Tuesday, November 15, 2011

Ny.M.A.S. Teko


TETAP PRODUKTIF DI USIA SENJA

Usianya sudah 80 tahun, namun wanita sepuh ini masih aktif diminta berceramah keliling Indonesia. Penerima pelbagai penghargaan ini juga masih bermain tenis hingga kini. Ibu Teko yang gemar memakai topi, tetap produktif di usia senja.

Pada tanggal 16 Oktober 2011, Anna Maria Sutirah atau lebih populer disebut Ibu Teko diundang berceramah di Polda Kalimantan Barat, Pontianak. Di tempat ini, wanita bersuara lantang ini memberikan dua kali ceramah, kepada para istri polisi dan kepada para Polwan (Polisi Wanita).

Ibu Teko dikenal sebagai seorang MC (Master of Ceremony) sekaligus pembicara yang handal. Padahal, saat ia masih kecil, ia sulit untuk berbicara alias gagap. Sebagai MC, wanita Jawa kelahiran Purworejo (9 Oktober 1931) ini sempat dipercaya selama 14 tahun memperkenalkan Sundanese Cultural Performances di hotel Panghegar dan Hotel Savoy Homann, dua hotel bergengsi di Bandung. Pada acara tsb, bu Teko bertindak sebagai Host dalam bahasa Inggris dan Belanda. Pengunjung acara ini memang sebagian besar turis. Kemampuan berbahasa Belanda diperoleh bu Teko saat ia duduk di bangku HIS sementara bahasa Inggris ia pelajari secara otodidak.

Kenangan dari Presiden Megawati.

Tahun 2004 Presiden Megawati berkunjung ke Bandung. Salah satu agenda kunjungan tsb adalah pertemuan Presiden dengan seluruh Organisasi Wanita. Untuk acara yang penting ini, ibu Teko mendapat kehormatan menjadi Pembawa Acara. Nampaknya Presiden Megawati terkesan atas penampilan bu Teko. Karenanya, seusai acara, Megawati menghadiahkan jam tangan bergambar dirinya untuk ibu Teko sebagai kenangan.

Dalam banyak kesempatan, bu Teko tampil dengan mengenakan salib besar di dada. Tentang hal ini, pastor Harimanto OSC pernah memberi komentar bernada guyon: “Salib bu Teko lebih besar dari salib Uskup!”. Bu Teko memang tidak pernah menyembunyikan jati dirinya sebagai seorang Katolik. Meski demikian, karena pembawaannya yang santun dan hormat pada setiap orang, ia diterima di banyak kalangan. Sahabat-sahabatnya tidak sedikit dari kalangan muslim. Beberapa kali bu Teko diundang untuk berbicara di kalangan muslim. Yayasan Uswatun Hasanah bahkan pernah mengundangnya untuk berceramah tentang Public Speaking sebagai sarana da’wah! Bu Teko menyampaikan topik tsb tanpa canggung atau risi sedikitpun.

Tentang pengalamannya berkecimpung di kalangan umat lain, bu Teko mengatakan: “Bila kita membawa kasih dan persahabatan, saya rasa semua orang walaupun berbeda, akan menerima diri kita dengan baik”, ujar ibu dari 7 anak ini.

Surat Ijin Pendirian Gereja

Awal tahun 1980-an, bu Teko bersama beberapa anggota Legio Maria, aktif mengupayakan surat ijin pembangunan gedung Gereja di Buah Batu, Bandung. Pastor paroki memang memberi kepercayaan penuh pada bu Teko. Sebaliknya, banyak aktivis gereja, khususnya para bapak, memandang sinis usaha bu Teko. Mereka tidak percaya bahwa bu Teko mampu melakukan tugas itu. Selama tiga tahun, bu Teko mengupayakan segala sesuatunya dengan baik. Tanpa kenal lelah ia keluar masuk kantor Kota Madya Bandung untuk keperluan tersebut.

Seringnya bu Teko keluar masuk kantor Kodya Bandung, rupanya diperhatikan seorang pegawai di sana. Suatu hari, pegawai yang beragama Protestan ini menghampiri bu Teko. “Bu, sebenarnya surat ijin sudah keluar kok. Kalau ibu mau, saya bisa memfoto-copynya!”, bisik orang tsb. Bu Teko amat terkejut namun tentu saja gembira sekali. Saat pegawai itu sedang membuat copy, bu Teko yang didampingi seorang ibu lain, menyiapkan “uang terima kasih” dibungkus kertas tissue. Sangkanya, pegawai itu tentu mengharapkan imbalan jasa. Dugaan bu Teko meleset. Sang petugas menolak uang pemberian bu Teko. “Saya kasihan melihat ibu tiap hari bolak-balik ke kantor ini”, ujar bapak yang tidak bersedia menyebut identitasnya itu.

Tidak jelas mengapa Surat Ijin Membangun Gereja asli yang telah ditanda-tangani itu tidak kunjung diberikan. Surat tsb ada di tangan Kepala bagian Sospol, seorang tentara berpangkat Mayor. Berbekal fotocopy yang diperolehnya secara diam-diam itu, bu Teko menghadap bapak Raja Inal Siregar yang saat itu menjabat sebagai Wakil Pangdam Siliwangi. Dengan bekal yang sama, bu Teko juga menghadap bapak Sudarsono, Wakil Kapolda Jawa Barat saat itu. Atas bantuan mereka, akhirnya Surat Ijin Membangun Gereja Santa Maria Buah Batu keluar juga. Atas usahanya itu, bu Teko mendapat penghargaan khusus dari uskup Bandung, Mgr. P.M. Arnzt OSC. Perjuangan bu Teko dalam mengupayakan surat sakti tsb, diungkap kembali oleh Pastor Paulus Tri Prasetidjo Pr, (pastor paroki Buah Batu) pada perayaan HUT bu Teko yang ke 80 di aula paroki (09/10).

Berani Menyampaikan Kebenaran

Bu Teko yang aktif dalam pelbagai kegiatan, dikenal dan mengenal hampir semua pastor di Keuskupan Bandung. Maklum, ia juga pernah mengajar para frater di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan. Bu Teko dikenal sebagai figur yang santun, ramah dan hormat pada pimpinan Gereja. Kendati demikian, bu Teko juga dapat menyampaikan kritikan, bahkan kepada Uskup sekalipun!

Sekitar tahun 1985, beberapa tokoh awam merasa resah atas sejumlah komentar yang disampaikan Uskup baru Bandung secara publik. Namun, tidak ada satu orangpun yang berani menyampaikan pada Uskup bahwa komentar-komentarnya meresahkan. Akhirnya bu Teko diminta untuk menyampaikan keresahan itu pada Uskup. Bu Teko menyanggupinya asal didampingi dua orang sebagai saksi. Pada hari yang ditentukan, bu Teko diterima Uskup. Dengan sopan namun lugas, bu Teko menyampaikan keluhan umat atas ucapan-ucapan Uskup yang mereka nilai kurang pas. Bapak Uskup ternyata mau menerima bahkan menghargai keterbukaan bu Teko.

Kecintaan bu Teko pada Gereja membuatnya bersedia melakukan apapun. Kendati ia sudah tertarik pada agama Katolik sejak kecil, bu Teko sebenarnya baru dibaptis pada tahun 1960 ketika ia berusia 29 tahun. Kebahagiannya menjadi lengkap ketika 8 tahun kemudian, suaminya menyusul jejaknya dibaptis juga. “Saya tidak pernah menyuruh atau mendorong suami saya untuk dibaptis. Itu terjadi atas kemauan dan kesadaran suami saya!”, papar ibu dari 12 cucu dan 2 buyut ini.

Pada tanggal 9 Oktober yang lalu, usia bu Teko genap 80 tahun. Pada kesempatan itu, diluncurkan sebuah buku karangannya berjudul Wulan, Jangan Menyerah. Buku yang dicetak penerbit Kanisius ini bertutur tentang orang-orang usia lanjut. “Setiap manusia pasti menua. Namun jangan menyerah”, begitu tertulis dalam Prakata bukunya.

St.Helena, Lippo Karawaci, 18 Oktober 2011 (Dimuat di Majalah HIDUP edisi 13 November 2011)

Tuesday, July 19, 2011

Susanna Ari Herdi Wibowo


I LOVE YOU, BU GURU!

Ban mobil sebelah kanan belakang pecah. Semua tercekam dan panik. Maklumlah, saat itu mereka sedang berada di tengah hutan belantara, hujan dan pada malam yang gelap gulita. Beberapa jam sebelumnya salah satu ban sudah pecah juga akibat jalan yang amat buruk. Tak ada lagi ban serep yang tersedia dan perjalanan masih memakan waktu 2 jam lagi.

“Perjalanan kali ini sungguh penuh tantangan. Sejak subuh kami sudah terbang ke Pontianak. Sampai di sana tidak ada satu pun bagasi kami. Menurut petugas, bagasi masih tertinggal di Jakarta. Terpaksa kami harus menanti penerbangan berikutnya, menunggu koper. Selanjutnya, selama 9 jam kami terguncang-guncang di dalam mobil karena kondisi jalan yang berlubang dan berbatu. Kepala kami saling beradu atau beradu dengan kaca jendela. Kami semua mual dan lelah!”, papar Susanna Ari Herdi Wibowo tentang perjalanannya ke Kalimantan. Bersama tim Pelita (Pelatihan Pembina Iman Anak), Ari memenuhi undangan Keuskupan Sintang. Selama satu minggu (3-10 Juli 2011) mereka berkeliling ke tiga lokasi yang berjauhan dengan kondisi jalan yang sangat rusak itu. Tujuannya satu: melatih para Guru Bina Iman di paroki-paroki terpencil.

Ari bergabung dengan Tim Pelita pimpinan Pauline Rosita, sejak tahun 2000. Sejak itu pula ia berkeliling Indonesia memenuhi undangan pelatihan. “Saya tidak ingat lagi berapa daerah di Indonesia yang pernah kami datangi. Yang jelas, dari desa-desa di Sumatera Utara hingga Merauke di Papua, sudah kami kunjungi”, ujar wanita kelahiran Semarang ini.

Sekolah Montessori
Ari Wibowo adalah pendiri Sekolah Montessori di kawasan Lippo Karawaci. Ia bersama sahabatnya, Janti Susyana, mendirikan Sekolah Montessori pada tahun 1999 dengan nama Edu Play. Beberapa tahun kemudian berganti nama menjadi Sekolah Montessori Kiara Karitas, hingga kini.

Sekolah Montessori perdana didirikan oleh Dr. Maria Montessori. Dokter wanita pertama Italia ini lahir pada tahun 1870 di Ancona, Italia. Seluruh hidup Dr. Montessori diabdikan untuk pendidikan. Dr. Maria Montessori mengembangkan suatu metode pendidikan yang berpusat pada anak dan merupakan pendidikan seumur hidup. Metode ini membantu anak berkembang sesuai dengan kebutuhan mereka dan memaksimalkan potensi masing-masing individu. Tidak heran bahwa di sekolah Montessori, anak-anak terlihat mandiri. Mereka mendapat kebebasan untuk belajar sesuai dengan yang diminatinya. Para pendidik hanya mendampingi, mengarahkan serta memfasilitasi kebutuhan anak. Meski terkesan bebas, anak-anak tetap dididik bertanggung jawab, baik bagi diri mereka sendiri, lingkungan sekitar, maupun orang lain.

Ari, penulis buku Tangan Kecilku Bisa, mengaku amat tertarik dengan metode pendidikan ala Montessori sejak awal. Menurutnya, filosofi dasar Sekolah Montessori adalah pendidikan untuk perdamaian. Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris ini kemudian mempelajari dan lulus dari Montessori Center International, London (2003). Istri dari Trijono Wibowo ini kemudian masih memperdalam ilmunya melalui Seacoast Center for Montessori Education, Amerika Serikat (2009). Awalnya Sekolah Montessori yang dirintisnya hanya untuk anak-anak Pra-Sekolah. Namun atas permintaan beberapa orang tua murid, Ari membuka juga tingkat Sekolah Dasar. Bahasa pengantar di sekolahnya adalah Bahasa Inggris. Sebagian dari murid-murid adalah Warga Negara Asing, antara lain Argentina, Korea Selatan, Brazil, Russia dan Iceland.

Sebelum membuka sekolah sendiri, Ari pernah mengajar di SMA Sedes Sapientiae Semarang, TK Dian Asih Semarang, TK Sekolah Dian Harapan dan SD Sekolah Pelita Harapan, Lippo-Karawaci. Kini sebagai pengelola sekolah Kiara Karitas, Ari kerap turun tangan mengajar di kelas-kelas. Baginya, berada di antara anak-anak membawa kebahagiaan tersendiri.

Anak-anak Tanah Gocap
Kecintaannya pada anak-anak berawal dari kerinduannya untuk mempunyai adik. Ari memang bungsu dari 4 bersaudara. Semula ia bercita-cita ingin menjadi seorang dokter anak dengan harapan akan banyak bertemu anak-anak. Namun karena tidak lolos dalam tes masuk fakultas kedokteran, Ari beralih ke bidang pendidikan.

Ari tinggal bersama suami dan anaknya, Audrey Trisha, di kawasan Lippo Karawaci, paroki Santa Helena. Jauh sebelum paroki ini berdiri, Ari telah berinisiatif mengadakan Sekolah Minggu bagi anak-anak Katholik. Sebenarnya hal tersebut ia lakukan memenuhi permintaan banyak orang tua muridnya di Sekolah Dian Harapan saat itu (1996). Tempat mengajar berpindah-pindah. Tempat tinggal Ari sempat juga digunakan untuk mengajar anak-anak Sekolah Minggu (1998 – 2003).

Perhatian serta kecintaan Ari pada anak-anak patut diacungi jempol. Sebagai seorang pendidik sekaligus pengelola sekolah, Ari masih meluangkan waktu mengajar anak-anak gelandangan juga. Sejak September 2009 setiap Rabu dan Jumat sore, bersama dua rekannya, Ari pergi ke Tanah Gocap untuk mendidik anak-anak di sana. Rekan-rekannya adalah Ully yang berasal dari Aceh dan beragama Islam serta Airin yang memiliki darah Batak, beragama Protestan. Pada awalnya, di kalangan orang tua sempat muncul anggapan Kristenisasi. Namun anggapan itu dengan cepat sirna karena mereka memang tak pernah menyinggung masalah agama dalam mengajar.

Tanah Gocap adalah kawasan kumuh di tepi sungai Cisadane daerah Tangerang. Untuk mencapai tempat ini, harus melalui jalanan berdebu di musim kering dan becek di waktu hujan. Di antara kuburan Cina dan Sungai Cisadane, tinggallah para pemulung sampah di rumah-rumah liar. Anak-anak mereka ikut membantu orang tua mencari nafkah dengan menjadi pemulung, pengemis atau pengamen di jalan.

Proses belajar-mengajar dilakukan di tempat terbuka di tepi sungai dengan menggunakan alas tikar. Bila turun hujan, pengajaran berpindah ke salah satu tempat tinggal yang ada di situ. Usia anak-anak Tanah Gocap ini berkisar 4-14 tahun; mereka dididik untuk membaca, menulis dan berhitung. Setiap kali pelajaran berlangsung, hadir antara 20 hingga 25 anak. Mereka juga belajar bersikap sopan, menjaga kebersihan dan budi pekerti lewat cerita-cerita yang dibacakan. Tak lupa, Ari juga mengajarkan gerak dan lagu kepada mereka. Anak-anak di sana mengikuti tiap pelajaran dengan antusias. Antusiasme anak-anak itulah yang mengobarkan semangat Ari untuk datang dan mendidik mereka. Setiap kali Ari dan rombongan datang, anak-anak berlarian menyongsong dan berebut membantu membawakan barang bawaan Ari dkk. Tidak jarang Ari membawa hadiah-hadiah kecil atau makanan. Meski demikian, Ari mengaku amat berhati-hati dalam memberikan sesuatu. “Saya tidak ingin bahwa anak-anak belajar hanya karena mengharapkan hadiah!”, tegas wanita berparas cantik ini.
Sebelum memulai pelajaran, Ari mengajak anak-anak untuk berdoa. Demikian pula sesudah selesai pelajaran. Yang menakjubkan, hampir semua pelajaran, termasuk doa dan lagu, dilakukan dalam Bahasa Inggris.
I Love You, Bu Guru!
Salah satu ketrampilan yang digemari Ari adalah bahasa isyarat. Hal ini berawal dari peristiwa yang pernah terjadi di kelasnya. Salah seorang muridnya kebetulan kurang dalam hal pendengaran sehingga sulit untuk berkomunikasi. Anak ini gemar menjiplak dan menggunting kertas berbentuk tangannya. Ari sering mendapat “hadiah kecil” berupa potongan kertas berbentuk tangan di atas meja-nya. Anehnya, bentuknya tidak utuh, hanya menunjukkan 3 jari saja, yaitu jempol, telunjuk dan kelingking. Kendati tidak mengerti maksudnya, Ari menerima dan menghargai pemberiannya dengan tulus.

Pada suatu kesempatan penerimaan rapor, Ari menceriterakan kejadian itu kepada orang tua sang anak. Mereka kemudian menjelaskan artinya. Ternyata potongan kertas 3 jari itu mengandung arti: I LOVE YOU (I: kelingking; L: telunjuk dan jempol; Y: jempol dan kelingking). Ari terharu sekali mendengar penjelasan itu. Sejak menerima pesan cinta itulah Ari terdorong mempelajari bahasa isyarat. Sebagai pelengkap, Ari juga menerjemahkan lagu rohani anak-anak ke dalam bahasa isyarat ini. Kerinduannya adalah anak-anak dapat menyanyi dan memuji Tuhan sambil menggerakkan tangannya, dengan demikian mereka pun lebih memaknai setiap kata dari lagu tersebut.

Susanna Ari Herdi Wibowo bersyukur bahwa suami, anak, orang tua serta kakak-kakaknya mendukung penuh apa yang ia lakukan. Dukungan itu ia rasakan juga dari para pastor serta sahabat-sahabatnya. “Tanpa dukungan mereka dan tanpa campur tangan Tuhan, tak mungkin saya mampu melakukan itu semua!”, ujar Ari dengan sungguh-sungguh. (Foto Atas: Ari bersama keluarga. Bawah: Ari saat mengajar di Tanah Gocap).
Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP edisi 28 Agustus 2011)

Saturday, July 9, 2011

Eksorsisme 1




DIBUTUHKAN NAMUN DIHINDARI

Gejala orang kerasukan setan semakin marak, namun pelayanan di bidang ini masih amat minim. Sulit ditemukan imam eksorsis. Mengapa para imam enggan berkarya di bidang ini? Pastor Jose Francisco C.Syquia, direktur kantor Eksorsis Keuskupan Agung Manila menjelaskan seluk-beluk masalah eksorsisme kepada 62 imam dari tiga keuskupan baru-baru ini di Lembang Bandung.

Isyu-isyu yang berkaitan dengan setan marak dalam tayangan televisi kita. Hampir semua stasiun televisi memiliki program yang berkaitan dengan dunia mistis. Semuanya dari kalangan non Katolik. Terlepas dari penilaian atas tayangan tersebut, di kalangan Katolik, para imam enggan berkecimpung di bidang yang satu ini. Pastor Jose Francisco C.Syquia mensinyalir bahwa isyu tentang setan ditanggapi secara negatif akibat kurangnya pemahaman dalam bidang ini. Tidak heran bahwa kepustakaan di bidang eksorsisme amat langka sementara di bidang moral dan teologi Katolik begitu berkembang dari waktu ke waktu.

Pastor B. Gatot Wotoseputro Pr, salah satu peserta, membenarkan bahwa selama dalam pendidikan di Seminari, ia tak pernah mendapat kuliah atau informasi apapun di bidang eksorsisme. “Semua yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak alami, termasuk per-setanan, seolah-olah dianggap kuno, dianggap omong kosong!”, ujarnya. Imam projo keuskupan Bogor ini, mengaku kerap kebingungan bila diminta untuk mengusir setan dari umat yang kerasukan.

Dibutuhkan bimbingan yang tepat untuk menjalankan karya pelayanan eksorsisme. Tanpa bimbingan serta pendampingan yang tepat di bidang ini, ada bahaya terjadi penyimpangan serta kesulitan yang tidak perlu.

Kemampuan Mengusir Setan

Ada dua hal yang kerap menjadi persoalan bagi para imam. Pertama, sulitnya menerima gejala-gejala yang tidak alamiah. Yang kedua, imam bimbang akan kemampuan-nya mengusir setan. Ada anggapan, seolah-olah urusan pengusiran setan berlaku hanya bagi imam-imam tertentu saja. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi serta pendampingan.

Secara gamblang, pastor Jose menjelaskan apa yang selama ini mengganjal di hati banyak imam. Pertama tentang gejala yang tidak alamiah. Sejak dahulu hingga kini ada banyak gejala serta penyakit yang tak bisa dijelaskan baik secara medis maupun ilmu pengetahuan. Dan itu nyata. Banyak kasus terjadi bahwa seseorang menderita penyakit serius. Semua dokter sudah angkat tangan. Nyatanya, penyakit itu dapat disembuhkan. Para dokter mengakui kesembuhan itu meskipun tidak mampu menjelaskan secara rasional. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang menderita berbagai gangguan tanpa dapat dijelaskan penyebabnya. Sebagian dari kasus itu disebabkan oleh kuasa roh jahat.

Pastor Jose menggaris bawahi bahwa gejala yang berkaitan dengan dunia roh jahat atau setan bukanlah omong kosong. Dalam kasus semacam itu, menurut Jose, para imam dapat membantu. Imam tertahbis memiliki kemampuan mengusir setan. Dari mana kuasa itu didapat? Kuasa itu berasal dari Yesus sendiri.

Sambil mengutip Injil, Jose mengingatkan bahwa Yesus berulang kali menekankan kemampuan mengusir roh-roh jahat kepada para rasul dan penerusnya (Lk 9:1; Mt.10:8; Mk 3:5). Jose merasa sedih dan prihatin bahwa kisah-kisah yang berkaitan dengan setan di dalam Kitab Suci kerap dianggap sebagai simbolis semata. “Anda merendahkan Kitab Suci bila kisah-kisah itu dianggap tidak nyata!”, tegasnya.

Apa yang dijelaskan Jose tentang kuasa eksorsisme imam tertahbis, sebenarnya bukanlah hal yang baru. Katekismus Gereja Katolik misalnya, dengan jelas memaparkan bahwa eksorsisme resmi hanya dapat dilakukan oleh seorang imam dengan persetujuan uskup (Katekismus, paragraf 1673). Hal yang senada disebutkan juga di dalam Hukum Gereja (Kanon 1172).

Menyinggung cara pengusiran, Jose menyebutkan bahwa telah tersedia doa-doa dan upacara yang diatur dalam Buku Rituale Romanum. Ritual resmi eksorsisme dibuat pada tahun 1641 dan diperbaharui tahun 1999. “Semua telah tersedia. Saya berharap bahwa para Uskup dan imam mulai menyadari tugasnya di bidang pelayanan yang khas ini”, ujar Jose.

Menjawab pertanyaan seorang imam yang hadir, Jose menjelaskan bahwa lamanya proses pelepasan atau pengusiran sulit untuk ditetapkan. “Pengalaman kami, pengusiran roh-roh jahat dapat berlangsung sebentar namun dapat juga sampai berjam-jam. Ada beberapa penyebabnya. Salah satunya adalah seberapa besar kekuatan setan yang menguasai saat itu”, jelas Jose. Dalam penjelasannya, pastor Jose kerap menggunakan video rekaman yang dibuat oleh tim-nya.

Yang harus diingat oleh seorang eksorsis, focus kita bukanlah pada setan melainkan pada Allah, pada kebaikan dan kerahiman Allah. Karenanya, seorang eksorsis, menurut Jose, tak perlu gentar menghadapi setan manapun. Adapun perlengkapan yang biasa digunakan seorang eksorsis adalah air suci, garam dan salib. Dupa dan minyak zaitun baik juga digunakan sebagai pelengkap.

Menyerang Kesehatan dan Bisnis.

AMOE (Archdiocese of Manila Office of Exorcism) adalah kantor yang dipimpin pastor Jose. Setiap tahun kantornya dapat menangani ratusan kasus. Dalam tim yang dipimpin Jose, terdapat psikiater, dokter, petugas awam selain tentu saja imam. Dokter dan psikiater dibutuhkan untuk ikut mendiagnosa apakah kasus yang menimpa seseorang merupakan gejala medis, psikologis atau memang gejala lain. “Dari 100 kasus yang kami tangani, 90% terbukti mengandung unsur pengaruh setan”, papar Jose. “Setan bisa menyerang serta mempengaruhi kesehatan kita, mulai dari penyakit yang ringan hingga penyakit yang sangat serius. Ada kalanya si korban menderita kesakitan fisik yang luar biasa. Setan juga dapat menyerang pikiran bahkan bisnis kita. Adapun tempat yang disukai setan antara lain toilet, basement, atap rumah, ruang gelap serta kotor”, jelas Jose.

Ada macam-macam sebab mengapa orang dipengaruhi kuasa jahat. Diantaranya adalah akibat terkena mantera jahat, memiliki dosa berat dan tidak menyesalinya. Penyebab lain, si korban berhubungan dengan orang atau tempat jahat. Misalnya, kerap pergi ke dukun atau tukang tenung.

Ada beberapa kiat untuk menangkal serangan setan. Pertama, sering menerima sakramen, menjalani hidup sesuai dengan Injil, melakukan doa-doa termasuk Rosario serta melakukan penyembahan devosi, misalnya pada Bunda Maria.

Waspada Gerakan Baru.

Pastor Jose menjelaskan bahwa dimasa lalu hal-hal yang berkaitan dengan Kuasa Jahat atau roh-roh kerap dikaitkan dengan kepercayaan Animisme. Pada masa sekarang, telah muncul pandangan serta gerakan-gerakan baru yang dapat menyesatkan. Gerakan yang bermuara pada New Age Movement ini patut diwaspadai. Pasalnya, pandangan mereka menarik dan seolah-olah masuk akal. Karenanya, tidak sedikit orang yang menjadi pengikutnya. Padahal, praktek serta pandangan-pandangan gerakan ini jelas bertentangan dengan iman kristiani.

Secara ringkas, gerakan New Age memandang alam semesta sebagai suatu kesatuan organik. Keseluruhan alam semesta dan segala yang ada di dalamnya digerakkan oleh sebuah energi yang diidentifikasi sebagai roh Illahi. Bagi mereka, tuhan adalah sebuah kekuatan/energi yang hidup.

Beberapa contoh praktek New Age yang dikemukakan pastor Jose, antara lain: Astrologi, penyembuhan dengan tenaga prana, penyembuhan lewat Kristal, tukang-tukang ramal, Kartu Tarot dll.

Acara eksorsisme ini sebenarnya merupakan pertemuan para moderator PDKK tiga Keuskupan, yaitu Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bandung dan Bogor. Meski demikian, banyak imam yang bukan moderator PDKK ikut serta. Pertemuan yang berlangsung tiga hari ini dinilai amat bermanfaat bagi para imam yang mengikutinya.

Heri Kartono, OSC (dimuat sebagai Sajian Khusus di Majalah HIDUP edisi 24 Juli 2011)

Eksorsisme 2 (Pastor YC.Abukasman OSC)


PERJUANGAN SELAMA 10 JAM

“Pengalaman mengusir setan paling sulit yang pernah saya alami, berlangsung selama hampir 10 jam. Seorang mahasiswi pelajar ilmu bela diri Merpati Putih kerasukan setan saat mengikuti kenaikan tingkat di Pengalengan. Manifestasinya luar biasa. Ia bersuara berat seperti lelaki, memasang cakar, melotot beringas serta mengancam. Sebelum dibawa ke pastoran, lebih dahulu ia dibawa ke seorang kyai namun tidak mempan. Lewat pergumulan selama 10 jam, barulah mahasiswi tadi dapat dibebaskan”, tutur Pastor YC. Abukasman OSC.

Pastor Abukasman, salah seorang peserta pertemuan Eksorsisme, kerap diminta mengusir setan. “Saya tidak bisa menghitung lagi. Telah sangat banyak pengusiran yang pernah saya lakukan, baik yang sangat sederhana, maupun yang sangat berat seperti yang menimpa mahasiswi itu”, jelasnya.

Menurut pastor Abu, ia biasa melakukan doa pribadi serta menenangkan diri sebelum melakukan suatu pengusiran. “Pertama-tama saya amati dahulu manifestasi yang terjadi pada pasien: apakah penyakit fisik, mental, stress, atau karena sebab lain. Jika memang karena kuasa setan, barulah saya doakan. Saya berdoa dalam batin saja. Tak lupa, saya menumpangkan tangan pada dahinya. Sesudah itu saya membuat tanda salib. Kalau setannya tidak terlalu kuat, maka orang yang sakit itu akan langsung terkulai, tertidur, dan beberapa saat setelah itu sadar kembali”, papar Abukasman.

Tidak jarang pastor Abu melakukan pengusiran setan bersama orang-orang lain. Kelompok yang kerap diminta bantuannya adalah tim doa Kharismatik. Menurutnya, berdoa bersama tim akan sangat membantu meningkatkan kekuatan doa. “Bukankah Tuhan berpesan bahwa jika dua atau tiga orang berkumpul atas nama Yesus, maka kuasa Yesus akan hadir di tengah mereka?”, ujar Abukasman memberi alasan.

Pastor yang berdarah campuran Padang dan Sunda ini mengaku tidak pernah belajar khusus tentang eksorsisme. “Modal saya adalah kuasa tahbisan serta perutusan Kristus untuk menyembuhkan dan mengusir setan!”, kata Abu. Kendati demikian pastor Abu menjelaskan bahwa dirinya memang rajin menambah pengetahuan yang berkaitan dengan eksorsisme. Selain itu, ia juga kerap berlatih meditasi. “Meditasi itu baik untuk melatih kepekaan dan konsentrasi selain juga untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan”, paparnya. Menurutnya, seorang eksorsis bisa merasa capai dan bosan. Karenanya seorang eksorsis diharapkan memiliki ketahanan rohani yang tangguh.

Apa yang dipaparkan pastor Jose Francisco C.Syquia seputar eksorsisme, menurut Abukasman, amat baik. “Penjelasan pastor Jose amat berimbang, baik dari sudut biblis, sejarah, tradisi Gereja, keilmuan maupun dari sudut Psikologis”, tandasnya. “Semoga banyak imam makin terbuka dan bersedia melayani di bidang ini”, imbuh Abukasman.

Heri Kartono, OSC (dimuat sebagai Sajian Khusus di Majalah HIDUP edisi 24 Juli 2011)

Friday, February 11, 2011

Roma, Peziarahan


MASIH PUNYA PERSEDIAAN SATU LAGI….!

Menjadi orang Katolik bukanlah perkara yang mudah. Itulah yang dirasakan pengikut Kristus di Roma pada abad-abad pertama. Nyawa adalah taruhannya. Saat itu, pengikut Kristus dikejar-kejar dan dianiaya hingga mati. Karenanya, untuk bisa berkumpul, umat kristiani mencari tempat persembunyian yang aman. Kuburan bawah tanah atau Katakombe adalah tempat yang paling sering digunakan untuk bertemu. Meski sudah bersembunyi, acapkali mereka tetap tertangkap dan dibunuh. Di Roma ada banyak katakombe yang amat bersejarah, di antaranya adalah katakombe San Callisto, San Sebastiano dan katakombe Domitilla. Hingga kini katakombe menjadi saksi bisu keteguhan iman umat Kristiani Roma di masa lalu.

Selain katekombe, tempat lain yang menyimpan sejarah pahit umat Kristiani adalah Colloseum. Siapa yang tidak mengenal Colloseum, landmark kota Roma? Sejatinya, Colloseum adalah sebuah stadion yang sampai saat ini masih dikagumi orang. Bagaimana mungkin dua ribu tahun yang lalu orang mampu membuat bangunan semegah dan seindah Colloseum? Tidak heran Colloseum sampai sekarang tetap menjadi salah satu kebanggaan orang Italia, khususnya Roma. Namun, dibalik bangunan yang megah dan mengesankan ini, tersimpan sejarah yang amat mengerikan, terutama bagi umat kristiani. Di tempat ini, ribuan umat kristiani telah menumpahkan darah mereka demi iman yang mereka hayati. Para pengikut Kristus yang tertangkap, dihempaskan ke tempat ini, menjadi santapan binatang-binatang buas yang kelaparan. Sementara penonton bersorak-sorai gembira menyaksikan tontonan tidak berperi-kemanusiaan itu.

Perjalanan Batin Iman Katolik

Roma pernah dijuluki sebagai Kota Suci. Hal ini tidak mengherankan karena Roma mewarisi banyak peninggalan sakral kekristenan. Selain itu Roma merupakan pusat agama Katolik dunia. Vatikan dengan gereja Santo Petrus yang megah menjadi simbol kepemimpinan gereja Katolik.

Bagi umat Katolik, di samping Vatikan, Roma memiliki banyak hal menarik lainnya. Misalnya, ada tangga yang digunakan Pilatus untuk mengadili Yesus. Tangga ini dipindah dari tempat asalnya Yerusalem ke Roma. Kini Scala Sancta atau tangga suci ini dirawat dalam sebuah kapel di seberang gereja megah San Giovanni Lateran. Umat berdoa sambil berlutut berturut-turut sejak tangga pertama hingga tangga terakhir. Umat percaya bahwa dengan cara itu, doa-doa mereka akan lebih didengarkan Tuhan.

Salah satu pilar kekristenan adalah sosok Santo Paulus. Rasul ini dikenal amat bersemangat menyebarkan ajaran Kristus di luar bangsa Yahudi. Paulus ditangkap di Roma dan dijatuhi hukuman mati dengan cara dipenggal kepalanya. Hingga kini, tempat Paulus dipenjara dan dihukum mati masih terpelihara dengan baik. Sementara di atas makamnya, didirikan basilica yang amat megah disebut Basilica San Paulo fuori muro (Basilika Santo Paulus di luar tembok).

Menelusuri kota Roma ibarat mengadakan perjalanan batin iman Katolik. Ada begitu banyak hal dan tempat yang bisa menceriterakan betapa kuatnya iman umat kristiani di masa lalu. Meskipun demikian, semangat yang amat besar terkadang menjadi berlebihan. Sebagai contoh, di salah satu sudut kota Roma ada gereja yang cukup besar, San Silvestro namanya. Gereja ini dibangun antara tahun 752-757. Konon, di gereja San Silvestro ini, sejak abad XII tersimpan tengkorak kepala Santo Yohanes Pembaptis (yang dipenggal jaman raja Herodes). Dan memang, di bagian depan gereja, ada kapel kecil tempat tengkorak itu diletakkan. Pada tahun 1969, gereja ini kemalingan, termasuk tengkorak Yohanes Pembaptis ikut hilang. Menurut ceritera, sang maling mengembalikan lagi tengkorak itu keesokan harinya. Namun, versi lain mengatakan, pastor paroki, saat diwawancarai tentang hilangnya tengkorak itu, menjelaskan: “Maling itu sungguh keterlaluan. Dia menggasak banyak barang berharga, termasuk kepala Yohanes Pemandi. Tapi tidak apa-apa, kami masih punya persediaan satu lagi…..!”

Ceritera di atas memang masih perlu dibuktikan kebenarannya. Namun, sungguh benar bahwa semangat beragama yang berlebihan, kadang-kadang bisa kebablasan, menghalalkan segala cara.

Heri Kartono, OSC

(Catatan: 1.Penulis pernah dua kali tinggal di kota Roma, tahun 1986-1989 untuk studi dan tahun 2003-2009 tugas Generalat Ordo Salib Suci. 2. Tulisan ini dimuat di Majalah HIDUP edisi 27 Februari 2011)