Saturday, May 30, 2009

Sr. Melanie CB.


DILAMAR DI TENGAH PASAR

Saat ini Sr.Melanie Giniyati CB duduk sebagai Pemimpin Umum Kongregasi Carolus Boromeus periode kedua. Kongregasi yang berpusat di kota Maastricht Belanda ini memiliki anggota yang tersebar di empat benua. Di Indonesia suster-suster CB berkarya di pelbagai tempat, mulai dari ibu kota Jakarta hingga pelosok Papua.

Hampir 20 tahun yang lalu, saat bertugas di Tanzania, Afrika, suster Melanie pernah dilamar seorang pemuda setempat. Waktu itu ia sedang berbelanja di sebuah pasar tradisional. Ketika ia sedang asyik memilih-milih sayuran, seorang pemuda gagah berkulit gelap, berambut keriting, datang menghampirinya. Tanpa basa-basi pemuda tersebut menyatakan senang padanya dan berniat untuk melamarnya. Tak lupa, pemuda tersebut menjanjikan 50 ekor sapi sebagai mas kawinnya.

Rupanya, Sr.Melanie yang berkulit terang dan berambut lurus, dianggap lebih cantik dibanding gadis-gadis setempat. Dengan tenang Sr.Melanie mengucapkan terima kasih seraya menjelaskan bahwa dirinya telah terikat. Ia juga menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya sebagai tanda ikatan itu. Menolak suatu lamaran di muka umum di Tanzania dapat berbahaya. Sebab, sang pemuda bisa merasa direndahkan atau terhina. Namun dengan sikap Sr.Melanie yang tenang dan ramah, pemuda itupun dapat menerima penolakan tersebut. Orang-orang yang menyaksikan adegan tersebut dan yang mengenal Melanie sebagai seorang suster, bertepuk tangan dengan riuhnya.

Peristiwa kecil di atas, menunjukkan sebagian kepribadian Sr.Melanie. Ia mampu menghadapi pelbagai situasi tak terduga dengan ketenangan serta kearifan yang mengagumkan. Karenanya tidak heran bahwa sepanjang hidupnya sebagai seorang biarawati, ia kerap dipercaya sebagai pimpinan.

Dari Keluarga Non Katolik

Suster kelahiran Magelang, 26 Nopember 1943 ini berasal dari keluarga non Katolik. Pada waktu Melanie kecil duduk di bangku SD Negeri di Magelang, ia melihat bahwa siswa-siswi sekolah Katolik kelihatan lebih lincah, cerdas dan rapih. Sekolah mereka memang berdekatan. Ia meminta pada orang tuanya untuk disekolahkan di sekolah Katolik. Setelah lulus SD, orang tuanya mengijinkan Melanie masuk SMP Katolik. Lewat sekolah ini, Melanie tertarik pada agama Katolik dan mengikuti pelajaran agama. Awalnya orang tuanya tidak setuju. Maklum, dari keluarga Melanie, waktu itu, tidak ada satupun yang beragama Katolik. Meski demikian, sesudah lulus SMP, Melanie yang tetap berkeras ingin menjadi Katolik, akhirnya diijinkan dibaptis.

Setelah tamat SMA, Melanie melanjutkan kuliah di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Fakultas Ekonomi. Kampus UGM terletak tidak jauh dari Rumah Sakit Panti Rapih yang dikelola para suster Carolus Boromeus. Penampilan para suster CB yang kerap dilihatnya, rupanya menarik perhatiannya. Di matanya, para suster tampak selalu gembira, ramah dan siap membantu orang lain.

Suatu hari, Melanie berkenalan dengan Moeder Yvon CB, pemimpin biara Panti Rapih. Lewat suster Yvon ini, Melanie menyatakan ketertarikannya untuk menjadi seorang biarawati (karena ketidak tahuannya, waktu itu Melanie mengatakan ingin menjadi seorang romo!). Moeder Yvon kemudian memperkenalkan Melanie dengan Sr.Louise CB, pemimpin Novisiat. Atas saran Sr.Louise, Melanie meminta ijin orang tuanya untuk meninggalkan bangku kuliah dan masuk biara. Tentu saja orang tuanya terkejut, kecewa dan marah. Ayah Melanie bahkan tidak bersedia menanda-tangani surat persetujuan. Sesudah dibujuk-bujuk, akhirnya dengan berat hati bapak memberi tanda tangan juga. Meski demikian, kedua orang tidak bersedia mengantar saat Melanie masuk Novisiat.

Demikian juga, saat prasetya kekal di Bandung, 9 Juli 1972, tak seorangpun dari keluarga Melanie hadir. Meski demikian, bapak mengirim surat, menyatakan bahwa ia telah merelakan Melanie anaknya, menempuh jalan hidup membiara. Tentu saja surat tersebut melegakan Melanie.

Bakat Pemimpin

Setelah profesi, Sr.Melanie ditugaskan membantu di bagian administrasi RS.Panti Rapih sambil kuliah di IKIP Sanata Dharma jurusan ekonomi. Setelah itu, Sr.Melanie nyaris selalu bertugas sebagai pemimpin. Di RS.Boromeus Bandung, Sr.Melanie ditugaskan sebagai Direktris Administrasi dan Personalia. Demikianpun saat ditugaskan selama 10 tahun di RS.Carolus, Jakarta, Sr.Melani dipercaya sebagai Direktris Administrasi dan Rumah Tangga yang mengurus para karyawan serta penunjang pelayanan Rumah Sakit.

Pada tahun 1991, Sr.Melanie diutus ke Tanzania, Afrika. Di sana ia bertugas sebagai Administrator Ndala Hospital yang letaknya di pelosok, sekitar 1000 km dari Dar Es Salaam, Ibu Kota Tanzania. Di manapun bertugas, jiwa kepemimpinan Sr.Melanie nampaknya tetap menonjol. Hal ini diakui oleh para suster yang lain. Sr.Melanie juga dikenal sebagai sosok yang sabar dan pandai dalam bergaul. Karenanya tidak heran bahwa pada Kapitel Umum CB bulan Agustus 1999, Sr.Melanie terpilih sebagai Pemimpin Umum Konggregasi yang berpusat di kota Maastricht ini.

Saat dipilih sebagai Pemimpin Umum, Sr.Melanie mengaku sama sekali tidak bangga atau bahagia. Ia malahan merasa diri kecil, takut dan sedih. Ia juga merasa kurang berpengalaman untuk memimpin para suster tingkat internasional. Konggregasi Carolus Boromeus memang tersebar di Eropa, Asia, Afrika dan Amerika. Di Indonesia, CB ada di 58 komunitas tersebar di Jawa, Bali, Papua, Flores, Timor hingga Timor Leste. Kendati pada awalnya merasa diri kecil dan takut, nyatanya Sr.Melanie dapat memimpin Konggregasi ini dengan baik. Pada Kapitel Umum tahun 2005, untuk kedua kalinya Sr.Melanie terpilih sebagai Pemimpin Umum hingga tahun 2011 yang akan datang.

Kreatif dan Profesional

Sebagai seorang pemimpin Kongregasi internasional, Sr.Melanie menyadari pentingnya komunikasi yang baik. Untuk itu, penguasaan bahasa menjadi mutlak. Penguasaan bahasa yang baik amat membantu untuk saling mengerti sekaligus mengurangi kemungkinan salah faham. Pengalaman bertugas di Tanzania amat menguntungkannya dalam penguasaan bahasa. Di Tanzania digunakan dua bahasa, yaitu bahasa Swahili dan bahasa Inggris. Sr.Melanie menguasai kedua bahasa tersebut. Di lingkungan suster CB Internasional, bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa resmi dalam berkomunikasi. Meski demikian, karena pusat konggregasi ada di kota Maastricht, maka penguasaan bahasa Belandapun diperlukan. Berkat semangat belajarnya yang tak pernah padam, Sr.Melanie dapat juga menguasai bahasa Belanda dengan baik.

Konggregasi CB banyak berkecimpung di bidang kesehatan dan pendidikan. Beberapa Rumah Sakit ternama di Indonesia seperti RS.Borromeus di Bandung, RS.Panti Rapih di Yogya dan RS.Carolus di Jakarta dimulai dan dikelola oleh para suster CB. Demikian juga beberapa sekolah berkualitas seperti Sekolah Tarakanita di Jakarta dan Stella Duce di Yogya, dikelola CB. Di luar Jawa, seperti di Bengkulu dan Lahat, sekolah yang dikelola para suster CB banyak diminati masyarakat. Selain pendidikan dan kesehatan, CB juga berkecimpung di bidang pastoral, sosial dan kategorial lainnya.

Salah satu keprihatinan Sr.Melanie sebagai pemimpin umum adalah berkurangnya panggilan. Jumlah calon anggota dari tahun ke tahun menurun, juga di Indonesia. “Mencermati kenyataan ini, kami harus kreatif, professional dan efisien”, ujar suster yang senang berkebun ini. Di samping itu, peningkatan kualitas hidup religius yang sesuai dengan spiritualitas pendiri Kongregasi, menjadi perhatiannya juga.

Ada banyak tantangan yang harus dihadapi Sr. Melanie sebagai Pemimpin Umum CB. Ia mengaku tak pernah gentar. Pertama karena ia merasa didukung oleh para suster CB di seluruh dunia. Selain itu, ia sendiri mempunyai komitmen kuat atas tugasnya. Di atas segalanya Sr.Melanie mempunyai prinsip, “Asal Tuhan dimuliakan dan sesama diabdi dengan tulus ikhlas”. Prinsip ini sesuai dengan semangat pendiri Konggregasi Carolus Borromeus yaitu Elisabeth Gruyters.

Heri Kartono OSC. (Dimuat di majalah HIDUP edisi 5 Juli 2009).

Sunday, May 24, 2009

Astuti Sastra Pratiwi


MEMBERI WARNA BARU

Astuti Sastra Pratiwi mempunyai kesan khusus dengan acara Festa dei Popoli. Waktu itu, selesai menari poco-poco, Pembawa Acara meminta Astuti untuk tampil sekali lagi di panggung. Kali ini ia diminta tampil sendirian, mewakili grup Indonesia untuk menerima penghargaan dari panitia. Pembawa Acara mengatakan bahwa Indonesia merupakan satu-satunya kelompok yang anggotanya tidak hanya beragama Katolik, tapi juga Protestan, bahkan Islam. Penampilan grup Indonesia dianggap memberi warna khusus pada Festa dei Popoli, (17/05/09). Pesta Rakyat yang diadakan di depan Basilika St.Yohanes Lateran, Roma, ini diikuti oleh kelompok-kelompok Imigran Manca Negara. Acara ini ditonton sekitar 10 ribu orang dan diliput televisi nasional Italia, RAI Tre.

Astuti mengaku, pada awalnya merasa was-was ikut tampil dalam acara orang Katolik ini. Ia sadar, bahwa dialah satu-satunya penari yang tampil mengenakan jilbab. Namun, sesudah melihat sambutan yang begitu hangat, ia merasa senang dan bersyukur. Saat menari, Astuti kelihatan amat luwes dan tidak canggung. Rupanya, ia memang seorang guru tari. “Waktu saya tinggal di Yordania, saya malah sempat mengajar tari poco-poco”, ujarnya.

Gadis ramping kelahiran Buton, Sulawesi Tenggara (25/12/87) ini menguasai pelbagai jenis tarian. Tarian favoritnya adalah Tari Lenggang Nyai dari Betawi dan Tari Saman dari Aceh. Ia pernah tinggal di Bombay, India selama 4 tahun dan sempat juga tinggal di Yordania. Saat ini ia tinggal di Roma bersama ayah-ibunya. Ayahnya, Musurifun Lajawa adalah seorang diplomat yang kerap berpindah-pindah tempat. Kini, ayah Astuti bertugas sebagai Kepala Penerangan KBRI untuk Italia sejak September tahun lalu.

Astuti mengaku senang tinggal di Roma. Ia juga merasa tidak canggung mengenakan jilbab di negara yang mayoritas beragama Katolik ini. “Orang di sini umumnya ramah dan bersahabat. Sekurangnya, mereka tidak pernah mengganggu saya. Sebaliknya, mereka amat menghargai saya, seperti pada acara Festa dei Popoli itu”, papar Astuti dengan nada gembira.

Heri Kartono OSC (Dimuat di majalah HIDUP edisi 21 Juni 2009).

Monday, May 18, 2009

Festa dei Popoli



PESTA UNTUK SEMUA ORANG

Latin Amerika, Rumania, Filipina, Cina serta sekitar 30 kelompok lain dari pelbagai negara, termasuk Indonesia berbaur dan berpesta bersama dalam acara Festa dei Popoli (17/05/09). Pesta kaum imigran yang bertempat di halaman Basilika St.Yohanes Lateran, Roma ini berlangsung meriah dan dihadiri ribuan orang.

Kelompok Indonesia menampilkan tarian poco-poco. Para penarinya mengenakan busana tradisional dengan aneka warna menarik. Banyak di antara penonton ikut bergoyang di tempatnya masing-masing, terbuai irama musik yang memang menawan. Selain penampilannya yang menarik, kelompok Indonesia mendapat sambutan khusus dari Pembawa Acara. Dikatakan oleh Pembawa Acara bahwa Indonesia merupakan satu-satunya kelompok yang anggotanya tidak hanya beragama Katolik, tapi juga Protestan, bahkan Islam. Pengumuman dari MC ini disambut tepuk-tangan meriah para penonton.

Festa dei Popoli (Pesta Rakyat) adalah pesta bersama kaum imigran yang diadakan setahun sekali di Roma. Tahun ini merupakan pesta yang ke XVIII dengan topik Roma con altri occhi (Roma dengan mata yang lain). Acara ini diselenggarakan oleh Kongregasi Misionaris Scalabriani, bekerja sama dengan Pusat Migran Caritas Roma. Acara ini juga mendapat dukungan pemerintah setempat serta Vikariat Roma.

Festa dei Popoli yang pertama diadakan pada tanggal 3 Mei 1992 dengan tema Insieme senza frontiere (Bersama-sama tanpa batas). Tema-tema yang diusung hampir selalu berkaitan dengan integrasi serta multi etnik yang merupakan hal penting bagi kaum pendatang. Selama 13 tahun pertama, pesta ini diadakan di halaman gereja paroki Redentore di Valmelaina. Baru sejak tahun 2005, acara meriah ini diselenggarakan di halaman Basilika Santo Yohanes Lateran yang merupakan gereja Keuskupan Roma.

Pertemuan Antar Budaya

Ada beberapa tujuan dari pesta khas kaum imigran ini. Pertama-tama, pesta ini memungkinkan adanya pertemuan budaya yang berbeda dari kaum imigran yang berada di kota Roma. Dengan mengenal budaya masing-masing, diharap juga timbul sikap untuk saling menerima serta menghargai. Selain itu, pesta ini juga merupakan ajang dialog serta tukar informasi. Maklum, sebagai imigran, informasi yang tepat, terutama berkaitan dengan masalah hukum, amat diperlukan.

Festa dei Popoli dimulai pada jam 09.00 pagi dengan pembukaan pelbagai stand. Ada sekitar 40 stand berupa tenda-tenda dari pelbagai negara. Setiap stand memamerkan barang-barang khas negaranya masing-masing, kerajinan tangan serta makanan. Indonesia yang baru pertama kalinya berpartisipasi, mendapat stand nomor 34. Nasi goreng yang dijual seharga 5 Euro (sekitar Rp.70.000,-) per porsi, habis dalam waktu singkat, pada saat makan siang. Penjualan dilakukan dengan menggunakan kupon yang diatur oleh panitia.

Acara ini juga menampilkan ceramah dan diskusi seputar masalah Imigran. Pada jam 12.00 siang, diadakan misa bersama di Basilika St.Yohanes Lateran. Basilika yang begitu besar, penuh sesak dengan umat yang hadir. Misa dilaksanakan dalam pelbagai bahasa dengan 3 paduan suara berbeda serta beberapa kelompok musik etnik. Julio Cesar Resende, seorang frater asal Brasil merasa tersentuh saat mengikuti misa yang meriah namun hikmat ini.

Selesai misa, acara dilanjutkan dengan makan siang dan hiburan. Acara di panggung besar yang menampilkan acara dari pelbagai negara merupakan acara yang paling ditunggu penonton. Negara-negara Amerika Latin, seperti Bolivia, Peru dan Mexico tampil dengan pakaian khas dan dengan warna-warna menyolok. Tari-tarian yang mereka suguhkan amat dinamis dan cepat. Kelompok ini mendapat sambutan hangat penonton. Umumnya setiap negara menampilkan satu jenis tontonan atau paling banyak dua macam. Namun Filipina tampil 3 kali dengan acara dan kelompok yang berbeda-beda. Imigran Filipina memang banyak. Di seluruh Italia diperkirakan terdapat 100 ribu imigran asal Filipina. Dari jumlah itu, lebih dari separuhnya tinggal di kota Roma. Konon dalam satu tahun, tak kurang dari 11 juta dolar AS uang yang dikirim para migran Filipina ke kampung halamannya.

Kebutuhan Komunikasi

Krisis ekonomi yang parah kerap memaksa orang meninggalkan negerinya pergi ke negeri lain, mengadu nasib. Demikian juga situasi politik yang tak menguntungkan, dapat memaksa orang pergi meninggalkan negerinya. Italia adalah salah satu negara yang banyak dituju kaum imigran.

Di Roma, ada banyak migran yang sukses baik dalam pekerjaan maupun hidupnya. Namun, tidak sedikit juga yang bernasib sebaliknya. Sulit mendapatkan pekerjaan, apalagi jika mereka datang tanpa kelengkapan dokumen. Migran gelap akan terus merasa was-was karena sewaktu-waktu bisa saja petugas menangkapnya. Selain itu, terdapat masalah lain yang juga tidak kalah peliknya, seperti adaptasi dengan bahasa dan budaya setempat.  Mengingat pelbagai kesulitan tersebut, para migran ini butuh bantuan, dukungan serta perlindungan. Di samping itu, mereka juga butuh untuk bertemu dengan sesama bangsanya untuk saling menguatkan.

Di Roma ada sekitar 150 komunitas kaum migran. Komunitas-komunitas tersebut dibentuk berdasarkan agama, bahasa dan negara asal. Secara berkala para migran bertemu dalam kelompok-kelompok, baik untuk saling tukar informasi maupun sekedar berbagi suka dan duka. Frater Yance Guntur dari tarekat Scalabriani, mengatakan bahwa tarekatnya mempunyai perhatian besar terhadap nasib kaum migran. Salah satu bentuk perhatian tarekat ini adalah membentuk Gruppo Contatto, yaitu grup yang menjadi penghubung komunitas migran yang satu dengan yang lainnya. “Ada 6 frater kami yang bekerja dalam grup ini. Mereka bekerja sama dengan para relawan”, ujar frater asal Flores ini. Festa dei Popoli, merupakan bentuk nyata kepedulian Misionaris Scalabriani terhadap kaum migran.

Festa dei Popoli tidak mempunyai agenda politik namun memiliki relevansi politik yang tinggi. Pasalnya, saat ini Italia sedang menjadi sorotan dunia Internasional karena kebijakannya mengembalikan 227 imigran asal Libya yang hendak memasuki perairan Italia, awal Mei yang lalu.

Kaum migran memang tidak selalu bernasib baik. Di Italia, termasuk di Roma pernah beberapa kali timbul insiden antara penduduk asli dengan kaum migran. Pemukiman kumuh para Gypsi sempat dirusak dan dibakar para pemuda setempat. Pasalnya, kaum Gypsi, yang merupakan pendatang, dianggap mengotori serta mengganggu lingkungan sekitar. Pedagang gelap, pencuri-pencuri cilik, sering juga dilakukan para pendatang. Tidak heran bahwa penduduk setempat kerap jengkel dan marah.

Lepas dari beberapa akibat negatif yang sering muncul, kaum migran dimanapun membutuhkan perhatian serta perlindungan. Gereja Katolik secara umum memiliki kepedulian serta perhatian khusus kepada kaum migran. Hal ini tampak antara lain dengan ditetapkannya Hari Migran dan Perantau Sedunia. Bertepatan dengan hari tersebut, Paus biasanya mengeluarkan suatu pesan khusus yang disebarkan ke seluruh dunia. Tahun ini merupakan Hari Migran yang ke-95. Simpati yang ditunjukkan Gereja, seperti acara Festa dei Popoli yang diprakarsai Misionaris Scalabriani amat besar artinya bagi kaum migran, orang-orang yang harus berpisah dengan sanak-saudara serta tanah airnya. (Foto atas: Salah satu grup dari Amerika Latin, difoto sesudah berpentas. Bawah: Grup Indonesia saat menari poco-poco!).

Heri Kartono, OSC. (dimuat di majalah HIDUP, edisi 31 Mei 2009).

 

 

 

 

 

 

Friday, May 8, 2009

Arsip Rahasia Vatikan.


Melongok Arsip Rahasia Vatikan

Bagaimana kisah percintaan raja Inggris Henri VIII (1491-1547) dengan Anne Boleyn, penyebab terpisahnya gereja Katolik Inggris dengan Roma? Dokumen aslinya, bersama ribuan dokumen penting lain, semuanya tersimpan rapih dalam Arsip Rahasia Vatikan.

Arsip Rahasia Vatikan (The Vatican Secret Archives) merupakan salah satu arsip terlengkap di dunia. Bayangkan saja, bila semua dokumen yang tersimpan dideretkan, panjangnya mencapai 85 Km. Kendati arsip yang tersimpan begitu banyak, namun untuk mencarinya tidaklah sulit. Maklum, semua dokumen terdata dengan sangat baik dan dapat dicari lewat komputer.

Arsip modern Vatikan baru dimulai sekitar tahun 1610 pada masa Paus Paulus V. Sementara arsip sejarah tertua tercatat sejak abad ke-empat atau sesudah Gereja Katolik Roma diakui secara resmi oleh Kaisar Konstantinus (272-337). Arsip Rahasia Vatikan (ARV) menyimpan dokumen-dokumen resmi kepausan serta hal-hal yang berkaitan dengan gereja Katolik. Sebagian dokumen berkaitan dengan beberapa orang penting pada masanya, seperti arsip permohonan raja Henri VIII untuk menikahi Anne Boleyn menjadi istri keduanya atau surat-surat Michael Angelo yang termashyur,  tetap tersimpan dengan baik.

Bunker Tahan Api

Gedung Arsip Rahasia Vatikan terletak di tengah-tengah kompleks Vatikan. Untuk memasukinya harus melewati 3 penjagaan polisi dan membawa tanda pengenal khusus. Ketika kami, para romo OSC, beberapa waktu yang lalu berkunjung, kami diterima oleh Marco Grilli, salah seorang petugas ARV. Marco juga mengantar kami berkeliling serta memberi penjelasan di sana-sini. Beberapa kali ia memperlihatkan dokumen asli yang berusia ratusan tahun. Dokumen-dokumen tersebut ditulis di atas perkamen kulit dan memiliki segel kepausan. Selama berkeliling, kami dilarang untuk memotret.

Di kompleks besar ini, ada banyak ruangan, antara lain ruang komputer, ruang baca, ruang reproduksi digital, ruang index, laboratorium dan tentu saja ruang-ruang penyimpanan dokumen. Salah satu yang menarik adalah ruang bawah tanah atau bunker yang tahan api. Ruang-ruang bunker mulai dibangun pada masa Paus Paulus VI dan baru diresmikan pada masa Paus Yohanes Paulus II. Konon, sewaktu bunker-bunker ini dibangun pada tahun 1970-an, tersebar berita bahwa Paus sedang membangun tempat perlindungan bawah tanah. Maklumlah, pada saat itu perang dingin memang sedang memuncak, termasuk isyu kemungkinan perang nuklir.

Sebenarnya, arsip-arsip kepausan baru mulai disimpan di Vatikan pada masa Paus Innocentius III (1198-1216). Sebelumnya, arsip-arsip kepausan disimpan di Istana Lateran. Dalam perjalanan sejarah, tempat arsip sempat berpindah-pindah ke banyak tempat, antara lain: Lyon, Viterbo, Anagni, Perugia, Assisi dan Avignon. Di Vatikan, pada awalnya arsip-arsip menempati sebagian dari gedung Perpustakaan yang dibangun oleh Paus Sixtus IV (1471-1484). Gedung Arsip baru dibangun oleh Paus-paus sesudahnya. Kini gedung Arsip Rahasia Vatikan berdiri megah, terpisah dari Perpustakaan.

Dalam beberapa peristiwa, sebagian arsip Vatikan hilang atau rusak. Misalnya pada tahun 1810 atas perintah Napoleon, arsip-arsip dan sebagian karya seni dipindah ke Paris, Perancis. Untunglah pada tahun 1815 dan 1817 arsip-arsip dapat kembali ke Vatikan meskipun dilaporkan banyak yang hilang.

Dinikmati Ilmuwan Mancanegara

Nyaris semua organisasi memiliki arsip. Di antara arsip yang tersimpan, biasanya ada sejumlah dokumen yang disebut rahasia atau bukan untuk konsumsi umum. Sebab, bila dibeberkan, dapat membawa dampak negatif. Biasanya suatu dokumen, baru dibuka untuk umum sesudah berumur 75 tahun. Hal yang sama berlaku juga bagi Vatikan.

Menurut Marco Grilli, kata rahasia pada Arsip Rahasia Vatikan tidak berarti Vatikan menyimpan kumpulan dokumen yang bersifat rahasia. Disebut rahasia karena arsip-arsip tersebut di masa lalu hanya untuk kalangan intern Vatikan. Adalah Paus Leo XIII (1883) yang mulai membolehkan para sarjana di luar pejabat gereja untuk mengunjungi ARV. Kesempatan para sarjana umum mengunjungi Arsip Rahasia Vatikan makin terbuka lebar sejak Paus Yohanes Paulus II (februari 2002). Setiap tahun, sekurangnya 1500 sarjana dari sekitar 60 negara memanfaatkan arsip Vatikan.

Tidak semua arsip yang tersimpan di Vatikan terbuka untuk umum. Ada sejumlah arsip yang tetap bersifat rahasia dan hanya untuk kalangan gereja saja. Arsip-arsip jenis ini hanya dibuka untuk umum pada kesempatan khusus. Contoh menarik adalah arsip yang menyangkut kelompok Ksatria Templar (1119-1314). Kelompok yang semi militer ini dibentuk untuk melindungi para peziarah di Tanah Suci, Palestina pada jaman Perang Salib. Ksatria Templar yang memakai jubah putih dengan salib besar berwarna merah di dada waktu itu amat populer, kaya raya dan tersebar di seluruh Eropa. Atas tekanan raja Philip yang jahat, Paus Clemen V membubarkan Ksatria Templar (1312).

Ksatria Templar tak pernah punah. Mereka tetap melakukan kegiatan secara sembunyi-sembunyi. Karena itulah muncul banyak legenda tentang kelompok ini. Legenda tentang Templar menjadi makin ramai, terutama dari sisi negatif sejak munculnya novel Da Vinci Code karangan Dan Brown. Untuk menguak kebenaran, pada Oktober 2007, Vatikan membuka dokumen tentang Templar yang telah berusia 700 tahun untuk umum. Menurut dokumen yang disebut The Chinon Parchment ini, Templar bukanlah kelompok bidaah atau sesat sebagaimana banyak dituduhkan. Ksatria Templar dibubarkan karena melanggar beberapa aturan gereja. Dokumen  tentang Templar sendiri sempat menghilang selama ratusan tahun karena kesalahan penomoran katalog. Ahli sejarah Vatikan, Barbara Frale, menemukan kembali dokumen tersebut secara tidak sengaja, lima tahun yang lalu.

Arsip Rahasia Vatikan telah menyimpan banyak arsip penting selama ratusan tahun. Arsip merupakan dokumen yang amat berharga. Karena di sanalah tersimpan kebenaran sejarah yang tak bisa dibantah; kebenaran yang  ada kalanya terasa pahit dan menyesakkan. (Foto: Kardinal Raffaele Farina, penanggung jawab Arsip Rahasia Vatikan sejak 1 September 2007).

Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP, edisi 31 Mei 2009).