TERSENTUH NENEK
PENJUAL KUE
Saat masih kecil,
setiap kali diajak ke pasar dan melihat nenek-nenek berjualan kue di emperan,
ia pasti minta dibelikan kue itu. Bukan karena pengen makan kue itu tapi
kasihan melihat nenek tua penjualnya.
Tidak mudah membujuk gadis yang satu ini untuk bersedia ditulis.
"Mengapa saya? Saya tidak pantas dan tidak layak untuk ditulis!",
ujar Devie Kusumaputri yang akrab disapa Noni. Jawaban yang spontan ini
menggambarkan kerendahan hatinya. Padahal, banyak orang melihat sosok Noni
sebagai pribadi yang mengesankan. "Bagi saya Noni adalah model dari
seorang muda, sukses, jenius, rendah hati dan tangkas", tutur Pastor Dany
Sanusi OSC ketika diminta kesannya. Kesan senada juga disampaikan Ibu Rosiany dan
Prisca Nuriati (penanggung jawab Komunitas Sant’Egidio Indonesia) yang mengenal
Noni dengan baik.
Noni yang mengenyam pendidikan di Amerika sejak usia 15 tahun
ini, sehari-harinya bekerja sebagai Direktur PT. Imeco Inter Sarana (Corporate Planning and Development Director).
Ia bertugas mengkoordinir
kegiatan usaha Imeco di berbagai bidang (energi, perminyakan, properti). PT.
Imeco yang dirintis ayah Noni, Ganda Kusuma, tahun ini memasuki usia ke-40. “Sebagai
salah satu generasi penerus, bersama dengan direksi yang lain, saya ditantang
untuk dapat terus mengembangkan Imeco untuk kesejahteraan banyak orang”, papar lulusan
S2 dari Rice University, Houston,
Texas ini.
1000 Sahabat
Miskin
Kendati mempunyai kedudukan tinggi, Noni tetap memiliki
kepedulian sosial yang besar. Akhir tahun 2011, misalnya, bersama Komunitas Sant’Egidio,
Noni mengadakan acara Makan Siang Natal bersama sahabat miskin. Tidak
tanggung-tanggung, ada 1000 gelandangan, pemulung, anak jalanan, anak panti
asuhan dan anak keluarga kurang mampu yang mereka undang. Sebanyak 750 volunteer dari pelbagai komunitas
kategorial dan BPK PKK KAJ turut mensukseskan acara ini. Noni mengaku tidak
mudah menyelenggarakan kegiatan akbar seperti ini, mulai dari ijin pemakaian
lokasi, penyiapan 1000 bingkisan, menjemput para undangan, menggelar 300 meja
dengan 1260 kursi! Dalam kepanitiaan, Noni bersama Prisca Nuriati dan Teguh
Budiono, memang bertugas mengkoordinir
seluruh seksi.. Untunglah semuanya dapat berjalan dengan baik. Mgr. Ign. Suharyo,
Uskup Agung Jakarta hadir pada acara ini hingga selesai.
Makan Siang Natal bersama sahabat
miskin merupakan salah satu tradisi Komunitas Sant’Egidio di seluruh dunia.
Di Jakarta, acara ini sudah dilakukan sejak tahun 1996. Noni sendiri mengenal Komunitas
Sant’Egidio sejak tahun 1999 saat ia kuliah di Boston College, Boston,
Massachusetts. Hingga kini ia masih terus terlibat aktif dalam komunitas ini.
Kedekatan Noni dengan anak-anak kurang mampu, tidak hanya
terlihat pada acara makan siang bersama yang sensasional itu. Disela-sela
kesibukannya, Noni bergabung dengan Sekolah
Damai di daerah Sunter setiap Minggu. Dalam kegiatan ini Noni dan
kawan-kawan Sant’Egidio tidak hanya memberikan bimbingan belajar atau permainan
namun lebih-lebih uluran persahabatan. Karena itu anak-anak miskin mereka sebut
dengan istilah sahabat. Sekedar
contoh, ketika Pendi, salah seorang pemulung mati tertabrak metromini (30/5),
dalam waktu singkat anggota Sant’Egidio berdatangan. Secara spontan mereka ikut
mengurus segala sesuatunya hingga ke pemakaman.
Dua minggu sekali pada hari Jum’at, Komunitas Sant’Egidio
mengadakan Pelayanan Jalanan.
Kegiatan ini dimulai dengan memasak bersama, membungkus makanan dan kemudian
membagikannya kepada sahabat-sahabat miskin yang kerap mereka temui di jalan
dan kolong-kolong jembatan. Tentang kegiatannya ini, ia sempat berkomentar:
"Seringkali saya merasa justru pada saat pelayanan bersama teman-teman, Tuhan
memberikan kepada saya banyak hal. Bukan saya yang memberi kepada sahabat yang
berkekurangan, tetapi justru saya yang mendapatkan banyak hal dari
mereka!", ujar Noni yang juga aktif di komunitas Aksi Relawan Kasih dan Entrepreneurs’ Organization ini.
Kakak Asuh dan
Karina
Sejak beberapa tahun yang lalu, Noni menjadi kakak asuh.
Aktivitas Noni yang satu ini dimulai dari keputusan keluarga untuk mendukung
pendidikan adik-adik di Panti Asuhan Maria Goretti, Palasari, Bali Barat. Saat
ini Noni memiliki 65 adik asuh, baik di Bali maupun di Jakarta, dari kelas TK
sampai kuliah. Secara teratur Noni menjaga hubungan rutin dengan adik-adik
asuhnya melalui surat, email, kunjungan dan pertemuan di saat libur. Selain
mendukung dalam kebutuhan mereka dalam pendidikan, Noni juga selalu mencoba
untuk men-sharingkan motivasi dan
nilai-nilai kepribadian dengan harapan adik-adik asuh tersebut dapat menjadi
orang yang berguna di masyarakat. Menjadi kakak asuh, baginya bukanlah sekedar
basa-basi belaka. Ia ingin sungguh menawarkan persahabatan yang tulus.
Keterlibatan Noni yang memiliki kepedulian besar pada
sesamanya yang kurang beruntung, nampaknya dilirik juga oleh Yayasan Karina. Sejak
Januari 2012, Noni diangkat sebagai anggota Badan Pengurus Yayasan Karina
(Caritas Indonesia atau yang dikenal juga sebagai Karina KWI). Karina adalah yayasan kemanusiaan milik KWI (Konferensi
Waligereja Indonesia), yang dibentuk tahun 2006. Karina merupakan pusat
koordinasi gereja Katolik dalam merespon
segala bentuk bencana dan pembangunan kapasitas (capacity building) bagi 37 keuskupan di Indonesia. Karina didukung
oleh Caritas International, yang adalah konfederasi dari 165 badan kemanusiaan
Gereja Katolik di dunia.
Di Yayasan Karina, Noni yang
cenderung perfeksionis ini, merupakan anggota termuda dan ingin menjalankan
tugas yang diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Dalam pertemuan Forum
Direktur Karitas Keuskupan se-Indonesia di Puncak belum lama ini (akhir Mei
2012) Noni bersama dengan Pastor Padmaseputra SJ, Ibu Murni dan Ibu Rina (para anggota
dewan pengurus) memberikan presentasi singkat tentang fundraising. Tentang presentasinya itu, Pastor Dany Sanusi
berkomentar: “Karina memerlukan orang seperti Noni yang ahli dan memiliki
kemampuan pada soal finansial sesuai dengan pendidikannya!”
Maria Florentina Devie
Kusumaputri, waktu kecil sempat bercita-cita menjadi dokter supaya dapat
menolong orang yang sakit. Cita-citanya tak pernah terwujud. Namun, keinginannya
untuk membantu orang yang sakit dan miskin masih terus tertanam kuat di hatinya.
Dari kedua orang tuanya pula Noni belajar untuk memberi dan berbagi sejak ia
masih kecil. Dalam perjalanan hidupnya, ia merasa mendapat berkat berlimpah
lewat kedua orang tuanya yang begitu baik dan murah hati. Karenanya, ia ingin
membagikannya kembali kepada orang-orang lain yang kurang beruntung. Saat
akhirnya Noni bersedia untuk ditulis, ia masih berpesan: “Tolong romo,
tulisannya simple saja yaa, saya
tidak mau di-expose dengan hebat
karena saya bukan orang hebat, cuma noni kecil saja…!” (dimuat di majalah HIDUP edisi 17 Juni 2012)
Heri Kartono, OSC