Friday, June 1, 2012

Devie Kusumaputri


TERSENTUH NENEK PENJUAL KUE







Saat masih kecil, setiap kali diajak ke pasar dan melihat nenek-nenek berjualan kue di emperan, ia pasti minta dibelikan kue itu. Bukan karena pengen makan kue itu tapi kasihan melihat nenek tua penjualnya.



Tidak mudah membujuk gadis yang satu ini untuk bersedia ditulis. "Mengapa saya? Saya tidak pantas dan tidak layak untuk ditulis!", ujar Devie Kusumaputri yang akrab disapa Noni. Jawaban yang spontan ini menggambarkan kerendahan hatinya. Padahal, banyak orang melihat sosok Noni sebagai pribadi yang mengesankan. "Bagi saya Noni adalah model dari seorang muda, sukses, jenius, rendah hati dan tangkas", tutur Pastor Dany Sanusi OSC ketika diminta kesannya. Kesan senada juga disampaikan Ibu Rosiany dan Prisca Nuriati (penanggung jawab Komunitas Sant’Egidio Indonesia) yang mengenal Noni dengan baik.


Noni yang mengenyam pendidikan di Amerika sejak usia 15 tahun ini, sehari-harinya bekerja sebagai Direktur PT. Imeco Inter Sarana (Corporate Planning and Development Director). Ia bertugas mengkoordinir kegiatan usaha Imeco di berbagai bidang (energi, perminyakan, properti). PT. Imeco yang dirintis ayah Noni, Ganda Kusuma, tahun ini memasuki usia ke-40. “Sebagai salah satu generasi penerus, bersama dengan direksi yang lain, saya ditantang untuk dapat terus mengembangkan Imeco untuk kesejahteraan banyak orang”, papar lulusan S2 dari Rice University, Houston, Texas ini.

1000 Sahabat Miskin
Kendati mempunyai kedudukan tinggi, Noni tetap memiliki kepedulian sosial yang besar. Akhir tahun 2011, misalnya, bersama Komunitas Sant’Egidio, Noni mengadakan acara Makan Siang Natal bersama sahabat miskin. Tidak tanggung-tanggung, ada 1000 gelandangan, pemulung, anak jalanan, anak panti asuhan dan anak keluarga kurang mampu yang mereka undang. Sebanyak 750 volunteer dari pelbagai komunitas kategorial dan BPK PKK KAJ turut mensukseskan acara ini. Noni mengaku tidak mudah menyelenggarakan kegiatan akbar seperti ini, mulai dari ijin pemakaian lokasi, penyiapan 1000 bingkisan, menjemput para undangan, menggelar 300 meja dengan 1260 kursi! Dalam kepanitiaan, Noni bersama Prisca Nuriati dan Teguh Budiono, memang  bertugas mengkoordinir seluruh seksi.. Untunglah semuanya dapat berjalan dengan baik. Mgr. Ign. Suharyo, Uskup Agung Jakarta hadir pada acara ini hingga selesai.

Makan Siang Natal bersama sahabat miskin merupakan salah satu tradisi Komunitas Sant’Egidio di seluruh dunia. Di Jakarta, acara ini sudah dilakukan sejak tahun 1996. Noni sendiri mengenal Komunitas Sant’Egidio sejak tahun 1999 saat ia kuliah di Boston College, Boston, Massachusetts. Hingga kini ia masih terus terlibat aktif dalam komunitas ini.

Kedekatan Noni dengan anak-anak kurang mampu, tidak hanya terlihat pada acara makan siang bersama yang sensasional itu. Disela-sela kesibukannya, Noni bergabung dengan Sekolah Damai di daerah Sunter setiap Minggu. Dalam kegiatan ini Noni dan kawan-kawan Sant’Egidio tidak hanya memberikan bimbingan belajar atau permainan namun lebih-lebih uluran persahabatan. Karena itu anak-anak miskin mereka sebut dengan istilah sahabat. Sekedar contoh, ketika Pendi, salah seorang pemulung mati tertabrak metromini (30/5), dalam waktu singkat anggota Sant’Egidio berdatangan. Secara spontan mereka ikut mengurus segala sesuatunya hingga ke pemakaman.

Dua minggu sekali pada hari Jum’at, Komunitas Sant’Egidio mengadakan Pelayanan Jalanan. Kegiatan ini dimulai dengan memasak bersama, membungkus makanan dan kemudian membagikannya kepada sahabat-sahabat miskin yang kerap mereka temui di jalan dan kolong-kolong jembatan. Tentang kegiatannya ini, ia sempat berkomentar: "Seringkali saya merasa justru pada saat pelayanan bersama teman-teman, Tuhan memberikan kepada saya banyak hal. Bukan saya yang memberi kepada sahabat yang berkekurangan, tetapi justru saya yang mendapatkan banyak hal dari mereka!", ujar Noni yang juga aktif di komunitas Aksi Relawan Kasih dan Entrepreneurs’ Organization ini.

Kakak Asuh dan Karina
Sejak beberapa tahun yang lalu, Noni menjadi kakak asuh. Aktivitas Noni yang satu ini dimulai dari keputusan keluarga untuk mendukung pendidikan adik-adik di Panti Asuhan Maria Goretti, Palasari, Bali Barat. Saat ini Noni memiliki 65 adik asuh, baik di Bali maupun di Jakarta, dari kelas TK sampai kuliah. Secara teratur Noni menjaga hubungan rutin dengan adik-adik asuhnya melalui surat, email, kunjungan dan pertemuan di saat libur. Selain mendukung dalam kebutuhan mereka dalam pendidikan, Noni juga selalu mencoba untuk men-sharingkan motivasi dan nilai-nilai kepribadian dengan harapan adik-adik asuh tersebut dapat menjadi orang yang berguna di masyarakat. Menjadi kakak asuh, baginya bukanlah sekedar basa-basi belaka. Ia ingin sungguh menawarkan persahabatan yang tulus.

Keterlibatan Noni yang memiliki kepedulian besar pada sesamanya yang kurang beruntung, nampaknya dilirik juga oleh Yayasan Karina. Sejak Januari 2012, Noni diangkat sebagai anggota Badan Pengurus Yayasan Karina (Caritas Indonesia atau yang dikenal juga sebagai Karina KWI). Karina adalah yayasan kemanusiaan milik KWI (Konferensi Waligereja Indonesia), yang dibentuk tahun 2006. Karina merupakan pusat koordinasi gereja Katolik dalam merespon segala bentuk bencana dan pembangunan kapasitas (capacity building) bagi 37 keuskupan di Indonesia. Karina didukung oleh Caritas International, yang adalah konfederasi dari 165 badan kemanusiaan Gereja Katolik di dunia.

Di Yayasan Karina, Noni yang cenderung perfeksionis ini, merupakan anggota termuda dan ingin menjalankan tugas yang diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Dalam pertemuan Forum Direktur Karitas Keuskupan se-Indonesia di Puncak belum lama ini (akhir Mei 2012) Noni bersama dengan Pastor Padmaseputra SJ, Ibu Murni dan Ibu Rina (para anggota dewan pengurus) memberikan presentasi singkat tentang fundraising. Tentang presentasinya itu, Pastor Dany Sanusi berkomentar: “Karina memerlukan orang seperti Noni yang ahli dan memiliki kemampuan pada soal finansial sesuai dengan pendidikannya!”

Maria Florentina Devie Kusumaputri, waktu kecil sempat bercita-cita menjadi dokter supaya dapat menolong orang yang sakit. Cita-citanya tak pernah terwujud. Namun, keinginannya untuk membantu orang yang sakit dan miskin masih terus tertanam kuat di hatinya. Dari kedua orang tuanya pula Noni belajar untuk memberi dan berbagi sejak ia masih kecil. Dalam perjalanan hidupnya, ia merasa mendapat berkat berlimpah lewat kedua orang tuanya yang begitu baik dan murah hati. Karenanya, ia ingin membagikannya kembali kepada orang-orang lain yang kurang beruntung. Saat akhirnya Noni bersedia untuk ditulis, ia masih berpesan: “Tolong romo, tulisannya simple saja yaa, saya tidak mau di-expose dengan hebat karena saya bukan orang hebat, cuma noni kecil saja…!” (dimuat di majalah HIDUP edisi 17 Juni 2012)
Heri Kartono, OSC