Monday, September 29, 2008

Sr. Lita OSU


MASUK 10 BESAR.

“Wah, kalau ada penggantinya sih, saya lebih suka balik ke Indonesia!”, cetus Lita Monika OSU, tentang dirinya. Suster kelahiran Jakarta, 9 Maret 1960 ini, sudah 7 tahun bekerja sebagai ekonom di pusat Ursulin di Roma. Menurutnya, mencari suster yang mau dan mampu untuk mengurus seluruh keuangan konggregasi bukanlah pekerjaan gampang.

Bagi sarjana ekonomi Atmajaya ini, pekerjaan sebagai bendahara tidak terlalu asing. Sebelum masuk suster, Lita pernah bekerja lima tahun di perusahaan Swiss di bagian keuangan. Bahkan ketika ia bertugas di Afrika Selatan sebagai Ursulin, Lita juga antara lain mengurus keuangan.  “Kayaknya urusan saya memang selalu tidak jauh dari duit”, kata suster berkaca-mata minus ini sambil tertawa renyah. Ia mengaku betah tinggal di Roma, namun ia memilih bekerja di tanah air bila ada penggantinya.

Ketika disinggung tentang Ursulin yang sudah lebih 150 tahun berkarya di Indonesia, Lita berkomentar: “ Ursulin tersebar di lebih 30 negara. Saya bangga bahwa di Indonesia Ursulin juga berkembang dengan bagus. Ursulin tidak hanya berkarya di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, tapi juga di pelosok tanah air seperti di Agats, Papua!”, katanya bersemangat. Sesaat kemudian Lita menambahkan: “Yang ini jangan bilang-bilang ya, dari segi finansial, Ursulin Indonesia nggak bikin malu lho, soalnya masuk 10 besar!”, bisik Lita dengan mata berkedip-kedip.

Heri Kartono. 

Sunday, September 28, 2008

Basilika Santo Paulus Roma


BASILIKA SEORANG RASUL BESAR

Di Roma terdapat empat basilika agung: Basilika St. Petrus, St. Yohanes  Lateran, Maria Maggiore dan Basilika Santo Paulus. Yang terakhir ini biasa disebut dengan nama resmi: Basilica di San Paolo fuori le Mura (Basilika Santo Paulus di luar tembok). Disebut demikian karena terletak di luar tembok kota Roma.

Menurut ceritera, Santo Paulus dieksekusi dengan cara dipenggal kepalanya di Roma. Hal itu terjadi saat kaisar Nero berkuasa. Para pengikut Paulus menguburkan jenasahnya serta membuat suatu peringatan di atas makamnya, cella memoriae. Orang-orang kristiani purba kerap berjiarah ke makam rasul besar ini.

Di atas makam inilah Kaisar Konstantinus mendirikan gereja Santo Paulus yang pertama (Nopember 324). Pada tahun 386, Kaisar Theodosius membangun basilika yang lebih besar, setelah sebelumnya meruntuhkan gereja pertama. Menurut catatan yang tertulis dalam tiang utama, basilika ini diberkati pada tahun 390 namun pembangunannya sendiri baru selesai tahun 395 pada masa Kaisar Honorius memerintah.

Gereja megah ini dalam perjalanan sejarah, mengalami beberapa kali renovasi. Gereja ini juga beberapa kali mengalami kerusakan. Pada abad ke-sembilan, saat terjadi penyerbuan Saracen, basilika mengalami kerusakan berat. Namun, kerusakan paling parah terjadi pada tanggal 15 Juli 1823. Saat itu basilika nyaris musnah dilahap si jago merah. Hal ini disebabkan kelalaian seorang pekerja yang sedang memperbaiki atap gereja. Selain gereja, turut juga terbakar barang-barang bersejarah yang telah tersimpan selama 1.435 tahun di dalamnya.

Paus Leo XII menunjuk sebuah komisi untuk membangun kembali basilika dengan ukuran yang sama dengan sebelumnya. Seluruh dunia bahu membahu mendirikan kembali basilika bersejarah ini. Viceroy dari Mesir mengirim pilar-pilar batu pualam, Kaisar Rusia menyumbang barang-barang berharga untuk tabernakel sementara bagian utama diselesaikan atas bantuan pemerintah Italia.

Basilika Santo Paulus dibuka kembali pada tahun 1840. Kendati demikian, pemberkatan serta peresmiannya baru dilakukan limabelas tahun kemudian oleh Paus Pius IX.  Saat itu hadir sekurangnya lima puluh kardinal.

Patut dicatat, bersebelahan dengan basilika dibangun sebuah beranda oleh keluarga Vassalletti (1208-1235). Sebuah puisi tertulis dalam beranda tersebut yang menggambarkan kehidupan para rahib. Para rahib memang tinggal di biara sekaligus menjadi penjaga basilika.

Sebagai daya tarik pengunjung, di kompleks basilika, terdapat juga museum serta toko souvenir. Bila sekedar ingin membeli barang-barang religius seperti rosario atau salib, tidak disarankan membeli di tempat ini. 

Megah.

Basilika Santo Paulus di luar tembok merupakan gereja terbesar kedua sesudah basilika Santo Petrus di Vatikan. Basilika St. Paulus memiliki panjang 131.66 meter, lebar 65 dan tinggi nyaris 30 meter. Dengan 80 tiang-tiang besar yang terdapat di bagian depan gereja, basilika ini terasa megah. Di bagian depan kanan basilika, terdapat pintu suci yang hanya dibuka pada tahun-tahun jubileum saja atau setiap 25 tahun sekali. Sementara di sayap pintu utama terdapat patung St. Petrus dan Paulus hasil karya Gregorio Zappala (abad 19).

Ada yang unik dalam gedung basilika ini. Di sekeliling basilika, bagian atas, terdapat lukisan mosaik setiap Paus. Sejak Paus pertama, yaitu Santo Petrus, hingga Paus yang kini bertahta, Benediktus XVI terdapat gambarnya. Dengan demikian, sudah ada 265 gambar Paus terdapat di dalam tempat khusus tersebut. Kalau kita perhatikan, hanya tinggal beberapa tempat saja yang tersisa. Konon, bila semua tempat telah terisi, maka duniapun akan kiamat….

Paulus adalah rasul besar yang amat berjasa menyebarkan ajaran Kristus. Basilika megah yang kokoh berdiri adalah bukti penghormatan nyata atas jasa-jasa Paulus. Berjiarah ke tempat ini mengingatkan kita akan perjuangan serta pengorbanan Paulus yang luar biasa demi gereja, demi kita semua.

Heri Kartono OSC.

(Dimuat di majalah MENJEMAAT, Medan, edisi Nopember 2008)

Thursday, September 25, 2008

Agats-Asmat 3


50 TAHUN DALAM KEPRIHATINAN

Tahun 2008 ini Ordo Salib Suci (OSC) merayakan 50 tahun kehadiran mereka di Agats-Asmat. Saat yang seharusnya ditandai dengan syukur dan kegembiraan ini berubah menjadi keprihatinan. Pasalnya, biara induk kebanggaan mereka belum lama ini musnah terbakar 13/08/08. Hanya sedikit bangunan yang tersisa.

Biara besar tersebut dibangun secara bertahap 42 tahun yang lalu. Biara yang memiliki lebih dari 30 kamar ini dihuni oleh para imam, serta bruder OSC. Sebagian biara digunakan sebagai tempat pendidikan para postulan. Selain itu biara ini juga berfungsi sebagai tempat peristirahatan para imam dari pedalaman. “Imam-imam dari Atsj selalu menginap di biara ini”, kenang Pastor Bowo OSC.

Pastor Tom Carkhuff OSC, propinsial Ordo Salib Suci Amerika Serikat yang membawahi OSC Papua, secara khusus datang meninjau (6-13 September). Tom bersama saudara-saudara OSC di Agats selama beberapa hari berunding membicarakan kelanjutan OSC di tanah Papua. Mereka sepakat untuk membangun kembali biara di atas puing-puing biara lama. “Biara ini mempunyai nilai historis dan keberadaan kami dibutuhkan oleh masyarakat di sini”, papar Pastor Rudy Rumlus OSC memberi alasan.

Lima puluh tahun yang lalu, empat biarawan OSC tiba di Agats-Asmat (Desember 1958). Selama lebih dari dua bulan P. Frank Pitka OSC, P. Delmar Hesch OSC, Br. Joseph de Louw OSC serta Br. Clarence Neuner OSC berlayar dari pelabuhan di Los Angeles, USA menuju Indonesia. Pada awalnya biarawan Salib Suci ini membantu misionaris MSC yang telah lebih dahulu merintis karya di Asmat (1952). Dalam perkembangannya kemudian, semakin banyak anggota OSC yang datang dari USA dan bekerja di tanah berlumpur ini. Pada gilirannya, misionaris MSC menyerahkan tanah misa Asmat ke tangan OSC (1 Nopember 1961).

Pada 21 Agustus 1969, Agats diumumkan menjadi keuskupan tersendiri, lepas dari Keuskupan Agung Merauke. Vatikan menunjuk Mgr. Alphonsus Sowada OSC sebagai uskup pertama keuskupan baru ini. Ia ditahbiskan sebagai uskup pada 23 Nopember 1969. Mgr. Sowada OSC bertugas hingga tahun 2002 untuk kemudian diganti Mgr. Aloysius OFM hingga kini.

Lima puluh tahun bukanlah waktu yang singkat. Puing-puing biara yang terbakar seakan menjadi saksi bisu sepak-terjang biarawan OSC di wilayah rimba raya Papua. “Biara kami habis terbakar, namun semangat serta tekad kami untuk meneruskan pengabdian di tempat ini tidak ikut terpuruk bersamanya!”, ujar P. Charles Loyak OSC meyakinkan.

Heri Kartono. (Dimuat Majalah HIDUP , 21 September 2008).

 

Wednesday, September 17, 2008

25 Tahun Ursulin di Asmat


SEMPAT JADI PASTOR PAROKI!

Bulan Oktober tahun ini Ursulin memperingati 25 tahun karya mereka di tanah Asmat, Papua. Pionir mereka, Sr. Pauline Gani OSU, memulai karya di bidang pastoral di paroki Ewer (1983). “Berbagai keterampilan praktis, seperti mengurus rumah tangga, kesehatan ibu dan anak serta pengenalan angka-angka uang diajarkan oleh Sr. Pauline”, kenang Sr. Yosefina OSU, sekretaris Uskup. Tahun berikutnya (1984) dua suster OSU datang membantu, yaitu Sr. Annunciata Filon OSU dan Sr. Lorenza Fernandez OSU. Mereka semua bertugas di bidang pastoral, termasuk menjadi pastor paroki Ewer. “Waktu itu paroki Ewer tak ada imamnya”, lanjut Fina.

Ursulin berkarya di keuskupan Agats-Asmat adalah atas permintaan Mgr. Alfons Sowada OSC, Uskup Agats saat itu. Propinsial Ursulin, Sr. Jeannette Krista OSU menanggapi permintaan tersebut dengan mengutus Sr. Pauline Gani OSU dan Sr. Helena Iskandar OSU sebagai observator. Rupanya kunjungan dua observator ini amat berkesan. Selanjutnya Ursulin menugaskan Sr. Pauline Gani merintis karya di Asmat.

Saat ini ada 4 suster Ursulin yang bertugas di Agats. Keempatnya bertugas membantu di pusat Keuskupan. Sr. Korina Ngoe bertugas sebagai Ketua Yayasan Yan Smith sekaligus Delegatus Pendidikan; Sr.Fransisca Pandong bertugas sebagai Kepala Sekolah SMP St. Yohanes Pemandi; Sr. Aloysia Tena membantu di Prokurator Keuskupan dan Sr. Yosefina Itu bertugas sebagai Sekrup alias Sekretaris Uskup.

Keempat Ursulin ini sepakat untuk meneruskan karya mereka di daerah berlumpur ini. Banyak hal mendasar perlu di benahi. Di bidang pendidikan, misalnya, wilayah ini tertinggal jauh dibanding daerah lainnya di Indonesia. “Di daerah ini tidak sedikit anak SD, bahkan SMP, masih belum bisa membaca dengan lancar. Hal ini tidak mengherankan karena pendidikan masih belum dianggap penting, baik oleh anak maupun orang tua!”, ujar Sr. Fransisca Pandong OSU memberi gambaran. Sementara Sr. Yosefina berharap bahwa kehadirannya dapat memberi andil pada perubahan sistem kerja serta kebiasaan yang kurang positif baik di masyarakat maupun di lingkungan keuskupan Agats sendiri. 

Peringatan 25 tahun kehadiran Ursulin di Agats-Asmat ditandai dengan beberapa kegiatan, antara lain rekoleksi untuk para Ibu serta kaum muda di paroki Katedral. Adapun puncak peringatan diadakan pada 12 Oktober 2008 dengan Misa Syukur, bertepatan dengan kunjungan pastoral Duta Besar Vatikan, Mgr. Leopoldo Girelli di Keuskupan Agats.

Heri Kartono,OSC (Dimuat di Majalah HIDUP No.39, 28 September 2008).

Foto: Sr.Yosefina, Sr.Aloysia dan Sr.Fransisca (Sr.Korina saat itu sedang mendampingi Uskup turne ke paroki Pirimapun).

Tuesday, September 16, 2008

Tasia


BERPRESTASI KENDATI TANPA PAPI

Teman-teman pasti pernah mengalami, saat kita piknik atau berkumpul bersama papi dan mami, pasti deh menyenangkan. Nah, sahabat kita yang satu ini, nasibnya kurang beruntung. Ketika Tasia baru berusia 6 tahun, papi tercinta dipanggil Tuhan. “Sedih deh rasanya ditinggal papi. Lagian, kasian mama harus kerja sendirian!”, ujar Anastasia Maria Giovani mengenang papi tercintanya.

Meskipun ditinggal papi, Tasia tetap berprestasi lho. Tidak tanggung-tanggung Tasia sudah berhasil mengumpulkan 140 piala di rumahnya! Hebat kan? Piala-piala itu disimpan di lemari khusus di rumahnya. Piala sebanyak itu ia peroleh dari 4 bidang yang berbeda, yaitu lomba nyanyi, menggambar, Fashion Show dan Photogenic. Sahabat kita ini memang dikaruniai banyak talenta. Tasia sudah mulai mengikuti perlombaan sejak usia 4 tahun ketika papinya masih hidup.

Dari lomba-lomba yang pernah ditempuhnya, ada dua yang membanggakannya. Pertama adalah lomba gambar di India. Tasia mendapat silver medal alias medali perak. “Saya senang sekali dengan piala ini karena dari luar negeri”, kata gadis penggemar Mie Baso pedes ini. Lomba kedua yang juga dibanggakannya adalah AFI Junior Indonesia 2005. Pada lomba ini, Tasia masuk 20 besar. “Masuk 20 besar dari ribuan peserta, tetap membanggakan, apalagi masuk televisi”, ujar Tasia tersenyum lebar.

Meskipun tergolong masih cilik, Tasia sudah terbiasa berjalan di atas cat walk, itu tuh…tempat berjalan untuk Fashion Show. Tasia tidak ingat berapa piala ia peroleh dari lomba ini. Untuk lomba yang satu ini, ada berbagai jenis pakaian yang pernah ia kenakan. Tapi, pakaian yang paling ia sukai adalah jenis casual dan baju-bodo, salah satu pakaian tradisional Indonesia.

Saat ditemui di sekolahnya, SD Maria Bintang Laut, Bandung, Tasia terlihat agak malu-malu. “Tasia kelihatan pemalu tapi kalau sudah bernyanyi di panggung, wah…lincah sekali! Percaya dirinya amat tinggi!”, kata ibu Lanny, Kepala Sekolah tempat Tasia menimba ilmu. Prestasi Tasia yang luar biasa rupanya menjadi kebanggaan sekolahnya. Menurut catatan sekolah, Tasialah murid yang paling banyak mengumpulkan piala.

Dengan prestasinya yang begitu meyakinkan, Tasia patut menjadi kebanggaan sekolah maupun keluarganya. Tasia sendiri tidak merasa sombong dengan kemampuan yang dimilikinya. Bagi Tasia, prestasi yang ia capai merupakan balasan pada kebaikan maminya sekaligus kecintaan pada mendiang papinya. Maju terus Tasia!

Heri Kartono, OSC (Dimuat di Rubrik Anak-anak majalah HIDUP, 19 Oktober 2008).

 

BOX:

  1. Nama Lengkap     : Anastasia Maria Giovani.
  2. Tempat/Tgl lahir: Bandung, 11 Oktober 1996.
  3. Kelas                       : VI SD Maria Bintang Laut, Jln. Kebonjati 209 Bandung.

 

 

j.Bagas Anindityo


BERAWAL DARI ISENG

Suasana Misa pertama Pastor Fx. Herry Sailan, OSC (29/08/08) mendadak menjadi istimewa saat seorang bocah menyanyikan lagu Sembah Baktiku dengan sangat bagus. Pemilik suara emas tersebut ternyata kawan kita, Joan Bagas Anindityo.

Soal tarik suara, untuk Bagas rupanya bukan hal yang baru. Kalau adik-adik suka nonton televisi, apalagi menyaksikan acara AFI Junior yang lalu, kemungkinan besar adik-adik pernah melihat wajah Bagas. Ya, Bagas Anindityo memang beberapa kali muncul di televisi. Maklum, ia berhasil masuk AFI Junior 2008 sampai 4 besar dari ratusan atau mungkin ribuan peserta.

Menurut ibu Bagas, seorang guru di SMU Katolik Bandung, Bagas sudah kelihatan senang bernyanyi sejak usia 2 tahun. Meski demikian, Bagas baru sungguh-sungguh menekuni bakatnya yang satu ini saat ia duduk di kelas V SD Santa Maria, Cimahi. Ia mulai belajar vokal dibawah bimbingan kak Daud J.Pamej. Sejak itu prestasinya di bidang tarik suara langsung menonjol. Dalam waktu singkat ia berhasil meraih belasan kali penghargaan, termasuk Anugerah Bintang Prestasi, Astro Ceria, TV Astro (2008).

Mungkin adik-adik ingin tahu, bagaimana kawan kita ini bisa masuk AFI Junior? Rupanya itu berawal dari iseng. Suatu saat Bagas melihat acara AFI Junior di televisi. Secara spontan ia berkata pada orang tuanya bahwa ia ingin mencoba ikut. Waktu itu orang tuanya tidak terlalu yakin namun juga tidak melarang. Maka diantar kedua orang tuanya, Bagas ikut audisi, itu tuh semacam tes awal lomba menyanyi. Bagas beruntung. Ia dinyatakan baik dan boleh mengikuti tahap selanjutnya.

Beberapa kali ibunya berpesan: “Tampilah sebagus mungkin. Soal kalah atau menang jangan risaukan!”. Pesan ibunya ini ia ingat baik-baik. Dan karena pesan tersebut, sebagaimana disaksikan di layar TV, Bagas selalu tampil santai dan lepas, meskipun tahu bahwa penampilannya disaksikan pemirsa di seluruh Indonesia!”.

Bagas nampaknya memang berbakat. Ia lolos terus ke jenjang selanjutnya. Ini menggembirakan sekaligus mencemaskan. Lho, kok bisa? Iya, soalnya saat itu, acara AFI Junior bersamaan waktunya dengan UAN (Ujian Akhir Nasional). Bagas yang saat itu masih duduk di kelas VI SD, memutuskan untuk tetap meneruskan lomba AFI Junior. Pernah lho, selesai  tampil, dalam perjalanan pulang ke Bandung, Bagas harus belajar keras di mobil. “Untung ibuku seorang guru, jadi bisa ikut membimbing aku”, ujar siswa penggemar Pizza ini.

Sejak sering tampil di televisi dan masuk sampai 4 besar AFI Junior, nama Bagas menjadi populer di sekolahnya. Bagi Bagas sendiri pengalaman mengikuti lomba tersebut makin menumbuhkan kepercayaan dirinya. Kepercayaan diri ini pula yang membuat Bagas berani menyiapkan album pertamanya.

Kini Bagas duduk di kelas 1 SMP Santa Ursula, Bandung. Hobinya naik sepeda dan berenang tetap ia lakukan secara teratur. Yang pasti, ia masih terus bernyanyi, termasuk menyanyikan lagu-lagu Mazmur, memuji Tuhan di Gereja Parokinya, Santo Ignasius, Cimahi.

Heri Kartono, OSC

Box:

  1. Nama              : Joan Benoito Bagas Anindityo
  2. Tpt/Tgl lahir: 18 Februari 1996.
  3. Sekolah          : Klas I, SMP St. Ursula, Jln.Taman Anggrek 1, Bandung.

Friday, September 5, 2008

Paulus Sundaru


MELESTARIKAN KEBAIKAN

“Pak Sundaru, ini uang dari keluarganya Pastor Van der Pol, OSC. Tolong bagikan untuk orang-orang miskin ya!”, begitu ujar Pastor Limijarta Pr sambil menyerahkan uang senilai 36 juta rupiah. Jan van der Pol adalah pastor paroki Ciledug-Cirebon. Ia dikenal amat memperhatikan umat yang tak mampu dan kerap memberi bantuan, semasa hidupnya.

Saat menerima uang tersebut, Paulus Sundaru berkata: “Apakah boleh saya lestarikan dana ini sehingga bantuan kepada orang miskin dapat terus berlanjut?”, kata Sundaru spontan. Pastor Limijarta akhirnya menerima gagasan Sundaru setelah mendengar penjelasan serta rencana Sundaru dengan uang tersebut. Menurut Sundaru, membagi-bagi uang itu gampang. Namun, menurutnya, akan lebih bermanfaat bila uang tersebut dikelola serta dijadikan modal untuk berbuat kebaikan.

Bersama beberapa tokoh Katolik paroki Ciledug, Sundaru kemudian membentuk Yayasan Sosial Van Der Pol. Tujuan yayasan ini adalah membantu orang-orang yang tak mampu, khususnya di wilayah paroki Ciledug-Cirebon, sebagaimana dahulu dilakukan oleh almarhum Pastor Van der Pol. Bantuan antara lain berupa pemberian bea siswa, pinjaman tanpa bunga untuk modal kerja, bantuan untuk orang sakit, orang meninggal. “Tidak jarang saya musti nombok dari kantong sendiri!”, tutur pria kelahiran 7 September 1958 ini.

Kini, setelah 9 tahun berjalan, yayasan Van der Pol makin maju. Dana yang dimiliki saat ini lebih dari 100 juta rupiah. Paulus Sundaru nampaknya tidak hanya pandai mengelola uang, namun lebih-lebih berhasil melestarikan kebaikan Pastor Van der Pol lewat yayasan yang dikelolanya.

Heri Kartono, OSC. (Dimuat di HIDUP, edisi 7 September 2008).

Monday, September 1, 2008

Virgil Petermeier, OSC



SISI LAIN MUSIBAH

Saat mendengar berita terbakarnya biara Salib Suci (13/08), Pastor Virgil Petermeier OSC sedang dalam perjalanan dari Atsj ke Agats dengan speedboat. Mendengar berita tersebut Virgil sempat syok dan amat terpukul. Ia bayangkan bahwa arsip-arsip serta barang berharga yang ada di kamarnya habis terbakar.

Dua jam kemudian, ia tiba di Agats (Papua) dan menyaksikan pemandangan yang memilukan hatinya. Biara kebanggaan,  yang telah ditempatinya lebih dari 30 tahun itu luluh lantak dimakan si jago merah. Maklum, seluruh bangunan terbuat dari kayu yang mudah terbakar. Biara besar ini merupakan biara induk OSC di Papua, sekaligus menjadi rumah singgah para imam dari pedalaman dan sebagian lagi ditempati para calon imam OSC. Dari keseluruhan biara, hanya sebagian kecil bangunan berhasil diselamatkan. Ia lihat kamarnya rata dengan tanah, tak menyisakan apapun juga. Tanpa ia sadari, ia menitikan air mata.

Dalam suasana duka itu, Virgil sempat terhibur oleh banyaknya simpati yang ditunjukkan orang. Pemerintah setempat langsung mengulurkan sejumlah bantuan. Masyarakat, tetangga, termasuk umat muslim secara suka rela datang dengan membawa macam-macam bantuan darurat. Ia mendengar juga bahwa anak-anak sekolah ikut bekerja keras menyelamatkan barang-barang, berpacu dengan cepatnya api yang menjalar. Ternyata, hampir semua barang-barang Virgil berhasil diamankan, sebelum kamarnya ludes dimakan api.

Sebagai pimpinan OSC di Papua, Virgil (60) berharap bahwa biara dapat dibangun kembali, entah dalam bentuk apapun. Yang pasti, ia sudah menerima uluran kasih dari beberapa dermawan, termasuk dari Keuskupan Agung Jakarta. Banyaknya bantuan, dukungan serta simpati yang ia terima, merupakan sisi lain dari musibah yang tak mungkin ia lupakan.

Heri Kartono (Dimuat Majalah HIDUP edisi 21 September 2008).