Monday, September 21, 2009

Mocellin Mirko






MENGGUGAT TUHAN

Mocellin Mirko mengalami bahwa hidup itu indah dan amat menyenangkan. Namun keberuntungan tidak selamanya berpihak padanya. Dua peristiwa dahsyat telah mengguncang ketentraman hidupnya. Ia bahkan sempat menggugat Tuhan.

Masa-masa Manis

Mocellin Mirko adalah pemuda tampan, berbadan tinggi dan tegap. Pembawaannya yang supel dan ramah membuat ia mudah disukai orang. Marina Bianchin, gadis manis dan periang adalah pacar Mirko. Keduanya bekerja di Rumah Sakit Umum Bassano del Grappa, Italia Utara. Marina bekerja sebagai perawat sementara Mirko sebagai pengemudi ambulans. Karena sering bertemu di tempat kerja itulah mereka saling jatuh cinta.

Sesudah berpacaran selama beberapa tahun, merekapun menikah (03/10/87). Setelah menikah, pengantin baru ini memilih berbulan madu ke Indonesia. Mereka tertarik Indonesia karena kerap mendengar tentang negeri ini dari sahabat mereka, seorang Imam Indonesia. Mirko dan Marina menghabiskan waktu satu bulan penuh menjelajah Jawa, Bali dan Sulawesi. Tak lupa, mereka juga pergi ke Brebes, mengunjungi orang tua sahabat mereka itu. Seluruh perjalanan bulan madu ini mereka abadikan dalam bentuk foto dan slides. Mereka menyimpannya hingga saat ini sebagai kenangan yang manis.

Mirko dan Marina dikaruniai 3 anak yang sehat yaitu Giada, Yuri dan Devis. Mereka hidup rukun dan bahagia. Secara rutin mereka mengadakan acara bersama seperti menikmati liburan atau pergi ke gereja bersama. Keluarga ini memang dikenal aktif di lingkungan Gereja. Marina tercatat sebagai anggota Koor paroki sementara anak-anak aktif sebagai misdinar.

Mirko dan Marina sadar betul bahwa contoh orang tua dalam hal pendidikan agama adalah amat penting, terutama bagi pertumbuhan iman anak-anak mereka. Karenanya, pada kesempatan istimewa seperti Pembaptisan, Komuni Pertama serta Krisma ketiga anaknya, mereka menyiapkannya dengan sungguh-sungguh. Kebetulan pihak paroki juga menaruh perhatian serius pada ketiga acara penting tsb. Bagi Mirko dan Marina, hidup terasa amat manis. Segalanya berjalan dengan begitu baiknya. Mereka memiliki rumah sendiri dengan taman dan garasi mobil.

Mimpi Buruk

Ibarat roda yang berputar, hidup tidak selamanya berjalan mulus dan menyenangkan. Demikian juga dengan kehidupan Mirko sekeluarga.

Setiap tahun Mirko sekeluarga mengadakan acara liburan bersama. Pada tahun 2001, mereka memutuskan untuk berlibur ke Kroasia. Merekapun berangkat dengan hati riang gembira. Liburan selalu menjadi saat-saat yang membahagiakan baik bagi Mirko, Marina maupun anak-anak.

Hari pertama di Kroasia, tanggal 1 September 2001, Mirko sekeluarga mengunjungi sebuah taman rekreasi yang luas dan indah. Di tempat ini disediakan kuda-kuda sewaan untuk para turis. Mirko menyewa 5 kuda untuk dirinya, istri serta ketiga anaknya. Selama hampir satu jam mereka menikmati keindahan taman sambil mengendarai kuda masing-masing.

Pada suatu saat, entah mengapa, kuda yang ditunggangi Marina menjadi liar. Kuda ini meringkik keras, melompat-lompat liar dan kabur dengan kecepatan tinggi. Marina terlempar dari atas kuda dan langsung pingsan. Celakanya, kuda-kuda yang lain menjadi terkejut dan semuanya melakukan hal yang sama. Mirko, Giada dan Yuri terlempar dari kuda. Tak ada yang terluka serius. Nasib buruk menimpa Devis. Si bungsu ini sempat terlempar namun kaki kanannya tersangkut pada bechel, lingkaran pengait kaki. Kuda berlari kencang, menyeret Devis dengan posisi kepala di bawah. Tak ayal lagi sepanjang beberapa ratus meter, kepala Devis membentur tanah, batu dan tersepak kaki belakang kuda. Akibatnya mengerikan. Tengkorak kepala Devis retak, bagian dahi robek dan yang paling memilukan, bola mata kiri Devis keluar dari tempatnya.

Semua orang tak sampai hati melihat wajah Devis. Mirko yang menyaksikan kondisi anaknya yang luar biasa memilukan, mengaku saat itu menggugat Tuhan dengan geram. “Tuhan, apa salah kami? Dan mengapa harus menimpa si kecil yang bahkan belum mengenal dosa?”, gugat Mirko.

Devis segera dilarikan ke Rumah Sakit terdekat. Dokter mengatakan bahwa nasib Devis ditentukan dalam 48 jam pertama. Selama menunggu Devis, Marina tak henti-hentinya berdoa di luar ruang operasi. “Bunda Maria, tolong anak kami. Seandainya engkau menyelamatkan Devis, aku berjanji akan berterima kasih dengan berjalan kaki ke Vicenza!”, ujar Marina dalam doanya. Di Vicenza terdapat gua Maria tempat orang berziarah. Adapun jarak Bassano ke Vicenza sekitar 50 Km.

Nasib baik masih berpihak pada Devis. Selama dua tahun, Devis menjalani tiga kali operasi serta pelbagai perawatan khusus. Berangsur-angsur Devis sembuh kembali. Mata kirinya juga dapat berfungsi seperti sedia kala. Semua orang menganggap kesembuhan Devis sebagai suatu mukjijat. Marina ditemani Mirko memenuhi janjinya kepada Bunda Maria, berjalan kaki dari Bassano menuju Vicenza. Mereka berangkat jam 11 malam dan tiba di Vicenza jam 10 pagi. Peziarahan dengan jalan kaki ini mereka ulangi hingga tiga kali. Mirko dan Marina memang amat bersyukur atas kesembuhan Devis yang mereka cintai.

Cobaan Masih Berlanjut

Dengan sembuhnya Devis, kehidupan normal kembali mewarnai keluarga Mirko. Canda tawa mulai terdengar kembali seperti sedia kala. Namun, itu hanya berlangsung beberapa tahun saja.

Tanggal 15 Agustus 2007, Mirko membonceng Devis bepergian ke gunung, tak jauh dari rumah mereka. Pada saat pulang, rem motor tiba-tiba blong, tak berfungsi. Karena jalanan menurun tajam, tak ayal lagi motorpun meluncur dengan derasnya. Di depan mereka melaju sebuah mobil dengan kecepatan sedang. Mirko berfikir, motor akan melaju makin kencang. Seandainya jatuh ke sebelah kanan, akan fatal karena masuk jurang. Maka, satu-satunya jalan untuk menghentikan adalah dengan cara menabrakkan diri. Untuk melindungi anak bungsunya, dengan sengaja Mirko ‘memasang’ kaki kanannya sebagai tameng. Akibatnya luar biasa. Lutut kanan Mirko hancur dan tulang kakinya patah di dua tempat. Devis juga menderita patah kaki, tergencet antara motor dan mobil.

Selama beberapa bulan Mirko dan Devis harus menjalani perawatan intensif. “Kasihan, istri saya Marina sempat stress. Ia harus merawat kami berdua, sementara ia sendiri tetap bekerja dan mengurus rumah sekaligus. Selain itu, keuangan kami juga kocar-kacir karena peristiwa ini”, tutur Mirko.

Pertengahan Agustus yang lalu, Mirko menjalani operasi untuk kedua kalinya. Dua minggu sesudahnya, ia sudah mulai berjalan kaki dengan bantuan tongkat.

Dua peristiwa dahsyat telah mengguncang kehidupan Mirko sekeluarga. Mirko mengaku amat berat menanggung pengalaman pahit itu. Namun, ia juga mengaku bahwa peristiwa tersebut tidak memadamkan imannya kepada Tuhan. Sebaliknya, pengalaman getir itu membuatnya makin berserah pada Tuhan. “Betapa rapuhnya hidup kita manusia. Betapa segala sesuatu dapat berubah dalam sekejap. Hanya kepada Tuhan kami dapat menyerahkan hidup kami”, ujar Mirko. Marina, yang duduk di sampingnya, mengangguk-anggukan kepala, menyetujui ucapan suaminya. (Foto: Mirko dengan istri dan anak-anaknya).

Heri Kartono OSC (dimuat di majalah HIDUP edisi 1 Nopember 2009).

Saturday, September 12, 2009

Setahun Yohanes Paulus II (2006)


SETAHUN TANPA KAROL WOJTYLA.

Dalam cuaca awal musim semi yang cerah dan dihadiri sekitar 40 ribu orang, misa peringatan setahun meninggalnya Paus Yohanes Paulus II (3/4/06) berlangsung khidmat dan meriah di lapangan St.Petrus, Vatikan.

Menyentuh Hati.

“Sejak awal misa saya merasa terharu. Saya terkenang kembali saat-saat Paus Yohanes Paulus II masíh hidup dan sering tampil di muka umum!”, papar Sr. Kornelia Silalahi FCJM yang sudah 9 tahun tinggal di kota Roma. Sr.Kornelia tidak sendirian. Sepanjang misa yang dipimpin langsung Paus Benedictus XVI ini, banyak orang terharu bahkan menangis. Beberapa orang yang menangis bahkan sempat “tertangkap” kamera televisi dan muncul dalam layar lebar yang terpasang di empat penjuru lapangan St.Petrus.

Misa sendiri mulai jam 17.30 namun orang sudah antri masuk sejak tiga jam sebelumnya. Jumlah pintu masuk dengan metal detector, dua kali lebih banyak daripada biasanya. Karenanya, antrian tergolong cepat dan lancar. Pelbagai kelompok dan rombongan memasuki lapangan St.Petrus dengan tertib. Di sana-sini terlihat rombongan dari Polandia dengan membawa bendera nasional mereka: putih-merah kecil-kecil. Sebagian di antara mereka malah membawa bendera ukuran besar. Tidak sedikit juga yang datang membawa gambar Paus Yohanes Paulus II dalam pelbagai ukuran.

Paus Benediktus XVI yang mengenakan kasula warna merah, dalam kotbahnya antara lain memuji pribadi Paus Yohanes Paulus II. Menurutnya, Yohanes Paulus II adalah pribadi yang solid, kuat, penuh iman, tidak kenal rasa takut dan tanpa kompromi. Pribadinya yang kuat ini menyentuh hati banyak orang. “Terima kasih atas peziarahannya keliling dunia dan khususnya peziarahannya yang terakhir yang merupakan penderitaan dan kematiannya!”, ujar Benediktus XVI. Kotbah Paus Benediktus beberapa kali terhenti oleh tepuk tangan meriah umat yang hadir.

Malam sebelumnya Paus Benediktus XVI memimpin acara ‘tuguran’ di lapangan St.Petrus. Lebih dari sepuluh ribu umat, kebanyakan anak muda, berjaga-jaga dan berdoa dengan membawa lilin di tangan mereka.

Persiapan yang Baik dan Perhatian Mass Media.

Misa setahun meninggalnya Paus Yohanes Paulus II disiarkan secara langsung oleh RAI 1 (TV Nasional Italia) dan diliput beberapa TV manca negara. Acara ini terkesan disiapkan dengan sangat baik. Dua panggung didirikan secara khusus di samping kiri dan kanan altar. Hiasan yang memenuhi sekitar altar dikerjakan dengan sangat bagus, mendukung suasana liturgis. Untuk mengikuti upacara, dibagikan booklet pada pintu masuk. Booklet mungil dengan illustrasi lukisan-lukisan abad XV ini berisi tata perayaan lengkap dengan lagu-lagunya.

Di sekitar lapangan St.Petrus banyak polisi berjaga-jaga namun tidak terkesan ‘angker’. Beberapa mobil ambulans stand by di tempat-tempat strategis. Pemerintah kota Roma juga turut berpartisipasi antara lain dengan membagikan air mineral secara cuma-cuma kepada semua yang hadir.

Karol Wojtyla nampaknya masih tetap mempunyai daya tarik, kendati telah tiada. Sejumlah stasiun televisi seperti CNN dan RAI 1 menayangkan sajian khusus untuk mengenang setahun kepergiannya. Italia yang sedang ‘sibuk’ menyongsong Pemilu, tetap menempatkan berita setahun meninggalnya Paus Yohanes Paulus II di halaman pertama koran-koran mereka.

Makam Yohanes Paulus II yang selama ini tak pernah sepi pengunjung, dalam seminggu terakhir mendapat kunjungan berlipat-lipat. Tak kurang presiden Italia sendiri Carlo Azeglio Ciampi menyempatkan diri berkunjung dan berdoa di makam Yohanes Paulus II pada hari Minggu pagi (2/4/06). Tak ketinggalan, warga Indonesia yang tinggal di kota Roma, juga mengadakan misa khusus di kapel kecil di sebelah makam Paus Yohanes Paulus II. Misa dipimpin oleh Pater Sylwester Pajak SVD yang pernah lama bekerja di Indonesia.

Setahun Wojtyla telah pergi. Orang tetap merasa kehilangan. Perhatian besar yang ditunjukkan pelbagai kalangan menunjukkan kedekatan hati orang pada Paus yang pernah berkeliling ke lebih 140 negara ini. Nampaknya, sesudah setahun kematiannya, Paus Karol Wojtyla ini tetap lekat di hati umatnya.

Heri Kartono. (dimuat di HIDUP edisi...2006).

Pertemuan Paus dengan Diplomat Islam (2006)



MEMBANGUN (KEMBALI) JEMBATAN PERSAHABATAN.

Inisiatif Paus Benediktus XVI mengundang diplomat Negara-negara Islam di Castel Gandolfo (25/9/06) dinilai positif. Pertemuan tersebut dihargai sebagai usaha konkrit Vatikan untuk merajut hubungan yang sempat terganggu. Lantas, apa komentar Dubes Indonesia untuk Tahta Suci yang hadir dalam pertemuan tersebut?

“Dalam kesempatan yang khusus ini sekali lagi saya ingin mengulangi penghargaan saya yang mendalam pada umat Islam”, ujar Paus Benediktus XVI kepada para diplomat Negara-negara Islam. Selanjutnya Paus mengutip dokumen Vatikan yang berkaitan dengan agama Islam, “Gereja memandang umat Islam dengan penghargaan. Mereka juga menyembah Allah Yang Maha Esa, yang mentaati Allah dengan sepenuh hati sebagaimana Abraham telah tunduk pada Allah” (Nostra Aetate No.3).

Sambil menempatkan dirinya pada perspektif ini, Paus mengungkapkan bahwa sejak ia diangkat menjadi Paus, ia telah berkeinginan melanjutkan membangun jembatan persahabatan dengan pemeluk agama-agama lain. Secara khusus Paus menunjukkan penghargaan tersendiri pada pertumbuhan dialog antara Islam dan Kristen.

Relasi baik antara Islam dan Kristen yang telah terjalin selama bertahun-tahun pada masa Paus Yohanes Paulus II, tidak hanya akan diteruskan tetapi juga dikembangkan lebih jauh dalam suatu semangat dialog yang tulus dan saling menghormati.

Paus memang tidak berbasa-basi. Sebagai contoh, dalam beberapa kesempatan, seperti dalam kunjungannya ke Jerman menghadiri Pertemuan Kaum Muda Sedunia (2005), Benediktus juga menyempatkan diri bertemu dengan perwakilan komunitas Islam di sana. Ketika kartun tentang Mohammad yang diterbitkan di Denmark menghebohkan dunia Islam, Paus adalah salah satu orang yang paling cepat dan tegas mengutuk kartun tsb.

Pada akhir sambutannya Paus menyampaikan doa kepada seluruh umat Muslim yang saat ini tengah menjalani ibadah puasa. “Saya berdoa dengan segenap hati semoga Tuhan akan membimbing langkah kita di jalan yang penuh saling pengertian. Di saat umat Muslim memulai perjalanan spiritualnya di bulan Ramadhan, saya mengucapkan selamat menjalankan ibadah (puasa), semoga Tuhan memberkati mereka semua dengan kehidupan yang damai dan tenteram," kata Paus.

Paus menyampaikan sambutannya ini dalam bahasa Perancis. Namun, sesudahnya dibagikan juga teks terjemahannya dalam bahasa Arab, Inggris dan Italia.

Pertemuan yang diprakarsai Paus ini dihadiri 22 Dubes negara-negara Islam untuk Tahta Suci, seperti Kuwait, Yordania, Siria, Maroko dan Tunisia. Selain para Duta Besar, hadir pula 17 wakil-wakil komunitas Muslim Italia yang ada di kota Roma. Pertemuan yang berlangsung di Castel Gandolfo, istana musim panas Paus ini, disiarkan secara langsung oleh Televisi Vatikan dan CNN. Jaringan televisi Arab Al-Jazeera juga menyiarkan acara ini.

Membuka Suasana Baru

“Banyak peserta yang ingin tahu kira-kira apa yang akan disampaikan Paus dalam pertemuan khusus ini. Ada yang menduga, Paus akan menjelaskan isi pidatonya yang menghebohkan itu”, tutur Bambang Prayitno SH, Dubes RI untuk Tahta Suci yang hadir dalam pertemuan di Castel Gandolfo tsb. “Ternyata Paus tidak menyinggung sedikitpun soal pidatonya itu. Hanya, pada awal pembicaraannya, beliau mengatakan bahwa situasi yang menjadi latar belakang pertemuan tersebut sudah diketahui bersama”, lanjut Bambang kepada HIDUP di ruang kerjanya di kawasan EUR, Roma. Masih menurut Bambang, akhirnya orang memahami bahwa seorang Paus memang bukan pada posisinya untuk mengadakan tanya-jawab bebas.

Menurut Dubes RI kelahiran Porong, Jawa Timur ini, pertemuan Paus dengan para Diplomat negara-negara Islam merupakan langkah ke empat yang dilakukan Vatikan dalam upaya membangun kembali hubungan yang sempat terganggu. “Vatikan telah melakukan langkah-langkah yang konstruktif dan ajakan Paus dalam sambutannya ini membuka suasana baru”, ujar Bambang.

Upaya Merajut Kembali Hubungan Baik.

Wartawan BBC di Roma, David Willey, mengatakan Paus menempuh upaya yang tidak biasa ini untuk meyakinkan umat Islam bahwa dia memang serius dalam meningkatkan hubungan antar agama.

Sementara itu, Albert Edward Ismail Yelda, Dubes Irak untuk Tahta Suci, seperti dikutip Reuters, memberi komentar: “Bapa Suci telah menyatakan penghargaan mendalam atas umat Islam. Inilah yang memang kita harapkan”, ujarnya. Lebih lanjut Yelda mengatakan “Kini saatnya melupakan apa yang sudah terjadi dan (mulai) membangun jembatan”, katanya lagi. Masih menurut Dubes Irak, pernyataan Paus kepada para wakil Muslim ini hendaknya dapat mengakhiri kemarahan umat Islam atas pidatonya sekitar Islam dan kekerasan.

Dalam konteks Indonesia, Bambang Prayitno SH menilai pertemuan ini positif. Rakyat Indonesia menanggapi secara proporsional pidato Paus di Jerman. Tentang reaksi Indonesia, Mgr.Pietro Parolin, wakil Menlu Vatikan, dalam kesempatan terpisah, sebagaimana disampaikan Dubes RI, memberikan apresiasi pada kalangan pemerintah dan pemimpin agama di Indonesia yang dinilai cukup moderat dan proporsional dalam menyikapi pidato Paus di Jerman.

Tentang pertemuan di Castel Gandolfo ini, lebih lanjut Bambang berkata: “Pertemuan Paus Benediktus XVI dengan para Diplomat negara-negara berpenduduk muslim ini saya nilai positif. Pertemuan ini jelas merupakan usaha untuk merajut kembali hubungan yang sempat terganggu”, ujar Bambang yang mulai bertugas sebagai Dubes RI untuk Tahta Suci sejak awal tahun 2004.

Selain wawancara dengan kami, Dubes Indonesia untuk Tahta Suci ini juga diwawancarai oleh Radio Washington, Radio Netherland, Radio Jerman, Agencia Ansa Italia, juga Elshinta Indonesia. Dalam tanya jawab langsung dengan pendengar Radio Elshinta di Indonesia, Bambang menerima banyak tanggapan positif atas pertemuan di Castel Gandolfo tersebut.

Pidato Paus Benediktus di Regensburg, Jerman, telah menimbulkan reaksi keras banyak umat Islam. Namun usahanya yang tulus untuk memperbaiki kembali hubungan baik dengan umat Islam, seperti tercermin dalam pertemuan dengan para Diplomat, mendapat penghargaan dan simpati orang. (Foto: Paus dengan Dubes RI Bambang Prayitno SH)

Heri Kartono. (Dimuat di majalah HIDUP edisi...2006).


Kunjungan Paus ke Polandia (2006)


PERJALANAN YANG DIRINDUKAN

Paus Benediktus XVI mengadakan lawatan selama empat hari (25-28 Mei 2006) ke Polandia, tanah air pendahulunya. Dalam kesempatan tersebut, Paus asal Jerman ini juga berkunjung ke Auschwitz, tempat pembantaian orang-orang Yahudi pada era rezim Nazi Jerman dahulu.

Perjalanan Yang Dirindukan.

“Saya merasa bahagia bahwa hari ini saya berada di antara kalian semua di Republik Polandia. Sudah sejak lama saya ingin mengunjungi negeri dan umat dari pendahulu saya yang tercinta Paus Yohanes Paulus II. Saya datang kemari untuk mengikuti serta meneladani jejak-jejak hidupnya”, ujar Paus Benediktus XVI pada acara penyambutan -nya di bandara Warsawa, 25 Mei 2006.

Paus tidak berbasa-basi. Sesungguhnya, inilah kunjungan pertama yang ia rencanakan dan kehendaki sebagai Paus. Kunjungan sebelumnya (ke Koln, Jerman) adalah lawatan yang telah diprogramkan oleh pendahulunya, Yohanes Paulus II.

Dalam kesempatan tersebut, Paus juga berkata: “ Perjalanan ini diilhami motto Berteguhlah dalam iman-mu. Saya katakan ini sejak awal untuk menegaskan bahwa perjalanan ini bukanlah sekedar lawatan sentimental, meskipun tentu saja hal itu juga ada benarnya. Ini merupakan perjalanan iman, suatu bagian dari misi yang dipercayakan Tuhan pada saya!”

Sylwester Pajak SVD, pastor Polandia yang pernah lama bekerja di Indonesia mengatakan bahwa motto dan pesan Paus ini amat tepat untuk situasi Polandia. Polandia memang negara Katolik sejak tahun 966. Namun, 40 tahun dibawah regim komunis dan masuknya Polandia dalam Uni Eropa membuat nilai-nilai Katolik mulai goyah. Selain itu pemerintah Polandia juga menghadapi oposisi kuat yang bukan Kristiani. “Jadi, pesan Paus Benediktus ini amat cocok dan mengena, apalagi Paus acapkali menyampaikannya dalam bahasa Polandia”, ujar Sylwester yang kini bertugas sebagai Rektor Collegio San Pietro di Roma.

Kedatangan Paus Benediktus XVI mendapat sambutan meriah rakyat Polandia dimana-mana. Di bandara Warsawa, Paus disambut secara kenegaraan oleh presiden Polandia Lech Kaczynski didampingi istrinya Maria Kaczynka. Hadir juga pada kesempatan itu Kardinal Jozef Glemp serta jajaran pemerintahan serta sekitar seribu pegawai dan karyawan bandara. Demikianpun, dalam perjalanan dari bandara memasuki kota Warsawa, Paus dielu-elukan ribuan orang yang menyongsongnya sambil mengibar-ngibarkan bendera Vatikan di tangan mereka. Nampaknya Polandia yang mayoritas warganya beragama Katolik (95,8%) memang merindukan kehadiran Paus Benediktus XVI asal Jerman ini.

Selama keberadaan Paus di Polandia, dilaporkan banyak toko tidak menjual minuman beralkohol tinggi seperti Vodka yang termashyur itu. Selain itu, stasiun-stasiun televisi tidak menayangkan iklan-iklan erotik, celana dalam, kondom dan alat-alat seks lainnya.

Hari berikutnya (26/05) Paus mengadakan misa pertama di Lapangan Pilsudski, Warsawa. Dalam kotbahnya, Paus mengulangi pesan utamanya: “Berteguhlahlah dalam imanmu. Wariskan imanmu pada anak-anakmu dan jadilah saksi atas karunia berlimpah yang telah kalian alami lewat Roh Kudus dalam perjalan hidup kalian”.

Sekitar 270 ribu orang hadir pada kesempatan itu. Kendati diguyur hujan cukup deras, umat tetap bertahan. Sebagian membawa payung, sebagian lagi mengenakan jas hujan namun tidak sedikit yang harus berbasah-kuyup mengikuti misa. “Saya tidak mau berteduh. Ini adalah peristiwa amat penting bagi Polandia. Kami tidak tahu apakah akan dapat melihat Paus lagi di tempat ini”, ujar seorang umat yang menolak untuk berteduh. Dalam misa tersebut, dilaporkan sekurangnya 100 orang harus dirawat dokter karena kedinginan atau kesulitan peredaran darah. Sembilan belas diantaranya harus dilarikan ke Rumah Sakit.

Ketika misa di Krakow, jumlah umat yang hadir lebih dari satu juta orang. Walikota Krakow, Jacek Majchrowski memang sudah memperkirakan jumlah tersebut. Krakow adalah tempat bersejarah bagi Paus Yohanes Paulus II. Sebelum menjadi Paus, Karol Wojtyla adalah Uskup Agung di kota ini. Kenangan kepada mendiang Paus Yohanes Paulus II nampaknya menjadi salah satu alasan umat berbondong-bondong hadir. Dalam kotbahnya, beberapa kali Paus Benediktus XVI juga menyinggung pendahulunya itu, antara lain: “Krakow adalah kota Karol Wojtyla dan kotaYohanes Paulus II. Dan sekarang Krakow adalah kota saya juga!”, kata Benediktus disambut tepuk tangan meriah umat yang hadir.

Kunjungan ke Auschwitz.

“Paus Asal Jerman Berkunjung ke Kamp Konsentrasi Auschwitz”, begitu judul yang ditulis oleh banyak media massa tentang kunjungan Benediktus ke Auschwitz.

Di jaman Rezim Nazi Hitler hampir 1,5 juta orang, khususnya keturunan Yahudi dibantai secara keji di kamp konsentrasi Auschwitz. Bisa dimengerti bahwa Paus Ratzinger yang berasal dari Jerman ini menjadi pusat perhatian ketika berkunjung ke Auschwitz. Kenyataan ini disadari benar oleh Paus Benediktus XVI.

Dalam sambutannya Paus Benediktus antara lain berkata: “Paus Yohanes Paulus II datang ke tempat ini sebagai seorang anak bangsa Polandia. Hari ini saya datang kemari sebagai seorang anak bangsa Jerman”, katanya. Sehubungan kekejian luar biasa yang pernah terjadi di Auschwitz, Benediktus berkata:”Betapa banyak pertanyaan muncul di tempat ini! Secara terus-menerus pertanyaan muncul: Di mana Tuhan pada saat itu? Mengapa Ia diam saja?”

Selanjutnya Benediktus XVI mengutip Mazmur 44: “Engkau telah meremukkan kami di tempat serigala dan menyelimuti kami dengan kekelaman…Bangunlah! Mengapa Engkau tidur ya Tuhan. Bangunlah!”

Kemudian Paus melanjutkan: “Kita tak mampu melihat rencana misteri Allah. Kita hanya melihat sebagian kecil dan kita bisa salah dalam menilai Tuhan dan sejarah….Kita harus terus menerus berteriak: Bangunlah ya Tuhan, jangan lupakan umat-Mu!”, tuturnya dalam bahasa Italia. Selama kunjungan ke Polandia, Paus Benediktus memang menghindar untuk menggunakan bahasa Jerman. Hal ini dilakukannya untuk menjaga perasaan Orang Polandia dan Yahudi khususnya.

Dalam lawatannya ini, Paus juga berkunjung ke Wadowice, kota kelahiran Yohanes Paulus II; bertemu dengan perwakilan agama lain di Gereja Lutheran, Warsawa; bertemu dengan kaum religius dan para seminaris. Tak ketinggalan, Paus Benediktus juga mengunjungi tempat-tempat ziarah Bunda Maria seperti di Kalwaria Zebrzydowska dan di Jasna Gora. Secara khusus, Paus juga bertemu dengan kaum muda di Blonie Park, Krakow.

Reaksi Atas Kunjungan Paus Benediktus XVI.

Dimana-mana Paus Benediktus XVI disambut secara luar biasa rakyat Polandia. Kota Warsawa penuh dengan poster-poster menyambut kedatangan Paus. Beberapa poster antara lain menyebut Benediktus sebagai: “Paus Kami”. Banyak orang mengatakan bahwa Paus Benediktus XVI mendapat sambutan luar biasa karena dianggap mempunyai kedekatan yang erat dengan pendahulunya. “Hal itu mungkin ada benarnya. Namun jangan lupa, Paus ini memang pandai merebut hati rakyat Polandia dengan apa yang ia lakukan dan kotbahkan selama di Polandia”, jelas Sylwerter bersemangat.

Kunjungan Paus Benediktus XVI tidak hanya mendapat perhatian penuh Media Massa setempat namun juga dari Media asing. Tujuh stasiun televisi, termasuk CNN, NBC, BBC, Telepace dan EuroNews menyiarkan secara langsung acara kunjungan bersejarah ini.

Heri Kartono.

Kunjungan Paus ke Jerman (2006)


SUSAHNYA BERDIALOG!

Kunjungan enam hari Paus Benediktus XVI ke Jerman mendapat sambutan hangat dimana-mana. Namun, komentar singkatnya tentang kekerasan yang mengatas-namakan agama, mendapat reaksi keras dari sejumlah pemimpin agama Islam.

“Suatu Kunjungan yang membawa kebaikan bagi bangsa kita”, begitu judul yang ditulis harian Suddeutsche Zeitung tentang kunjungan Paus ke Jerman. Kunjungan Paus, menurut koran Jerman ini membuat orang-orang tiba-tiba berbicara lagi mengenai agama sebagai topik percakapan mereka.

Apa yang dikatakan surat kabar Jerman ini menggambarkan suasana keseluruhan kunjungan Paus Benediktus XVI ke tanah airnya, Jerman.

Pada hari pertama kunjungannya ( 9/9/06) Paus disambut secara kenegaraan di bandara Franz Joseph Strauss, Munchen. Presiden Jerman Horst Kohler, kanselir Angela Merkel serta sejumlah pejabat teras menyambut Paus dengan hangat. Tak ketinggalan para pejabat gereja seperti Kardinal Karl Lehmann, ketua konperensi para uskup Jerman; Kardinal Friedrich Wetter, uskup Agung Munchen juga turut hadir dalam acara penyambutan tersebut.

Dalam kunjungan enam hari ini (9-14/9’2006) acara Paus tergolong padat. Ia merayakan Misa antara lain di lapangan terbuka Neue Messe dan di Altotting, menghadiri pertemuan dengan para pejabat negara, bertemu dengan pelbagai kelompok sampai acara pribadi bertemu dengan kakak kandung dan berziarah ke makam orang tua. Ditengah-tengah pelbagai pemberitaan positif mengenai kunjungan Paus yang ke-empat ke luar Italia ini, Benediktus XVI juga mendapat sorotan tajam menyangkut apa yang disampaikannya di Universitas Regensburg (12/9).

Kecam Kekerasan Atas Nama Agama.

Dalam kesempatan berbicara di Universitas Regensburg (tempat Ratzinger pernah mengajar), Paus mengkritik kekerasan atas nama agama. Topik kuliah yang disampaikan Paus adalah bagaimana Iman dan Akal dapat berdamai di Barat. Kuliah itu sendiri bernuansa akademik. Namun Paus memulai dengan mengutip sebuah buku karangan Prof Theodore Khoury yang berisi perdebatan antara Kaisar Bizantium (kini Turki) Manuel Paleologos II yang Kristen dengan seorang cendekiawan Persia (abad ke 14). Dalam perdebatan tersebut kaisar menyinggung persoalan jihad atau Perang Suci. “Menyebarkan iman lewat kekerasan adalah tidak masuk akal. Kekerasan tidak cocok dengan hakekat Allah dan tidak cocok dengan hakekat jiwa”, ujar Manuel Paleologos dalam perdebatan dengan cendekiawan Persia tsb.

Pembicaraan Paus yang berkaitan dengan Islam, dengan mengutip ucapan Kaisar Manuel Paleologos II, merupakan bagian yang amat singkat dari kuliahnya yang berlangsung selama 32 menit. Namun demikian, bagian singkat ini mendapat tanggapan paling banyak dan keras, khususnya dari kalangan Islam.

Pimpinan persaudaraan Muslim, Mohammed Mahdi Akef, yang memiliki organisasi amat berpengaruh di dunia Arab mengatakan bahwa Paus telah membangkitkan kemarahan seluruh dunia Islam dan makin menguatkan dugaan bahwa Barat memang bersikap bermusuhan terhadap apapun yang berkaitan dengan Islam. Di Turki, Ali Bardakoglu, Direktur Jenderal Urusan Agama, amat menyesalkan ucapan Paus. “Saya tidak melihat perlunya orang yang memiliki pandangan seperti itu mengunjungi Negara Islam”, tutur Ali. Bulan Nopember yang akan datang Paus Benediktus dijadwalkan akan berkunjung ke Turki atas undangan Presiden Ahmet Necdet Sezer. Reaksi keras atas pidato Paus terus berdatangan dari pelbagai negara. Di Nablus (Palestina) dilaporkan dua gereja diserang bom molotov.

Tanggapan Vatikan.

Atas pelbagai tanggapan keras tersebut, sekretaris Negara Vatikan yang baru, Tarcisio Bertone (16/9) menyatakan bahwa Paus amat terkejut dan menyesal bahwa beberapa kalimat dalam pidatonya dianggap melawan umat Islam. Lebih lanjut, Tarcisio menjelaskan bahwa pandangan Paus tentang Islam adalah sejalan dengan ajaran Gereja Katolik yang menghargai Islam sebagai agama yang menyembah hanya satu Allah.

Pada hari Minggu (17/9) menjelang doa Angelus di Castel Gandolfo (Istana musim panas Paus di luar kota Roma) secara langsung Paus menyatakan penyesalannya yang mendalam dan berkata: “Kutipan yang saya ambil dari abad pertengahan, sama sekali tidak mencerminkan pendapat saya pribadi”, katanya dalam bahasa Italia. Selanjutnya Paus menjelaskan bahwa pidato yang disampaikannya di Regensburg sesungguhnya merupakan ajakan untuk berdialog secara jujur dan terbuka dengan menghormati satu sama lain.

Apa yang disampaikan Paus Benediktus XVI memang benar. Lewat pidatonya, Paus sebenarnya mengajak semua orang untuk melakukan dialog antara akal dan iman. Itu juga berarti Paus menyerang sekularisme yang dominan di barat yang menyebabkan kultur barat terasa agresif bagi kultur lain yang religius, termasuk Islam. Paus juga lewat pidatonya menyodorkan suatu gagasan dialog peradaban universal. Benturan budaya sering terjadi karena konflik antara fundamentalisme religius melawan modernisme sekular. Dalam konteks ajakan kedua tersebut, Paus menyampaikan pesan kuatnya: anti kekerasan dan paksaan atas nama agama. “Sayang, dengan mengambil contoh kutipan dari kaisar Bizantium, jelas mengundang resiko”, ujar Prof. Daniel A.Madigan, dari Universitàs Gregoriana, Roma.

Dan memang, orang lebih terfokus pada penggalan kutipan (yang banyak dilansir media massa) lepas dari konteks keseluruhan. Tentang hal ini, Kardinal Paul Poupard, pejabat Vatikan yang membidangi dialog dengan umat Islam berkata: “Saya mengundang sahabat-sahabat Islam yang mempunyai kehendak baik untuk mengambil dan membaca teks Paus dengan seksama. Akan sangat jelas bahwa pidato Paus sama sekali tidak bisa digolongkan menyerang Islam, sebaliknya merupakan suatu ajakan untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam budaya agama, termasuk Islam”, jelas Kardinal dalam wawancara dengan koran Italia Corriere della Sera.

Kanselir Angela Merkel dan beberapa politisi Jerman menyampaikan komentar senada. Dalam wawancara yang dimuat harian Bild, Angela mengatakan: “Pidato tersebut merupakan undangan untuk berdialog bagi agama-agama. Apa yang ditekankan Paus Benediktus adalah penolakan yang tegas dan tanpa kompromi terhadap segala bentuk kekerasan atas nama agama”, ujar Angela.

Beberapa komentator di Roma mengusulkan agar teks pidato Paus diterjemahkan ke dalam bahasa Arab agar orang dapat membaca dan menentukan sendiri penilaiannya atas kutipan yang diucapkan Paus berdasarkan konteksnya.

Pembicaraan tentang kekerasan dalam agama sebenarnya bukan yang pertama kali disampaikan Paus Benediktus XVI. Minggu sebelumnya, dalam pertemuan antar tokoh agama di kota Asisi (Italia) yang dihadiri juga oleh tokoh Islam, Paus menyatakan bahwa tak seorangpun boleh menggunakan motif agama sebagai pembenaran atas tindakan permusuhan terhadap sesamanya.

Heri Kartono. (dimuat majalah HIDUP, edisi...Oktober, 2006)