Giacomo della Porta dan Fontana pada tahun 1590. Di bagian dalam kubah, tertulis kata-kata (setiap huruf tingginya 2 M) dalam bahasa Latin: TU ES PETRUS ET SUPER HANC PETRAM AEDIFICABO ECCLESIAM MEAM. TIBI DABO CLAVES REGNI CAELORUM (…engkaulah Petrus, dan di atas karang ini Aku akan membangun gerejaku…aku akan memberikan kunci-kunci kerajaan surga…).

Adapun makam Santo Petrus terletak persis di bawah altar utama Basilika.

Pada pertengahan abad ke-18 sempat terjadi retakan pada kubah. Karena itu sebanyak sepuluh potong besi dipasang untuk menguatkan penopang kubah. Ternyata kemudian diketahui bahwa Michael Angelo sendiri telah memperkirakan kemungkinan tersebut dan telah merancang pemasangan 10 besi penyangga jauh-jauh sebelumnya.

Selain Michael Angelo, arsitek lain yang turut ambil bagian penting dalam pembangunan Basilika Santo Petrus adalah Gianlorenzo Bernini (1598-1680). Bernini dipandang sebagai arsitek terbesar jaman barock. Salah satu jasa Bernini adalah merancang lapangan Santo Petrus berbentuk setengah lingkaran yang indah dan megah.

Pada masa sekarang, di depan lapangan Santo Petrus terdapat jalan Via della Conciliazione. Jalan yang membentang lebar ini membuat Basilika Santo Petrus dapat terlihat dari kejauhan. Jalan ini dibuat pada masa kekuasaan Mussolini dengan menghancurkan banyak bangunan yang sebelumnya berdiri di tempat tersebut.

Makam Paus dan Karya Seni.

Di bawah gedung Basilika terdapat ruang bawah tanah atau grotto. Di tempat ini terdapat makam para Paus, mulai dari Paus pertama yaitu Rasul Petrus sendiri hingga Paus terakhir, Yohanes Paulus II yang meninggal pada tahun 2005. Setiap hari grotto banyak dikunjungi peziarah. Makam Paus Yohanes Paulus II biasanya paling banyak dikunjungi orang.

Basilika Santo Petrus penuh dengan karya seni bernilai tinggi. Begitu banyak patung, lukisan serta benda-benda seni terdapat di dalam gedung ini. Namun, karya seni yang paling populer adalah Pieta, sebuah patung Maria memangku jenasah Yesus sesudah penyaliban. Pieta yang terbuat dari batu marmer ini merupakan salah satu karya terbaik Michael Angelo.

Patung pieta (1498-1499) dibuat oleh Michael Angelo atas permintaan Kardinal Jean de Billheres. Kardinal Perancis yang bertugas di Roma ini menginginkan sebuah monumen berupa patung pieta pada makam-nya kelak. Dan memang, pada awalnya pieta ditaruh di kapel Santa Petronilla, tempat kardinal dimakamkan. Baru pada abad ke-18, pieta dipindah ke tempatnya yang sekarang.

Bunda Maria yang memangku jenasah Yesus dilukiskan Michael Angelo berwajah muda dan teduh, bukannya sebagai wanita tua yang patah hati. Patung ini pernah dua kali rusak. Pertama saat dipindahkan, empat jari kiri Maria patah. Kerusakan ini diperbaiki oleh Giuseppe Lirioni (1736). Kerusakan paling parah terjadi saat seorang yang tidak waras, Laszlo Toth menyerang patung pieta dengan palu yang dibawanya (21/05/72). Kini patung pieta tetap berada di tempatnya semula namun dilindungi kaca anti peluru. Umat masih dapat menikmati keindahan mahakarya seni ini dari luar kaca.

Basilika Santo Petrus dan segala karya seni yang terdapat di dalamnya, dibuat dengan semangat menggelora untuk mengagungkan Tuhan, sang Pencipta. Basilika masih tetap berdiri dengan megahnya. Semoga juga semangat yang sama tetap dapat menggelora di dada kita masing-masing yang menyaksikannya.

Heri Kartono OSC. (Dimuat di Majalah MENJEMAAT Edisi Juni 2008).

 

Saturday, May 17, 2008

Padre Pio 2.



DARI PEMAIN BOLA HINGGA BINTANG FILM

Padre Pio saat ini merupakan santo paling populer di Italia. Kendati demikian, ia juga merupakan santo yang paling banyak diwarnai kontroversi. Apa pula hubungannya dengan Karol Wojtyla?

Carlo Ancelotti, pelatih klub Sepak Bola AC Milan mengaku sering berdoa kepada Padre Pio saat menyaksikan klubnya bertanding. “Bagi saya, seorang Santo seperti Padre Pio adalah orang yang amat dekat dengan Tuhan. Dia membantu saya dalam pekerjaan saya dan lebih-lebih dalam mengatasi kesulitan hidup sehari-hari”, ujar Ancelloti sebagaimana dikutip Ansa, Kantor Berita Italia (23/04/08).  Ancelotti tidak sendirian. Damien Duff, pemain sepak bola asal Irlandia dan pernah disebut sebagai pemain sayap paling disegani di Eropa, dikabarkan kerap bermain bola dengan menaruh relikwi Padre Pio di sepatunya.

Padre Pio nampaknya tidak hanya tersohor di kalangan rakyat jelata, namun juga di antara tokoh ternama. Sophia Loren, bintang film legendaris Italia dan Graham Greene, penulis banyak buku best seller dunia adalah beberapa di antara yang mengaku kerap berdoa kepada Padre Pio.

Di Italia, begitu banyak orang ingin memohon sesuatu lewat perantaraan Padre Pio. Atas kerja-sama dengan Pos Italia, Surat Doa yang ditujukan pada Padre Pio di San Giovanni Rotondo (tempat Padre Pio disemayamkan), dibebaskan dari biaya kirim.

50 Tahun Menanggung Stigmata.

Padre Pio dilahirkan di  Pietrelcina, Italia Selatan (25/05/1887) dengan nama Francesco Forgione. Orang tuanya adalah gembala miskin. Pada usia 15 tahun ia masuk novisiat Kapusin dan  mendapat nama baru Pio yang berarti saleh.  Pio ditahbisan imam pada tahun 1910. Sejak itu ia dipanggil Padre Pio atau Romo Pio. Nyaris sepanjang hidupnya Padre Pio tinggal di Komunitas San Giovanni Rotondo, sebuah desa pegunungan (kini telah berubah menjadi kota kecil dengan banyak hotel, restoran dan toko-toko suvenir karena banyaknya peziarah yang datang!). 

Orang mulai mengenal Padre Pio sebagai biarawan yang mampu menyembuhkan serta membuat mujijat. Selain itu Padre Pio juga dikenal sebagai Pembimbing Rohani serta Bapa Pengakuan dosa. Karena banyaknya orang yang datang, tidak jarang Padre Pio bekerja 19 jam per hari, merayakan misa, mendengarkan pengakuan serta konsultasi rohani. Kata-katanya yang terkenal adalah: “Berdoalah, berharaplah dan Janganlah cemas”. 

Nama Padre Pio makin dikenal saat diketahui ia mendapat karunia stigmata, yaitu luka-luka seperti yang diderita Yesus pada tangan dan kaki. Semula Padre Pio berusaha menyembunyikan luka-luka yang terus berdarah, khususnya di kedua telapak tangannya (Padre Pio selalu mengenakan sarung tangan). Ia hanya menceriterakan hal tsb pada Pastor Agostino serta Pastor Benedetto, pembimbing rohani serta atasannya. Namun, luka yang berdarah di tangan, tak selalu berhasil disembunyikannya. Sejak 1919 berita stigmata itu mulai tersebar di antara umat. Luka-luka akibat stigmata itu sempat dilihat banyak orang, termasuk dokter medis. Luka tersebut berdarah dan terbuka namun tidak menimbulkan infeksi. Praktis sepanjang 50 tahun, hingga wafatnya, Padre Pio menanggung kesakitan akibat luka-luka tersebut. 

Beragam Tuduhan.

Tidak semua orang senang dengan popularitas Padre Pio. Tidak semua pihak percaya pada stigmata yang dideritanya. Tuduhan demi tuduhan mulai ditimpakan pada Padre Pio. Ia sempat dituduh sebagai penipu, gila, menyalah gunakan uang serta tak bermoral, berbuat tak senonoh dengan wanita di kamar pengakuan. Singkatnya, Padre Pio dituduh melanggar ketiga kaul yang diucapkannya. Para penuduh Padre Pio tidak tanggung-tanggung, ada dokter, Uskup, Teolog bahkan Uskup Agung. Segala tuduhan negatif itu sampai juga ke pihak Vatikan. Akibatnya, Padre Pio mendapat sejumlah sanksi, antara lain dilarang menggunakan haknya sebagai imam (seperti mendengarkan pengakuan dosa, merayakan Misa untuk umum).

Kendati Padre Pio mendapat banyak tuduhan negatif serta pelarangan, jumlah umat yang datang dan berpihak pada Padre Pio tidak berkurang sedikitpun. Nyaris terjadi keributan besar tatkala terbetik berita bahwa Padre Pio hendak disingkirkan ke tempat lain. Usaha memindahkan Padre Pio pun gagal total. John L. Allen, menceriterakan peristiwa tersebut dalam salah satu tulisannya (08/12/2001). 

Pada tahun 1933 situasi mulai berubah. Paus Pius XI memerintahkan untuk mencabut pelbagai sanksi terhadap Padre Pio. Ketika itu Paus berkata: “Saya telah menerima informasi yang salah sehingga saya telah mempersalahkan Padre Pio”, ujarnya. Sejak itu Padre Pio diijinkan kembali untuk mendengarkan pengakuan, berkotbah serta tugas-tugas imamat lainnya. Pada pertengahan tahun 1960-an kembali Paus Paulus VI secara tegas menolak segala tuduhan miring terhadap Padre Pio.

Kedekatan Karol Wojtyla.

Mendiang Paus Yohanes Paulus II atau Karol Wojtyla mempunyai kedekatan khusus dengan Padre Pio. Sebelum menjadi Paus, Karol Wojtyla pernah berkunjung dan bertemu Padre Pio sekurang-kurangnya satu kali. Hotel Vittoria, sebuah hotel kecil tak jauh dari Gereja Santa Maria delle Grazie, tempat Karol Wojtyla menginap, menjadi saksinya. Pemilik hotel tersebut masih menyimpan beberapa foto Wojtyla saat ia menginap di hotel miliknya itu.

Pertemuan Karol Wojtyla dengan Padre Pio, diceriterakan juga dalam buku riwayat Paus Yohanes Paulus II, Man of the Century (New York, 2007). Wojtyla, sebagai pastor muda dari Polandia berkunjung ke San Giovanni Rotondo pada tahun 1947 dan bertemu Padre Pio. Pada saat bertemu, Padre Pio mengatakan bahwa Wojtyla kelak akan menduduki posisi tertinggi di dalam Gereja. Ketika Wojtyla diangkat sebagai Kardinal, bukan Paus, Wojtyla mengira ramalan Padre Pio telah terpenuhi.

Pada tahun 1962, sebagai seorang Uskup di Polandia, Wojtyla menulis surat pada Padre Pio, meminta kesembuhan bagi sahabatnya, Dr. Wanda Poltawska. Tak lama kemudian, Dr. Wanda dinyatakan sembuh dari penyakit kankernya. Para dokter yang merawatnya tak dapat menjelaskan gejala ini.

Pertemuan serta pengalaman pribadi yang dialami Karol Wojtyla membuat dirinya percaya bahwa Padre Pio adalah seorang yang kudus. Ketika dirinya diangkat sebagai Paus, Karol Wojtyla tak pernah melupakan Padre Pio. Sebagai Paus, ia dua kali berkunjung ke makam Padre Pio di San Giovanni Rotondo. Adalah juga Yohanes Paulus II yang menobatkan Padre Pio sebagai Beato (02/05/1999) dan kemudian menjadi Santo (06/06/2002). Sebagai seorang Santo, Padre Pio mendapat gelar baru: Santo Pio dari Pietrelcina. Namun nama Padre Pio tetap lebih populer dari gelar barunya itu.

Perjalanan hidup Padre Pio diselimuti banyak hal yang luar biasa, penuh misteri: stigmata, mujijat penyembuhan dll. Tak heran bahwa ada orang-orang yang sulit menerima bahkan mulai menjatuhkan tuduhan-tuduhan jahat atas Padre Pio. Namun, bukankah hidup kita sendiri merupakan sesuatu yang misteri, tak pernah dapat kita fahami seutuhnya? Nampaknya, hanya dengan keterbukaan dan mata iman-lah orang dapat menerima hal-hal misteri seperti yang dialami Padre Pio.

Heri Kartono, OSC (Dimuat di majalah HIDUP edisi 25/05/08).

 

Wednesday, May 14, 2008

Padre Pio 1.



MENYAKSIKAN JENASAH PADRE PIO

Jenasah Padre Pio digali kembali setelah 40 tahun dimakamkan. Ratusan ribu orang datang untuk berziarah dan melihat jenasahnya yang dibaringkan dalam peti kaca. HIDUP melaporkan langsung dari kota San Giovanni Rotondo, Italia.

Orang Italia ternyata lebih banyak berdoa kepada Padre Pio daripada kepada orang suci manapun, termasuk pada Yesus dan Bunda Maria. Kenyataan ini terungkap dalam jajak pendapat yang diadakan oleh Famiglia Cristiana, majalah Katolik terbesar di Italia. Bagi orang yang tinggal di Italia, hal ini tidak terlalu mengherankan. Tengok saja hampir di setiap penjuru kota, kita dapat menemukan gambar Padre Pio dengan mudah. Sopir-sopir taksipun banyak yang menempelkan gambar Padre Pio di dashboard mobil mereka. Setiap tahun, makam Padre Pio dikunjungi tak kurang dari tujuh juta peziarah.

Popularitas Padre Pio tidak hanya di Italia tapi juga ke mancanegara. Sekarang ini terdapat 3000 kelompok Doa Padre Pio dengan anggota sekitar 3 juta orang, tersebar di seluruh dunia, khususnya Australia dan Irlandia.

Pengangkatan Jenasah

Atas persetujuan Vatikan,  jenasah Padre Pio dikeluarkan dari makam sesudah 40 tahun meninggal dunia. Upacara pengangkatan serta pembukaan peti jenasah dilakukan Minggu malam (02/03) dipimpin oleh Mgr. Domenico Umberto D’Ambrosio serta sejumlah umat. Rangkaian acara berlangsung selama tiga jam. Saat peti jenasah diangkat, secara spontan umat bertepuk tangan meriah, suatu tanda penghormatan khas Italia. Lewat tayangan Video, kita dapat melihat bahwa peti jenasah telah lapuk dan salib telah berkarat. Dua lapis penutup peti dibuka namun kaca yang merupakan bagian akhir dari penutup peti tidak dibuka. Kaca agak buram dan jenasah hanya terlihat samar-samar.

Kepada Radio Vatikan, Mgr. Domenico menjelaskan bahwa secara umum kondisi jenasah dalam keadaan baik: janggut, kuku, lutut dan tangan masih terlihat jelas.  Meski demikian, jenasah tidak sepenuhnya utuh seperti sedia kala. Lebih lanjut Mgr. Domenico menuturkan bahwa penggalian jenasah orang suci merupakan salah satu tradisi lama dalam gereja Katolik. “Tujuannya adalah untuk menjamin pemeliharaan jenasah orang kudus dengan menggunakan cara-cara yang wajar. Dengan demikian, generasi mendatang juga mendapat kesempatan untuk menghormati serta merawat relikwinya”, papar Mgr. Domenico, Uskup Agung Manfredonia yang membawahi wilayah tempat Padre Pio disemayamkan.

Pengangkatan Jenasah Padre Pio dari makam disambut hangat banyak orang. Kendati demikian, tidak semua pihak setuju. Dikabarkan sebagian pengikut Padre Pio bahkan sejumlah kerabat dekat Padre Pio sempat menyatakan keberatan mereka atas pengangkatan jenasah tersebut. Meskipun demikian, pengangkatan jenasah tetap dilaksanakan. Mengingat jenasah tidak sepenuhnya utuh lagi, sebuah tim yang terdiri atas ahli medis serta ahli biokimia diminta untuk membantu mengawetkan serta memperbaiki jenasah Padre Pio. 

Menurut kantor berita Italia, Ansa (23/04/08) wajah Padre Pio dipoles serta diperbaiki menjadi utuh kembali. Sebuah tim dari Museum Madame Tussauds, London yang tersohor ahli membuat patung lilin, mengerjakan tugas tersebut. “Dia nampak seperti sedang tidur. Memang lebih baik wajahnya dipoles seperti itu daripada tampil seperti batu marmer yang dingin”, ujar Domenico Masone, Camat Pietralcina, tempat lahir Padre Pio.

Diperlihatkan Untuk Umum.

Jenasah Padre Pio untuk pertama kalinya diperlihatkan untuk umum pada 24 April yang lalu. Waktu itu, sekitar lima belas ribu orang datang menyaksikan. Jenasah yang dibaringkan dalam peti kaca tembus pandang tsb, disemayamkan di Gereja Santa Maria delle Grazie di kota San Giovanni Rotondo.  Kardinal Jose Saraiva Martins dari Vatikan, memimpin Misa pembukaan acara tersebut.

Dalam kotbahnya, Kardinal Saraiva mengatakan: “Apa yang kita lihat adalah raga yang sudah mati, tak bernafas lagi. Namun, Padre Pio bukan sekedar jenasah, dia hidup dalam persatuan dengan Jesus yang bangkit”, ujar Kardinal. Lebih lanjut Kardinal berkata: “Marilah kita kenang segala kebaikan yang telah dilakukannya di tengah-tengah kita”. Di antara yang hadir, adalah Consilia De Martino, seorang wanita, 45, yang disembuhkan dari penyakit berat berkat perantaraan Padre Pio. Kasusnya diangkat menjadi salah satu bukti mujijat Padre Pio, pada saat proses kanonisasi.

Dalam kesempatan terpisah, Provinsial Kapusin, Pastor Aldo Broccato OFM.Cap, mengajak umat untuk tidak hanya terpaku pada sosok Padre Pio. “Saudara-saudaraku, kendati kita amat mengasihinya, namun lewat sosok itu kita harus mengarahkan mata kita ke surga, menatap sinar kehidupan dari Allah, dimana Kristus menunjukkan baik kematian maupun kebangkitannya”, ujarnya. 

Rencana semula, jenasah akan dipamerkan untuk beberapa bulan. Namun mengingat begitu banyaknya peminat yang mendaftar untuk datang dan melihat (pada tanggal 25/04 saja sudah 800 ribu orang mendaftarkan diri untuk datang) maka jenasah akan dipamerkan lebih lama, sampai September 2009. 

HIDUP datang menyaksikan jenasah Padre Pio (08/05) bersama Dr. Irene Inawati Suryahudaya, spesialis kulit dan Dr. Budi Kartono, spesialis bedah syaraf. Di samping dua dokter dari Bandung ini, turut juga Pastor Sylwester Pajak, SVD.

Dr. Irene mengaku mengenal Padre Pio sejak kecil. “Mamih mengajarkan pada kami, anak-anaknya, untuk sering berdoa pada Padre Pio. Mamih kerap meletakkan gambar Padre Pio pada bantal, bila saya sakit!”, kenang Irene yang selalu membawa relikwi Padre Pio dalam dompetnya.

Melakukan Lebih Banyak Sesudah Meninggal.

Semasa hidupnya, Padre Pio melakukan banyak hal yang menakjubkan. Tak terhitung jumlah orang yang merasa disembuhkan atau tertolong berkat Padre Pio. Salah satu karya nyata Padre Pio adalah pendirian Rumah Sakit Casa Sollievo della Sofferenza (Rumah Untuk Meringankan Penderitaan), tak jauh dari tempat tinggalnya. Rumah Sakit terbesar di Italia Selatan ini terwujud antara lain berkat jasa Barbara Ward, seorang wartawan Inggris. Barbara berhasil menggalang banyak dana, termasuk dana sebesar 325.000 US $ dari UNRRA, sebuah lembaga di Amerika Serikat untuk membangun projek tersebut. Rumah Sakit yang amat memperhatikan orang-orang miskin dan menderita ini tetap berjalan baik hingga kini.

Padre Pio meninggal dunia pada 23 September 1968 dalam usia 81 tahun. Upacara pemakamannya (26/09/68) dihadiri tak kurang dari 100 ribu umat. Sebelum meninggal, Padre Pio beberapa kali berkata: “Sesudah kematianku, aku akan berbuat lebih banyak lagi!”. Kini, 40 tahun sesudah kematiannya, orang mulai teringat akan kata-katanya itu. Jumlah peziarah yang datang ke tempat Padre Pio terus bertambah dari tahun ke tahun. Demikian juga jumlah orang yang mengaku disembuhkan atau tertolong berkat Padre Pio.

“Padre Pio banyak berjasa dalam perjalan hidup saya”, ujar Dr. Irene Suryahudaya seusai menyaksikan jenasah Padre Pio. Kata-kata Irene ini sepertinya mewakili ratusan ribu orang yang datang ke tempat Padre Pio, orang suci yang mereka hormati.

Heri Kartono OSC. (Dimuat di Majalah HIDUP, edisi 25/05/08).

 

 

Saturday, May 10, 2008

Jan Bambacht.


 

ORGAN DENGAN CITARASA MEMUASKAN

Organ pipa bisa bertahan ratusan tahun dengan kualitas suara yang memuaskan. Gereja-gereja utama di dunia umumnya menggunakan organ jenis ini untuk mendukung suasana liturgis”, papar Jan Bambacht menjelaskan seluk-beluk organ pipa 

Jan Bambacht dan Organ Pipa.

“Organ pipa terbesar yang pernah kami buat adalah di Orange City, Nebraska, USA. Tinggi organ tersebut empatbelas meter, lebar hampir sepuluh meter dengan empat keyboard atau manual. Organ tersebut kami selesaikan dalam waktu dua setengah tahun”, ujar Jan Bambacht bersemangat. Jan ditemui ketika sedang men-servis Organ Pipa di gereja San Giorgio, Roma (4/5/06).

Sejak usia 15 tahun Jan Bambacht mengaku sudah tertarik dengan Organ, khususnya Organ Pipa. Selain tertarik untuk memainkan organ, Jan juga tertarik pada seluk-beluk Organ. Karenanya pada usia remaja itu, Jan memutuskan untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan Organ di Sekolah Teknik di Gorinchem, Den Bosch, Belanda. Setelah tiga tahun belajar di Gorinchem, Jan memperdalam pengetahuannya di Utrecht selama dua setengah tahun. Di sini ia mulai mencoba membuat pipa-pipa organ sendiri.

Sesudah pengetahuannya tentang Organ Pipa dirasa cukup, Jan membuka bengkel perbaikan Organ Pipa di daerah Brabant, Belanda Selatan. Banyak gereja-gereja di sekitar Brabant meminta jasa Jan untuk perbaikan Organ Pipa milik mereka. Pria berbadan subur ini mengaku pernah memperbaiki Organ Pipa yang berumur lebih dari 200 tahun. Seiring dengan bertambahnya pengalaman, Jan mulai merintis membuat Organ Pipa sendiri.

Pada tahun 1971, ketika usianya baru 19 tahun, Jan bergabung dengan Pels & Van Leeuwen, perusahaan pembuat Organ Pipa ternama di Belanda. Sesudah beberapa tahun bekerja, suami dari Antonia van Driel ini dipercaya menjadi wakil presiden perusahaan tersebut sampai sekarang. Ketika ditanya sudah berapa Organ Pipa yang ia buat, Jan mengangkat kedua tangannya: “Wah, saya tidak ingat lagi, sudah banyak sekali!”, jawab Jan spontan. Lewat keahliannya ini Jan Bambacht melanglang dunia mulai dari Amerika Serikat, Mexico, Jepang, Taiwan sampai Korea Selatan untuk memenuhi pesanan pembuatan Organ Pipa maupun untuk perbaikan.

Pada masa sekarang banyak orang membeli Organ Elektronik. Alasannya, selain harganya jauh lebih murah, perawatannyapun tidak sulit. Namun menurut Jan, perusahaan Organ Pipa masih tetap bisa bertahan. “Organ Elektronik suaranya meng-copy suara Organ Pipa, jadi tidak orisinil. Selain itu, suara Organ Elektronik statis. Sementara Organ Pipa suaranya jauh lebih jernih dan lebih hidup. Tambahan, Organ Pipa dibuat sesuai dengan pesanan. Karenanya jelas lebih cocok dan harmonis dengan sekitarnya”, ujar Pria berjambang ini bernada promosi.

Organ Pipa tertua yang masih digunakan sampai sekarang ada di Basilika Valere di Swiss. Organ Pipa ini dibuat sekitar tahun 1390. Sampai sekarang sebagian besar pipa-pipanya masih asli. Sementara Organ Pipa terbesar yang pernah dibuat ada di Auditorium Atlantic City, New Jersey. Organ yang berisi 32.000 keping pipa ini dibuat antara tahun 1929 sampai 1932. Sayang, Organ yang sebenarnya belum terlalu tua ini tidak bisa digunakan lagi. 

Pada umumnya Organ Pipa digunakan di gereja, baik gereja Katolik maupun Protestan untuk mengiringi lagu-lagu rohani. Sejumlah gereja besar seperti Katedral Bristol-Inggris, Katedral St.Raphael, Dubuque-Iowa, Katedral St.Patrick New York, semuanya menggunakan Organ Pipa. Malahan, beberapa gereja di Indonesia-pun menggunakan Organ Pipa, warisan para misionaris jaman dulu. 

Tidak selamanya Organ Pipa digunakan di dalam gereja. Organ jenis ini bisa juga digunakan di tempat lain, seperti di Sinagoga, Balai Kota atau untuk suatu Konser musik Orkestra. Bahkan, grup band Rock seperti YES atau Rick Wakeman dari Inggris juga menggunakan Organ Pipa untuk mendapatkan effek yang sempurna.

Instrumen yang Sempurna.

Pastor Antonius Garinsingan MSF yang sedang study Musik Liturgi di Scuola Musica, Roma, mengatakan bahwa Organ adalah instrumen musik yang sempurna. “Dikatakan sebagai instrumen yang sempurna karena dalam sistem instrumen Organ, seorang organis bisa sekaligus memainkan baik melodi, iringan/accord dan bass bersama-sama, dengan kekuatan sostenuto suara (suara mengambang di udara) dan vibrasi (getaran) suara melebihi instrumen solis (archi) lainnya”, jelasnya. Lebih lanjut, imam kelahiran Tamiang Layang, Kalimantan ini menambahkan: “Kelebihan lainnya dari instrumen Organ adalah dalam hal kapasitasnya untuk memproduksi nada suara. Organ mampu menghasilkan nada suara sampai serendah-rendahnya maupun sampai setinggi-tingginya. Selain itu, kekuatan volume Organ juga luar biasa. Barangkali hal-hal ini semua menjadi alasan mengapa Organ diadopsi menjadi instrumen khas dalam gereja”, paparnya meyakinkan.

Masih menurut Antonius, cikal bakal instrumen Organ berasal dari instrumen musik bangsa Romawi, hydraulis yang sudah dikenal sejak abad III sesudah masehi. Dalam perkembangannya (di Barat) Organ diterima oleh Gereja sebagai instrumen musik dalam liturgi. Menurut Antonius, memang ada kaitan yang erat antara liturgi dan musik. “Musik merupakan salah satu sarana terbaik dari manusia dalam mengekspresikan kepekaan dan emosinya secara mendalam. Karenanya tidak mengherankan bahwa Gereja menerima musik sebagai bagian dari sarana untuk berdoa, memuji dan menyampaikan permohonan pada Sang Pencipta”, ujar imam yang pernah bekerja di sebuah paroki pedalaman Kal-Tim ini. Hal senada disampaikan juga oleh suster Maria Yenny RVM. “Peranan musik sangat penting dalam perkembangan gereja. Perayaan Ekaristi menjadi kurang menarik tanpa kehadiran musik. Musik yang cocok tidak hanya memeriahkan suasana tetapi dapat menghantar umat lebih dekat kepada Allah”, ujar suster yang sedang study musik di Roma ini.

Menurut suster asal Atambua ini, semua alat musik sebenarnya bisa masuk dalam gereja. “Yang penting, musik tersebut mendukung tujuan liturgi dan para pemainnya bisa menghayati, tahu dan sadar akan hal tersebut”, lanjutnya.

Sehubungan dengan Organ Pipa, baik suster Yenny maupun pastor Antonius mengakui bahwa Organ jenis ini memang amat bagus kualitas suaranya. “Ini jenis Organ spesial dan khusus. Saya rasa cocok sekali untuk menciptakan suasana liturgi yang megah. Gereja yang megah dan besar, seperti Katedral cocok bila menggunakan Organ Pipa. Namun, gereja-gereja di pedalaman pasti tidak mampu membeli Organ jenis ini. Jangan-jangan harga Organnya jauh lebih mahal dari gedung gerejanya!!”, ujar Antonius sambil tertawa.

Organ Pipa atau alat musik apapun yang digunakan di dalam gereja bertujuan untuk membantu orang lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun, segala perasaan kita tak bisa diekspresikan dengan bantuan apapun bila pertama-tama kita tidak memiliki keinginan tulus untuk memuji dan memuliakan-Nya!

Heri Kartono (Dimuat di Majalah HIDUP, 9 Juli 2006).

 

 

Friday, May 9, 2008

Mgr. Nico Adi Seputra MSC



 

SATU DEMI SATU. 

Hampir dua tahun Mgr.Nicolaus Adi Seputra MSC menjadi Uskup Agung Merauke. Ada banyak masalah yang harus dibenahi, mulai dari peningkatan dan pembenahan SDM, persekolahan, kekurangan tenaga pastoral sampai persoalan gawatnya penyakit yang melanda masyarakat Merauke: AIDS/HIV. Mgr. Nico Adi yang pernah didemo oleh orang-orang yang menghendaki seorang Uskup putera asli daerah, harus memikirkan semua persoalan satu demi satu. “Tidak mungkin saya menangani semuanya sekaligus. Tidak mungkin juga saya menanganinya sendirian. Saya harus menjalin kerja sama dengan banyak pihak!”, papar Uskup asal Tegal ini. Perjalanannya keliling Eropa adalah juga dalam rangka menjalin kerja sama. “Keuskupan Merauke secara finansial tergantung pada para donatur dari luar. Saya datang untuk tetap menjalin hubungan dengan para donatur lama, sekaligus mencari kemungkinan mendapat donatur baru”, jelas Uskup.

Ketika disinggung tentang peranannya sebagai anggota tarekat dan sekaligus sebagai seorang Uskup, Mgr. Nico menjawab ringan: “Saya tetap anggota tarekat MSC, karenanya di Roma ini saya menginap di rumah MSC. Namun, sebagai uskup, pertama-tama saya harus memikirkan keuskupan saya!” ujar Uskup penggemar sepak bola ini.

 “Apa yang monsinyur suka dari kota Roma?”. Mendapat pertanyaan ini, dengan antusias Uskup muda ini menjawab: “Salah satunya ya ini!”, ujarnya sambil menunjukkan Es Krim khas Roma yang sedang dinikmatinya.

Heri Kartono.(Dimuat di Majalah HIDUP edisi…..)

Monday, May 5, 2008

Mgr. Longinus Da Cunha, Pr.


 

BERUNTUNG

“You are very lucky!”, begitu kata dokter di Rumah Sakit San Giovanni, Roma kepada Mgr. Abdon Longinus Da Cunha Pr. Uskup Agung Ende ini datang ke Roma untuk memenuhi undangan kelompok St.Egidio. Namun di Roma ia terkena serangan jantung. Saat itu monsinyur segera dilarikan ke Rumah Sakit. Dokter mengatakan, bila sedikit saja terlambat, mungkin akan berakibat fatal. Itulah sebabnya dokter mengatakan “You are very lucky!”.

“Saya memang sangat beruntung!”, ujar Uskup berwajah teduh ini. Ketika ditanya alasannya, Mgr. Da Cunha menjelaskan: “Pertama, saat saya terkena serangan jantung, saya ditangani amat cepat. Kedua, serangan ini terjadi di Roma, kota besar yang memiliki Rumah Sakit dengan perlengkapan canggih. Coba kalau terjadi di Flores, mungkin lain ceriteranya”, paparnya. Sesaat kemudian ia melanjutkan, “Masih ada lagi untung saya. Saat saya kena serangan jantung, saya dibawa ke Rumah Sakit lewat Pronto Soccorso (=Unit Gawat Darurat). Itu berarti saya tidak perlu membayar apapun. Sebab peraturan di Italia, orang yang dibawa ke Pronto Soccorso, dibebaskan dari segala biaya”, tutur Monsinyur yang keuskupannya dimekarkan menjadi dua, yaitu Keuskupan Agung Ende dan Keuskupan Maumere (NTT) ini.

Ketika dikunjungi di Klinik Santo Volto, Roma (14/03/06), Monsinyur sedang duduk membaca buku Paus Benediktus XVI dan kelihatan segar. “Saya tinggal menunggu hasil pemeriksaan terakhir. Bila cek terakhir hasilnya baik, saya akan segera pulang ke Indonesia!”, jelas Uskup asal Sikka ini.

Cepat sembuh monsinyur,  “You are very lucky!”.

Heri Kartono (Dimuat di Majalah HIDUP, medio Maret 2006).

Catatan: Sesudah dinyatakan sembuh, Mgr. Da Cunha pulang ke Indonesia namun kemudian meninggal dunia di Jakarta.

 

Friday, May 2, 2008

Hari Migran Sedunia 2008.




PERHATIKAN KAUM MIGRAN

Setiap jam 12.00 siang, sekitar 15 anak muda berbaris di depan biara OSC di Roma. Mereka menanti jatah makan siang yang dibagikan oleh Fr.Mammouth. Frater asal Solo ini melakukan kegiatan tersebut atas dukungan pemimpin tarekatnya. Biasanya makanan yang dibagikan adalah soup, roti tawar dan segelas air. Anak-anak muda yang menerima bantuan tersebut adalah para imigran yang berasal dari Rumania, Bulgaria dan Albania. Setelah satu tahun berjalan, kegiatan membantu kaum migran ini terpaksa dihentikan karena protes dari tetangga. Para tetangga merasa terganggu dengan kehadiran mereka karena memang para migran ini sering berlaku tidak tertib dan membuang sisa-sisa makanan di sembarang tempat.

Perhatian Pada Kaum Migran Muda.                                                                                   

Di kota Roma ada banyak imigran yang hidup tidak menentu. Kebanyakan dari mereka adalah imigran gelap sehingga sulit memperoleh pekerjaan secara resmi. Ada banyak kelompok yang dengan suka rela membantu mereka, terutama memberi makan. Di luar kelompok religius, kelompok besar yang dikenal sering membantu kaum gelandangan, termasuk kaum migran adalah kelompok San Egidio. Meski demikian, tidak semua orang senang atas kegiatan membantu kaum migran itu. Dalam suatu diskusi yang disiarkan televisi Italia (RAI 1), kelompok yang tidak setuju menyatakan bahwa bantuan yang diberikan justru akan memancing makin banyaknya kaum migran masuk Italia. Padahal, kata mereka, munculnya kaum migran yang tak memiliki apa-apa sering mengganggu ketertiban masyarakat.

Lepas suka atau tidak suka, membanjirnya kaum migran terjadi di banyak tempat. Banyak di antara mereka, termasuk anak-anak dan kaum wanita, dipaksa oleh situasi untuk pergi meninggalkan kampung halaman serta negaranya. Dalam pesan tahunannya pada Hari Migran Sedunia (13/01/08) Paus Benediktus XVI mengajak kita untuk peduli pada nasib orang-orang yang tak beruntung ini, khususnya pada kaum migran usia muda. Menurut Paus, kaum migran muda menghadapi persoalan yang tidak ringan. Di satu sisi mereka merasakan kebutuhan untuk mempertahankan budaya asli mereka namun di sisi lain, mereka juga perlu untuk beradaptasi dengan masyarakat baru yang mereka temui. Acap kali anak-anak muda itu terdampar di jalanan dan menjadi sasaran empuk para pemeras.

Di hadapan ribuan orang yang berkumpul di lapangan St.Petrus, Vatikan, Paus mengungkapkan bahwa dewasa ini kaum migran di seluruh dunia makin banyak jumlahnya. Tidak sedikit di antara mereka dipisahkan dari orang tua atau sanak-saudaranya.  Mereka terpaksa tinggal di kamp-kamp pengungsian selama bertahun-tahun. Para wanita muda serta anak-anak sering menghadapi resiko tindak kekerasan atau pelecehan. “Tidak mungkin kita terus berdiam diri menghadapi gambaran pilu di kamp-kamp pengungsian besar yang berada di pelbagai penjuru dunia”, ujar Paus dari jendela apartemennya.

Seruan Untuk Membantu.

Di Roma dan di banyak  tempat lain, selalu ada kelompok-kelompok yang berinisiatif membantu kaum migran. Paus menyatakan rasa terima kasihnya kepada pihak-pihak yang telah membantu kaum migran. Pada kesempatan yang sama Paus juga mengundang komunitas-komunitas gereja untuk menyambut dengan simpati kaum migran, mencoba mengerti serta membantu mereka. Di lain pihak, Paus menghimbau kaum migran untuk selalu menghormati hukum dan tidak membiarkan diri melakukan tindak kekerasan.

Uskup Agung Agustinus Marchetto, sekretaris Dewan Kepausan untuk kaum Migran dan Perantau, menyatakan lewat Radio Vatikan, bahwa perlu kiranya suatu usaha internasional yang lebih besar guna membantu kaum migran muda. “Hari Migran dan Perantau Sedunia seharusnya menjadi momentum global untuk menghargai kaum migran muda”, papar Marchetto.

Hari Migran juga bergaung di Malaysia. Pertemuan BICA II (Second Bishops’s Institute for Christian Advocacy), misalnya, memfokuskan perhatiannya pada Keluarga Migran Asia. Pertemuan itu sendiri berlangsung di kota Kinarut, Sabah (4-8 Desember). Uskup Agung Yangon, Mgr. Charles Maung Bo, dalam sambutannya menyatakan perlunya peran-serta lebih besar dari semakin banyak Negara di Asia untuk melayani kebutuhan pastoral dari para migran dan pengungsi.

Menjadi migran adalah pilihan terakhir karena dipaksa oleh situasi hidup yang pahit. Ajakan Paus untuk membantu kelompok ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Ajakan Paus menyegarkan kita akan wasiat yang pernah kita dengar: “Apa yang kamu lakukan bagi yang terkecil, kamu melakukannya untuk Aku juga!”.

Heri Kartono (Dimuat di majalah HIDUP, 24 Februari 2008).

 

 

Sr. Rosalia PBHK.



SEANDAINYA BOLEH MEMILIH..

Suster Rosalia Kunmaryatin PBHK sepertinya dilahirkan untuk menjadi pemimpin, sekurangnya begitulah perjalanan hidupnya. Lebih dari 25 tahun ia menjadi Kepala Sekolah, baik di wilayah Grogol, Jakarta maupun di Tegal, Jawa Tengah. Sekolah yang dipimpinnya pada umumnya berkembang dengan amat baik. Rosalia juga pernah dipilih menjadi Provinsial di tarekatnya sampai tiga kali. Tiga kali terpilih sebagai Provinsial adalah bukti nyata bahwa kepemimpinannya benar-benar diakui.

Sejak tahun 2005 suster kelahiran Cilacap (07/06/39) ini dipilih sebagai anggota Dewan Jenderal PBHK. Untuk itu ia harus pindah ke Roma, di pusat konggregasinya. Sebagai anggota Dewan Jenderal, ia banyak berkeliling seperti ke Afrika Selatan, Belgia, Belanda, mengadakan visitasi bersama Pimpinan Umum. Visitasi adalah kunjungan resmi seorang pemimpin tarekat ke tempat dimana anggotanya tinggal dan berkarya. Tempat yang amat berkesan baginya adalah Sao Paolo, Brasil. “Waktu itu kami disambut oleh seluruh guru dan murid dari TK sampai SMU dengan acara yang meriah”, kenang Rosalia.

Dalam pertemuan kelompok Indonesia REHAT di Roma (26/04), seorang rekan menanyakan apakah Sr.Rosalia menikmati tugasnya sebagai pemimpin? Suster yang ramah ini menjawab: “Sejujurnya tidak. Saya rasa juga tidak sehat bahwa seseorang dalam jangka panjang duduk sebagai pemimpin. Selain itu, dalam usia seperti saya sekarang ini, bepergian keliling dunia terus-menerus sungguh melelahkan”, katanya. Sejurus kemudian, Rosalia menambahkan: “Seandainya boleh memilih, saya ingin kembali ke Indonesia dan melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisik saya!”.

Heri Kartono,OSC (Dimuat di Majalah HIDUP edisi 25/05/08).

Thursday, May 1, 2008

Tiga Tokoh Yesuit.


PERAYAAN TIGA ORANG BESAR YESUIT 

Apa yang terjadi bila tiga orang besar Yesuit diperingati dalam waktu yang bersamaan? Suatu Seminar Akademis! Itulah yang dilakukan Universitas Gregoriana, Roma (9/3/06) dalam memperingati 450 tahun meninggalnya St.Ignasius Loyola, 500 tahun kelahiran St.Fransiskus Xaverius dan 500 tahun kelahiran Beato Petrus Faber sekaligus. Seminar dengan judul besar LA CONVERSAZIONE SPITITUALE ini menghadirkan lima pembicara dan dihadiri banyak orang. Berikut ini rangkumannya. 

Dari Cita-cita Manusiawi Menuju Cita-cita Illahi.

Menurut Alfredo Sampaio Costa, SY, salah seorang pembicara, ada dua langkah percakapan spiritual menurut Ignasius. Langkah pertama adalah percakapan demi kebaikan diri pribadi. Langkah kedua adalah percakapan demi kebaikan orang lain. Untuk mengerti apa yang dimaksud dengan langkah pertama, harus melihat dahulu riwayat Ignasius secara umum.

Ignasius –nama aslinya IƱigo Lopez de Loyola- adalah anak seorang bangsawan. Semula ia bercita-cita menjadi seorang ksatria yang tangguh. Karenanya Ignasius menjadi tentara.  Ketika usianya 30 tahun, ia menjadi perwira dalam perang mempertahankan benteng Pamplona melawan tentara Perancis ( Mei 1521). Pada peperangan tersebut, Ignasius terluka parah. Sebuah tembakan meriam menghancurkan lutut kanannya dan melukai kaki kirinya juga.

Ignasius dirawat di Pamplona selama dua minggu. Karena kondisinya makin parah, ia kemudian dibawa ke kampung halamannya, di Azpeitia, Spanyol Utara. Perlu waktu 9 bulan untuk menyembuhkan luka-lukanya. Pada saat itu, Ignatius merasa sakit bukan saja oleh luka-luka yang dideritanya namun juga karena ia merasa kehilangan segalanya: kehormatan diri karena kalah perang dan lebih-lebih kehilangan masa depannya. Singkat kata, harapan dan mimpinya punah sudah.

Selama periode penyembuhan inilah Ignasius mengalami percakapan spiritual dalam dirinya, suatu pergulatan batin yang luar biasa. Dalam pergulatan batin tersebut, Ignasius merasa terbantu dengan banyak membaca buku rohani, termasuk riwayat santo-santo. Ignasius terbakar oleh semangat heroik para santo namun di sisi lain, ia masih sering mengkhayalkan ketenaran dan kesuksesan serta bagaimana meraih hati puteri idamannya dari kalangan istana. Kendati demikian, ia lebih merasakan kedamaian ketika membaca dan memikirkan hidup Kristus dan santo-santo daripada ketika memikirkan karier dan puteri idamannya. Percakapan batin ini menjadi awal pertobatannya, sekaligus menjadi awal diskresi spiritual (pembedaan gerakan-gerakan roh) baginya. 

Sesudah sembuh, Ignasius pergi mengunjungi  biara Benediktin di Montserrat (25 Maret 1522). Percakapan batinnya lebih mengental di biara ini. Pernah, suatu malam ia berdoa dihadapan patung Maria nyaris sepanjang malam. Pada malam itu, di depan patung Maria, ia melepaskan perlengkapan militernya. Ia berjanji tidak akan lagi menjadi tentara biasa, melainkan tentara Kristus. Peristiwa itu seakan menjadi simbol nyata perubahan cita-cita Ignasius: dari cita-cita meraih keinginan duniawi menuju cita-cita illahi. Dan itu terjadi lewat suatu percakapan spiritual yang intensif di dalam dirinya.

Ignasius menuangkan pengalaman spiritualnya dalam tulisan  Ejercicios Espirituales (Latihan Rohani) yang kelak akan menjadi latihan wajib bagi setiap Yesuit.

Untuk Lebih Besarnya Kemuliaan Tuhan.

Percakapan batin demi kebaikan diri adalah fondamen bagi percakapan dengan orang lain. “Hanya pribadi yang memiliki kualitas spiritual tangguh dapat mengadakan percakapan spiritual yang baik dengan orang lain”, papar salah seorang pembicara. Pada tahun 1528,  Ignasius, yang telah memiliki cita-cita baru sebagai tentara Kristus,

memasuki Universitas Paris. Teman sekamar Ignasius di Paris adalah Fransiskus Xaverius dan Petrus Faber. Saat itu usia Ignasius 15 tahun lebih tua dari kedua temannya. Petrus Faber,  sempat ditugaskan untuk membantu mengajar Ignasius di bidang filsafat. Namun lewat percakapan-percakapan spiritualnya, Ignasius justru mengajar Faber soal kehidupan. Ia juga menjauhkan Faber dari pengaruh buruk kawan-kawannya yang jahat. Tentang hal ini Faber memberi kesaksian: “Syukur kepada Penyelenggaraan Illahi bahwa saya harus mengajar filsafat kepada Ignasius orang suci ini. Sebab pada saat yang sama, ia mengajar saya hal-hal tentang Allah. Kami tinggal dalam kamar yang sama, makan dalam satu meja dan berbagi cerita tentang banyak hal. Dia telah membuka mata saya dari keinginan-keinginan gelap dan mengajar untuk menemukan kehendak Allah”.  Percakapan spiritual dengan Faber, merupakan contoh nyata percakapan spritual ala Yesuit: bagaimana lewat suatu percakapan mendalam dari hari ke hari, Ignasius berhasil membawa Faber pada pencerahan batin. Kelak, Ignasius bersama Petrus Faber, Fransiskus Xaverius, serta empat orang lain mendirikan Serikat Yesus.

Untuk menghasilkan suatu percakapan spiritual yang baik dengan orang lain, ada beberapa syarat. Pertama, harus memiliki kemampuan untuk  mendengarkan. Untuk itu, kita musti rendah hati, menaruh hormat dan memperlakukan orang lain dengan kasih. Tentang hal ini Santo Fransiskus Xaverius, seperti dikutip salah seorang pembicara, menambahkan, dalam percakapan dengan orang lain kita tak perlu segan untuk berbicara tentang hal-hal yang berkenaan dengan Allah, termasuk berbicara tentang belas kasih-Nya. Lebih lanjut Fransiskus mengingatkan, hendaknya kita menampilkan wajah yang berseri-seri dalam bercakap-cakap.  

Salah seorang pembicara, Herbert Alphonso, SY., memberikan kesimpulan yang bagus tentang percakapan spiritual ala Yesuit ini: “Dalam percakapan spiritual yang penting bukanlah kata-kata, melainkan pertobatan dalam hidup. Selain itu, seluruh percakapan, tidak diarahkan pada kehebatan si pembicara, melainkan pada keagungan Kristus Tuhan. Karena itu, serikat ini tidak disebut Serikat Ignasius melainkan Serikat Yesus. Dan motto yang kami pegang adalah Ad Maiorem Dei Gloriam, Untuk lebih besarnya kemuliaan Tuhan”, ujar Yesuit asal dari India ini. 

Diperingati di Seluruh Dunia.

Peringatan tiga orang besar ini, menurut Rektor Gregoriana, Gianfranco Ghirlanda SY diperingati di seluruh dunia. Di Italia sendiri sejumlah kegiatan telah dan masih akan dilakukan. Yang menarik, peringatan ini tidak hanya berkisar seputar aktivitas religius tapi mencakup pelbagai bidang seperti: Musik, Olah Raga, Konperensi dan Diskusi.

Menurut Romo Petrus Puspobinatmo, SY. peringatan yang sama dilakukan juga di Indonesia. Misalnya, dalam rangka peringatan ini telah diterbitkan beberapa buku, di antaranya buku Bersama dalam Pengutusan – Cara Hidup Yesuit dengan Romo Hartono Budi, SY sebagai penyuntingnya. Buku lain yang diterbitkan dalam rangka yang sama adalah: Jesuit Magis – Pengalaman Formasi 6 Jesuit Awal, ditulis oleh Romo Leo A. Sardi, SY. “Peringatan tiga orang besar Yesuit ini memang penting artinya bagi kami, para Yesuit”, ujar mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Gregoriana ini. 

Memperingati orang-orang besar bukanlah sekedar mengetahui riwayat hidup mereka. Dengan mengenang kehidupan mereka, kita seperti dihadapkan pada suatu peta kehidupan indah yang mengundang kita untuk turut terjun dalam jejak perjalanan mereka.

Heri Kartono (Dimuat di majalah HIDUP, 26 Maret 2006).