Friday, November 21, 2008

Tradisi Pohon Natal






POHON NATAL DAN LEGENDA BONIFASIUS

Kisah kelahiran Yesus diceriterakan dalam Injil. Namun Injil tak bicara soal perayaan Natal. Tradisi Natal, termasuk Pohon Natal, baru muncul kemudian. Sebagian tradisi Natal diambil alih dari tradisi kafir. Haruskah kita menolaknya?

Sekitar tahun 1600-an, perayaan Natal pernah dilarang resmi di Inggris dan di beberapa negara koloninya. Pasal-nya, hari raya Natal dianggap sebagai hari raya orang kafir. Hal ini terutama karena pengaruh pandangan Protestan pada masa itu. Kendati dilarang, masyarakat yang sudah terlanjur cinta perayaan Natal, tak bisa dibendung untuk tetap merayakannya. Dan pesta ini tetap berlangsung hingga kini.

Hari Raya Natal sebagai perayaan kristiani dan hal-hal yang berkaitan dengan tradisi Natal, sampai hari ini masih diperdebatkan oleh sekelompok kecil orang. Beberapa orang non-kristiani malah sempat melontarkan tuduhan pembohongan publik berkaitan dengan Natal. Salah satu tradisi yang tergolong baru adalah Tradisi Pohon Natal. Kebiasaan yang sudah amat popular inipun masih sering dipertanyakan orang. Aliran Gereja tertentu malah mengharamkan tradisi ini. 

Amat Digemari.

Injil Lukas menceriterakan kisah kelahiran Yesus lengkap dengan kisah malaikat dan gembala-gembala. Sementara Matius menceriterakan tiga orang bijak dari Timur yang berjalan mengikuti bintang terang yang menunjukkan dimana Yesus berada. Injil menyebutkan bahwa Yesus lahir pada jaman Herodes berkuasa, namun tidak menulis tanggal persis kelahiran-Nya. Injil juga tak pernah menulis tentang kebiasaan merayakan hari kelahiran Yesus. 

Natal atau Perayaan kelahiran Yesus baru mulai tercantum dalam kalender Romawi pada tahun 336, atau 300 tahun lebih sesudah kematian Yesus. Tanggal 25 Desember yang ditetapkan sebagai Hari Raya Natal, pada awalnya merupakan perayaan hari kelahiran dewa matahari. Orang kristiani yang menyebut Kristus sebagai Terang Dunia mengambil alih pesta ini sebagai hari Natal, kelahiran Yesus. 

Perayaan Natal nampaknya cepat digemari umat kristiani. Pada tahun 1100 Natal sudah menjadi perayaan keagamaan paling penting di Eropa. Seiring dengan hal itu muncul juga pelbagai tradisi yang berkaitan dengan Natal. Santo Fransiskus, misalnya, memulai tradisi membuat kandang Natal pada tahun 1223. Waktu itu ia membuat dekorasi kandang Natal di Gereja Greccio dekat Asisi, Italia. Pada mulanya, ia hanya meletakkan tiga tokoh Natal, yaitu Yesus, Maria dan Yosef di dalam kandang. Pada tahun-tahun selanjutnya ia menambahkan tokoh-tokoh lain seperti para gembala, hewan ternak, Tiga Raja dari Timur dan malaikat. Kini tradisi ini dikenal hampir di seluruh dunia.

Pohon Natal dan Legenda St. Bonifasius.

Salah satu tradisi yang juga dikenal luas adalah tradisi pohon Natal. Pohon Natal biasanya berupa pohon cemara (asli maupun plastik) dihias dengan lampu warna-warni serta segala pernak-perniknya. Tradisi ini mulai di negeri Jerman pada abad ke-16. Menurut legenda, Santo Bonifasius suatu hari bertemu sekelompok orang yang akan mempersembahkan seorang anak kepada dewa Thor di sebuah pohon oak. Untuk menghentikan perbuatan jahat itu, secara ajaib Bonifasius merobohkan pohon oak dengan pukulan tangannya. Di tempat pohon oak yang roboh itu tumbuhlah sebuah pohon cemara. Bonifasius menganggap pohon cemara tersebut sebagai lambang iman kristiani. Dari legenda inilah kemudian lahir tradisi pohon Natal.

Sebelum berkembang dalam tradisi kristiani, pohon cemara sudah lama digunakan dalam perayaan keagamaan oleh bangsa Romawi. Pohon ini digunakan dalam perayaan peringatan kelahiran dewa matahari. Mereka menghiasi pohon cemara dengan hiasan-hiasan serta topeng-topeng kecil. Pohon cemara dipakai antara lain karena memiliki makna simbolik.

Pada musim dingin, ketika daun-daun pohon mulai menguning dan kemudian berguguran, pohon cemara tetap hijau daunnya. Karenanya pohon cemara yang evergreen, selalu hijau ini dianggap cocok melambangkan kehidupan yang terus menerus. Makna ini juga cocok dengan keyakinan hidup kekal dalam agama kristiani. Makna simbolik pada gilirannya makin memperkokoh keberadaan tradisi pohon Natal kristiani. 

Dari Jerman, tradisi pohon Natal menyebar ke berbagai tempat lain. Ketika Ratu Viktoria dari Inggris menikah dengan Pangeran Albert dari Jerman (10/02/1840), tradisi pohon Natal ini dengan cepat menjalar juga di Inggris. Ratu Viktoria memang amat menyukai tradisi ini. Pada akhir abad ke-19, tradisi pohon Natal praktis sudah dikenal luas dimana-mana. Industri yang memproduksi hiasan berupa pohon Natal makin mempopulerkan tradisi ini. Salah satu Pohon Natal yang terkenal adalah yang ada di Rockefeller Centre, New York karena amat besar dan menarik. Pohon Natal yang dipasang di lapangan Santo Petrus, Vatikan, juga menarik karena tingginya. Indonesia dan Filipina yang amat terpengaruh tradisi Barat menyukai tradisi pohon Natal. Namun tidak semua tempat menyukai pohon Natal. Di Afrika Selatan, keberadaan pohon Natal kurang dikenal; sementara masyarakat India lebih memilih pohon mangga dan pohon pisang daripada cemara.

Kerinduan Manusia.

Pohon cemara yang evergreen, selalu hijau, adalah lambang kehidupan yang terus berlangsung, abadi. Pohon Natal sering juga disebut Pohon Terang karena penuh dengan cahaya benderang. Dalam Kitab Suci, terang acapkali digunakan sebagai simbol kehidupan surgawi, bersih tanpa dosa. Sebaliknya, kegelapan adalah lambang kehidupan yang penuh dengan gelimang dosa. 

Pohon Natal sepertinya menyentuh hati umat manusia karena memiliki makna simbolik yang pas. Pohon Natal seolah-olah menyiratkan kerinduan manusia akan dunia surgawi, dunia yang damai dimana segala sesuatu adalah anugerah dan rahmat. Merayakan Natal tanpa Pohon Natal bukanlah sesuatu yang penting. Namun, merayakan Natal tanpa kerinduan hati akan perdamaian, barulah sesuatu yang patut  dipertanyakan. Selamat Natal.

Heri Kartono,OSC (Dimuat di Majalah Fraternite edisi Desember 2007)

 

Friday, November 14, 2008

Kunjungan ke Mesjid di Roma


MESJID AGUNG TANPA PENGERAS SUARA

Biarawan/wati baru saja mengadakan kujungan ke Mesjid di kota Roma. Kunjungan ini selain amat dihargai, juga dinilai turut menciptakan hubungan baik antara umat Islam dan Katolik di kota Roma.

Sebanyak 72 biarawan/wati berkunjung ke mesjid kota Roma (08/11/08). Kunjungan ini diprakarsai oleh USG/UISG, wadah yang membawahi semua kongregasi Katolik.

Mesjid Roma terletak di kaki bukit Parioli, sebelah utara kota, tidak jauh dari stadion olah raga. Kompleks mesjid ini sekaligus juga berfungsi sebagai Pusat Kebudayaan Islam di Italia. Bapak Omar Kamaleti, salah seorang pengurus mesjid, menerima serta memandu kami. Pengunjung wanita diminta menutup kepalanya dengan kain. Saat memasuki mesjid, kami semua diminta melepaskan sepatu kami, sesuatu yang aneh bagi sebagian pengunjung. Sambil berkeliling, Pak Omar menjelaskan seluk-beluk isi mesjid. Sesudahnya, acara dilanjutkan dengan tanya-jawab terbuka. 

Terbesar di Eropa

Mesjid yang berdiri di atas tanah seluas 30.000 m2 ini merupakan yang terbesar di Eropa. Tanah merupakan sumbangan dari pemerintah kota Roma, diberikan pada tahun 1974. Namun peletakan batu pertama, baru dilakukan sepuluh tahun kemudian. Raja Feysal dari Arab Saudi merupakan penyokong dana terbesar pembangunan mesjid ini. Selain Arab Saudi, sebanyak 22 negara lain ikut membantu mendanai, termasuk Indonesia. Dalam prasasti yang dipasang di luar tembok mesjid, terdapat daftar 23 negara penyumbang. Indonesia ada dalam urutan ke sembilan. Seluruh kompleks mesjid selesai dibangun dan diresmikan pada tanggal 21 Juni 1995.

Mesjid Roma tidak hanya digunakan untuk kegiatan sembahyang, tapi juga untuk banyak kegiatan lain seperti: perkawinan, upacara pemakaman, juga pelbagai seminar/kongres. Maklum, kompleks ini memiliki banyak fasilitas yang memadai, termasuk perpustakaan dan ruang-ruang pertemuan. Pada saat ini, imam yang bertanggung-jawab atas mesjid di Roma adalah Ala Eldin Mohamed Ismail el Ghobashy dari Mesir.

Konon agama Islam sudah masuk Italia sejak abad ke 7, khususnya di Sicilia, Sardinia dan beberapa kawasan di semenanjung Italia. Sejak tahun 1300, keberadaan umat Islam di Italia tidak terdengar lagi.

Pada tahun 1970-an, ketika gelombang imigran dari Afrika Utara yang beragama Islam datang, agama Islam mulai dikenal lagi di Italia. Pada awalnya, para imigran datang dari Maroko, namun kemudian juga dari Albania. Pada tahun-tahun terakhir, mulai berdatangan imigran dari Mesir, Tunisia, Senegal, Pakistan. Tidak sedikit di antara mereka merupakan pendatang gelap. Sebuah sumber menyebut 40 % di antara imigran adalah illegal.

 Saat ini diperkirakan ada satu juta umat Islam di seluruh Italia. Dari jumlah itu, sekitar 50.000 orang memiliki kewarga-negaraan Italia. Orang Italia asli yang memeluk agama Islam, tidak lebih dari 10.000 jiwa. Umat Islam Italia bernaung dalam beberapa organisasi, antara lain AMI, Assemblea Musulmana d’Italia dan CCII, Centro Culturale Islamico d’Italia.

Tanpa Pengeras Suara

Atas pertanyaan seorang peserta, Omar menjelaskan bahwa Mesjid di Roma tidak dilengkapi dengan pengeras suara. “Masyarakat di sekitar mesjid tidak ada yang beragama Islam. Jadi kami tidak perlu menggunakan pengeras suara!”, paparnya. Hal lain yang cukup menarik adalah soal puasa bagi umat Islam. Di Roma, juga di Eropa pada umumnya, bulan puasa bisa menjadi amat berat bagi umat Islam. Pada musim panas, matahari terbit amat cepat dan tenggelam amat lambat. “Di Roma pada bulan Juli, matahari bisa terbit jam 5 pagi dan tenggelam jam 9.30 malam. Padahal, kami berpuasa sejak terbitnya matahari hingga tenggelamnya”, ujar Omar disambut tawa hadirin.

Pada kesempatan itu Omar Kamaleti juga menuturkan bahwa secara umum agama Islam masih kurang dimengerti dengan baik di Italia bahkan ditakuti. Maklum, sebagian besar umat Islam di Italia adalah imigran yang miskin, penyebab munculnya beberapa masalah sosial. Selain itu, adanya publikasi kekerasan dan terorisme yang seolah-olah dilakukan orang Islam, makin menyudutkan nama Islam. Omar menyayangkan bahwa persoalan sosial, politik dan ekonomi kerap dicampur adukkan dengan persoalan agama. Omar yakin dengan terjadinya interaksi yang lebih baik (seperti kunjungan 72 biarawan/ wati ke mesjid), Islam bisa diterima dan diperlakukan  lebih baik pula.

Heri Kartono, OSC (Dimuat di majalah HIDUP edisi: 07 Desember 2008; Foto: Omar Kamaleti sedang memperagakan cara sembahyang umat Islam).

 

 

Wednesday, November 12, 2008

Lingkaran Adven


TRADISI LINGKARAN ADVEN

Dalam lingkungan gereja, ada begitu banyak tradisi serta simbol yang menyiratkan arti rohani di baliknya. Salah satu tradisi yang biasa kita lihat pada masa Adven adalah Lingkaran Adven. Lingkaran Adven biasa dipasang di dalam gereja, tapi banyak juga dalam rumah keluarga-keluarga kristiani.

Tradisi ini konon sudah ada sejak abad pertengahan. Yang pasti, di Jerman Timur kebiasaan ini dimulai oleh Johann Hinrich Wichern, seorang teolog Protestan pada tahun 1839.  Dari dialah tradisi ini diadopsi gereja-gereja lain, termasuk Katolik. Lingkaran Adven adalah sebuah lingkaran yang dirangkai atas daun-daun hijau dengan 4 lilin yang menandai 4 hari Minggu sebelum Natal. Biasanya digunakan daun cemara atau jenis daun evergreen lainnya. Daun evergreen (selalu hijau) adalah daun yang tidak rontok dan tetap hijau di musim gugur sekalipun. Masa Adven selalu jatuh pada musim gugur. Pada musim tersebut nyaris semua daun layu dan berguguran. Daun evergreen yang tetap hijau melambangkan suatu kehidupan yang terus berlangsung.

Sebenarnya tidak ada aturan baku tentang warna lilin yang kita pasang. Kita di Indonesia biasa menggunakan lilin berwarna putih, lebih praktis dan mudah didapat. Namun di beberapa tempat, seperti di Eropa atau di AS, digunakan tiga lilin berwarna ungu (warna liturgis masa Adven, lambang pertobatan) dan satu lilin warna merah muda atau pink. Lilin warna merah muda dinyalakan pada Minggu ketiga atau Minggu sukacita (Gaudate), karena Natal sudah makin dekat.

Tentang penyalaan lilin juga tidak ada aturan atau doa khusus/resmi. Yang penting dinyalakan secara pantas. Pada minggu pertama dinyalakan satu lilin. Demikian seterusnya hingga pada hari Minggu ke-empat semua lilin dinyalakan. Masa Adven terdiri atas empat minggu. Bacaan pada tiap minggu, memberi penekanan arti Adven pada hari minggu terkait.

Secara umum, Yesus Kristus sering diibaratkan sebagai terang dunia. Menyalakan lilin Adven berarti suatu harapan agar terang itu juga terbit di hati kita masing-masing. Dengan demikian, saat Kristus datang, kita semua sungguh telah siap untuk menyongsongnya.

Heri Kartono, OSC (Untuk Buletin Paroki Pandu, Bandung, Edisi Desember 2008).

Saturday, November 8, 2008

Dialog Islam-Katolik di Vatikan


MEMBANGUN MASA DEPAN BERSAMA

“Menarik sekali! Tidak seperti dialog-dialog yang pernah saya ikuti selama ini. Dialog kali ini tidak basa-basi bahkan masuk wilayah teologi”, ujar Prof. Dr. HM.Din Syamsuddin tentang dialog para tokoh Islam dan Katolik dunia yang diadakan di Vatikan (4-6 Nopember 2008).

Pertemuan para tokoh Islam dan Katolik dunia ini merupakan yang pertama kalinya terjadi. Kardinal Jean-Louis Tauran, tuan rumah, sekaligus presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Agama (Pontifical Council for Interreligious Dialog, PCID) menyatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan ‘sebuah lembaran baru dari perjalanan panjang sejarah kedua agama’. Kardinal Tauran juga bertindak sebagai ketua delegasi Katolik yang terdiri atas 29 orang. Pastor Markus Solo SVD dari Indonesia, merupakan salah satu di antaranya. Delegasi Islam, yang juga terdiri atas 29 tokoh dunia, dipimpin oleh Grand Mufti Mustafa Cerik dari Bosnia Herzegovina.

Bersatu Mengatasi Perselisihan

Kegiatan dialog ini merupakan langkah konkrit pertama yang dijajaki Vatikan atas inisiatif Paus Benediktus XVI. Inisiatif tersebut muncul setelah Paus menerima Surat Terbuka (Open Letter) yang ditanda-tangani oleh 138 Cendekiawan Muslim dari berbagai negara, setahun setelah Pidato Paus di Regensburg, Jerman. Surat terbuka para tokoh Islam dunia ini ditujukan kepada Paus dan sejumlah tokoh Kristen dunia, untuk memecahkan kebekuan serta untuk memulai suatu dialog yang serius.

Pidato Paus di Regensburg (12/09/2006) yang memancing pelbagai reaksi keras di kalangan umat Islam saat itu, menurut Prof. Din Syamsuddin merupakan blessing in disguise atau berkat terselubung. “Karena pidato itulah maka terjadi forum ini”, jelas ketua umum PP Muhammadiyah ini.

Forum Katolik-Islam ini mengambil tema umum: Love of God, Love of Neighbor (Cinta pada Allah, Cinta pada sesama). Pembicaraan serta diskusi dua kelompok agama besar ini terfokus pada dua topik besar, yaitu: Dasar Teologis dan Spiritual serta Martabat Manusia dan Saling Menghargai. Dalam pertemuan tiga hari tersebut mencuat pelbagai perbedaan namun juga persamaan dari kedua agama. Pertemuan yang menggunakan bahasa resmi Inggris, Perancis dan Arab ini berlangsung dengan baik. “Beda pendapat disampaikan secara santun dan mendalam. Maklum peserta forum ini adalah orang-orang amat terpelajar”, papar Din Syamsuddin saat ditemui di KBRI Vatikan pada acara jamuan makan malam (05/11/08).

Paus Benediktus XVI saat menerima peserta dialog (06/11/08), menyatakan bahwa surat terbuka dari tokoh-tokoh Islam dunia telah membangkitkan inisiatif untuk bertemu dan berdialog. Tujuannya adalah untuk saling mengenal serta menghargai secara lebih mendalam. Menyinggung tentang tema dialog, Paus mengatakan: “Panggilan serta missi kita adalah membagikan kepada sesama secara bebas, kasih Allah yang telah kita terima secara berlimpah”, ujarnya. Paus juga menyinggung bahwa pengikut kedua agama ini memiliki kesamaan yaitu kebutuhan besar untuk menyembah Allah secara total serta mencintai sesama, khususnya mereka yang malang dan membutuhkan.

Pada bagian akhir pidatonya, Paus menyampaikan harapannya: “Didorong suatu niat yang baik, marilah kita upayakan mengatasi segala salah pengertian serta perselisihan. Marilah kita atasi praduga buruk di masa lalu serta memperbaiki gambaran salah tentang pihak lain yang bahkan dewasa ini dapat menciptakan kesulitan hubungan kita. Mari kita bekerja sama mendidik semua orang, khususnya kaum muda, untuk membangun sebuah masa depan bersama”, ujar Paus.

Memerangi Kekerasan dan Terorisme

Para tokoh Katolik dan Islam sepakat untuk memerangi kekerasan dan terorisme, khususnya kekerasan yang dilakukan atas nama Tuhan.

Pada akhir dari tiga hari pertemuan, dikeluarkan 15 butir kesepakatan bersama para tokoh kedua agama. “Kami menyatakan bahwa Katolik dan Islam dipanggil untuk menjadi alat cinta dan kerukunan bagi umat beriman dan bagi kemanusiaan pada umumnya. Kami menolak segala penindasan, kekerasan serta teror, secara khusus yang dilakukan atas nama agama. Kami juga sepakat untuk menegakkan prinsip keadilan bagi semua orang”, begitu salah satu butir kesepakatan bersama.

Diserukan juga perlunya menghargai minoritas agama. Ditambahkan bahwa mereka yang minoritas berhak untuk memiliki tempat sendiri untuk beribadat. Tokoh-tokoh pendiri agama serta simbol-simbol suci hendaknya jangan dijadikan objek cemoohan dalam bentuk apapun. Menurut Din Syamsudin, nasib agama minoritas, dimanapun kerap mengalami kesulitan. Di beberapa tempat di Eropa, seperti di Jerman, orang Islam sering kesulitan mendapat ijin membangun mesjid. Sebaliknya, pihak Vatikan sudah lama menyerukan soal kebebasan beragama bagi minoritas Katolik seperti misalnya di Arab Saudi.

Himbauan untuk tidak menjadikan tokoh agama sebagai bahan cemoohan, nampaknya mengacu pada peristiwa yang terjadi pada tahun 2006. Saat itu sebuah surat kabar di Denmark, memuat sebuah kartun nabi Muhammad yang sempat  menimbulkan protes keras dunia Islam dimana-mana.

Kesepakatan lain yang cukup penting adalah diupayakannya membentuk suatu komite bersama Katolik-Islam guna menanggulangi konflik serta situasi darurat yang muncul. Pertemuan para tokoh dunia Katolik-Islam berikutnya, disepakati diadakan sekitar dua tahun mendatang di negara yang mayoritas beragama Islam.

Grand Mufti Mustafa Cerik yang dahulu sempat shock atas pidato Paus Benediktus XVI di Regensburg, Jerman, kepada wartawan mengaku puas atas pertemuan tiga hari di Vatikan ini. Sebagaimana dikutip Catholic News Service, Cerik mengatakan bahwa dirinya bahagia untuk kembali ke Sarajevo dan merasa optimis akan masa depan (CNS, 07/11/08).

Prof.  Dr. HM. Din Syamsuddin menilai pertemuan para tokoh dunia Islam dan Katolik ini penting artinya, juga bagi Indonesia. Din menyatakan sudah waktunya pola dialog di Indonesia untuk berubah. “Perlu keterbukaan serta ketulusan untuk memecahkan masalah bersama. Kalau perlu, masing-masing memberi daftar kesulitan dan kita pecahkan bersama satu demi satu”, ujar Din. Lebih lanjut, Din berkata dengan nada seloroh: “Jangan pakai gaya Jawa, senyum-senyum sambil membawa keris di pinggang. Kita perlu pakai gaya sebrang, blak-blakan mengungkapkan masalah kita dan mencari pemecahannya bersama”, papar Din sambil tertawa lebar.

Heri Kartono, OSC (Dimuat di majalah HIDUP edisi 23/11 2008, dikombinasikan dengan laporan Dr. Markus Solo SVD).

 

Monday, November 3, 2008

Lourdes/Nevers


SANTA BERNADETTE SOUBIROUS

Sejarah Lourdes tidak bisa dipisahkan dengan Bernadette Soubirous (1844-1879), gadis dusun yang mendapat penampakan dari Bunda Maria. Bernadette adalah anak sulung dari lima bersaudara. Ayahnya bekerja di penggilingan sementara ibunya sebagai tukang cuci pakaian. Keluarga ini hidup miskin dengan rumah yang kecil, berhimpitan. Meski demikian, keluarga ini dikenal selalu rukun, saling menyayangi.

Saat Bernadette berusia 14 tahun, suatu hari ia pergi ke Grotto (gua) Massabielle di pinggiran Lourdes mencari kayu bakar. Waktu itu Bernadette ditemani salah satu adiknya dan seorang kawannya. Pada saat itu Bernadette mendapat suatu penampakan. Ia melihat seorang wanita muda berdiri di atas batu karang. Adik serta teman Bernadette tidak melihat apapun. Itu terjadi pada tanggal 11 Februari 1858. Pada kunjungan berikutnya, wanita cantik itu kembali menampakkan diri dan meminta Bernadette untuk datang setiap hari selama 15 hari.

Ibu Bernadette semula tidak mengijinkannya pergi. Namun sesudah Bernadette membujuknya, akhirnya sang ibu memperbolehkannya juga. Wanita cantik yang menampakkan diri itu tak pernah memperkenalkan dirinya, hingga pada penampakannya yang ketujuhbelas. Bernadette sendiri selalu menyebutnya: “Wanita itu”. Meski demikian, orang-orang yang percaya bahwa Bernadette tidak berbohong, meyakini bahwa wanita tersebut adalah Bunda Maria.

Banyak orang percaya pada apa yang dikisahkan Bernadette, namun tidak sedikit juga yang meragukannya. Pesan-pesan Maria yang disampaikan pada Bernadette bersifat umum seperti anjuran untuk berdoa dan bertobat. Namun pernah juga Bunda Maria meminta Bernadette untuk menemui pastor paroki menyampaikan pesan agar dibangun sebuah kapel di tempat penampakan tersebut. Bernadette kemudian diantar dua orang tantenya menemui pastor Dominique Peyramale. Pastor yang pandai namun tidak gampang percaya ini meminta agar “wanita itu” menjelaskan siapa dirinya. Pastor juga meminta bukti, sebuah mujijat.

Suatu saat, Bernadette, atas permintaan Bunda Maria, menggali tanah yang ditunjukkan Maria. Maria menyatakan bahwa di bawah tanah tersebut terdapat mata air. Bernadettepun menggali tanah dengan tangannya disaksikan banyak orang. Semula tidak terjadi apa-apa. Orang-orang mulai mentertawakan dan menganggap Bernadette sebagai orang gila. Namun kemudian, tanah yang digali Bernadette memang menjadi mata air.  Bernadette meminum air tersebut dan membersihkan diri dengan air yang sama (saat itu masih berupa lumpur). Telah banyak terjadi mujijat penyembuhan lewat mata air ini. Hingga kini banyak orang yang percaya berusaha untuk mandi, berendam atau sekedar membawa air Lourdes.

Dalam penampakan keenam belas, diceriterakan Bernadette memegang lilin bernyala. Saat Bernadette sedang mendapatkan penampakan, api lilin mulai membakar tangannya selama 15 menit. Namun, Bernadette sepertinya tidak merasakan kesakitan dan tidak terlihat luka pada tangan yang terbakar. Peristiwa ini disaksikan banyak orang, termasuk seorang dokter, dr.Pierre Romaine Dozous. Dokter ini mencatat semua yang ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri.

Beberapa kali Bernadette menanyakan identitas wanita cantik yang selalu menampakkan diri itu. Wanita itu hanya menjawabnya dengan senyuman. Namun suatu hari, wanita itu berkata: “Aku adalah yang dikandung tanpa noda” (dogma Maria dikandung Tanpa Noda, baru diumumkan pada tanggal 8 Desember 1854 oleh Paus Pius IX dalama bahasa Latin. Tidak banyak orang yang tahu. Karenanya pastor paroki Lourdes saat itu amat heran bahwa Bernadette, gadis kampung yang bodoh, mengetahui nama tersebut!).

Bernadette adalah gadis desa yang sederhana. Kesaksiannya telah menggemparkan banyak kalangan. Meski amat bersahaja, ketika ia diwawancarai secara seksama baik oleh pihak Pemerintah maupun pihak Gereja Katolik, jawaban Bernadette selalu sama, konsisten.  Bernadette juga sempat diperiksa oleh seorang ahli jiwa yang didatangkan pemerintah untuk mengecek tingkat kewarasannya. Selain itu, berkali-kali Bernadette dipaksa untuk mengaku bahwa ia telah menyebarkan berita bohong. Segala tekanan amat melelahkan Bernadette dan keluarganya namun tak pernah mengubah pendiriannya.

Ketika mujijat demi mujijat terjadi di Lourdes dan nama Bernadette semakin terkenal di seluruh Perancis bahkan dunia, Bernadette justru merasa tidak nyaman. Akhirnya, dengan bantuan pastor paroki, Bernadette mengungsi ke kota Nevers. Di kota ini ia tinggal di biara sebagai seorang suster Konggregasi Suster-suster Karitas. Saat itu usia Bernadette 22 tahun.

Bernadette yang lugu dan sederhana telah mengantar banyak orang pada pertobatan. Ia juga telah membuat Lourdes menjadi tempat peziarahan yang luar biasa. Setiap tahun tak kurang 5 juta peziarah datang ke tempat ini. Bernadette meninggal dunia pada tanggal 16 April 1879. Ia dinyatakan sebagai orang kudus pada tanggal 8 Desember 1933. Jenasahnya, sesudah digali kembali, masih utuh dan dibaringkan di Kapel St. Bernadette di Nevers.

Heri Kartono, OSC

NB:

1.     Artikel ini ditulis untuk para peserta ziarah RS. Boromeus, Bandung ke Lourdes, Oktober 2008.

2.     Kisah hidup Bernadette pernah difilm-kan sekurangnya tiga kali. Seandainya anda tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang Bernadette dan Lourdes, silahkan menonton filmnya. Salah satu film tentangnya berjudul: The Song of Bernadette (1943) arahan Henry King. Film yang dibintangi Jennifer Jones ini memenangkan empat Oscar. Film ini dibuat berdasar Novel karya Franz Werfel (1942) yang sangat populer dan masuk daftar the best seller The New York Times selama setahun penuh. Patut dicatat bahwa beberapa data dalam novel/film, sedikit berbeda dengan catatan sejarah/faktual kehidupan Bernadette.