POHON NATAL DAN LEGENDA BONIFASIUS
Kisah kelahiran Yesus diceriterakan dalam Injil. Namun Injil tak bicara soal perayaan Natal. Tradisi Natal, termasuk Pohon Natal, baru muncul kemudian. Sebagian tradisi Natal diambil alih dari tradisi kafir. Haruskah kita menolaknya?
Sekitar tahun 1600-an, perayaan Natal pernah dilarang resmi di Inggris dan di beberapa negara koloninya. Pasal-nya, hari raya Natal dianggap sebagai hari raya orang kafir. Hal ini terutama karena pengaruh pandangan Protestan pada masa itu. Kendati dilarang, masyarakat yang sudah terlanjur cinta perayaan Natal, tak bisa dibendung untuk tetap merayakannya. Dan pesta ini tetap berlangsung hingga kini.
Hari Raya Natal sebagai perayaan kristiani dan hal-hal yang berkaitan dengan tradisi Natal, sampai hari ini masih diperdebatkan oleh sekelompok kecil orang. Beberapa orang non-kristiani malah sempat melontarkan tuduhan pembohongan publik berkaitan dengan Natal. Salah satu tradisi yang tergolong baru adalah Tradisi Pohon Natal. Kebiasaan yang sudah amat popular inipun masih sering dipertanyakan orang. Aliran Gereja tertentu malah mengharamkan tradisi ini.
Amat Digemari.
Injil Lukas menceriterakan kisah kelahiran Yesus lengkap dengan kisah malaikat dan gembala-gembala. Sementara Matius menceriterakan tiga orang bijak dari Timur yang berjalan mengikuti bintang terang yang menunjukkan dimana Yesus berada. Injil menyebutkan bahwa Yesus lahir pada jaman Herodes berkuasa, namun tidak menulis tanggal persis kelahiran-Nya. Injil juga tak pernah menulis tentang kebiasaan merayakan hari kelahiran Yesus.
Natal atau Perayaan kelahiran Yesus baru mulai tercantum dalam kalender Romawi pada tahun 336, atau 300 tahun lebih sesudah kematian Yesus. Tanggal 25 Desember yang ditetapkan sebagai Hari Raya Natal, pada awalnya merupakan perayaan hari kelahiran dewa matahari. Orang kristiani yang menyebut Kristus sebagai Terang Dunia mengambil alih pesta ini sebagai hari Natal, kelahiran Yesus.
Perayaan Natal nampaknya cepat digemari umat kristiani. Pada tahun 1100 Natal sudah menjadi perayaan keagamaan paling penting di Eropa. Seiring dengan hal itu muncul juga pelbagai tradisi yang berkaitan dengan Natal. Santo Fransiskus, misalnya, memulai tradisi membuat kandang Natal pada tahun 1223. Waktu itu ia membuat dekorasi kandang Natal di Gereja Greccio dekat Asisi, Italia. Pada mulanya, ia hanya meletakkan tiga tokoh Natal, yaitu Yesus, Maria dan Yosef di dalam kandang. Pada tahun-tahun selanjutnya ia menambahkan tokoh-tokoh lain seperti para gembala, hewan ternak, Tiga Raja dari Timur dan malaikat. Kini tradisi ini dikenal hampir di seluruh dunia.
Pohon Natal dan Legenda St. Bonifasius.
Salah satu tradisi yang juga dikenal luas adalah tradisi pohon Natal. Pohon Natal biasanya berupa pohon cemara (asli maupun plastik) dihias dengan lampu warna-warni serta segala pernak-perniknya. Tradisi ini mulai di negeri Jerman pada abad ke-16. Menurut legenda, Santo Bonifasius suatu hari bertemu sekelompok orang yang akan mempersembahkan seorang anak kepada dewa Thor di sebuah pohon oak. Untuk menghentikan perbuatan jahat itu, secara ajaib Bonifasius merobohkan pohon oak dengan pukulan tangannya. Di tempat pohon oak yang roboh itu tumbuhlah sebuah pohon cemara. Bonifasius menganggap pohon cemara tersebut sebagai lambang iman kristiani. Dari legenda inilah kemudian lahir tradisi pohon Natal.
Sebelum berkembang dalam tradisi kristiani, pohon cemara sudah lama digunakan dalam perayaan keagamaan oleh bangsa Romawi. Pohon ini digunakan dalam perayaan peringatan kelahiran dewa matahari. Mereka menghiasi pohon cemara dengan hiasan-hiasan serta topeng-topeng kecil. Pohon cemara dipakai antara lain karena memiliki makna simbolik.
Pada musim dingin, ketika daun-daun pohon mulai menguning dan kemudian berguguran, pohon cemara tetap hijau daunnya. Karenanya pohon cemara yang evergreen, selalu hijau ini dianggap cocok melambangkan kehidupan yang terus menerus. Makna ini juga cocok dengan keyakinan hidup kekal dalam agama kristiani. Makna simbolik pada gilirannya makin memperkokoh keberadaan tradisi pohon Natal kristiani.
Dari Jerman, tradisi pohon Natal menyebar ke berbagai tempat lain. Ketika Ratu Viktoria dari Inggris menikah dengan Pangeran Albert dari Jerman (10/02/1840), tradisi pohon Natal ini dengan cepat menjalar juga di Inggris. Ratu Viktoria memang amat menyukai tradisi ini. Pada akhir abad ke-19, tradisi pohon Natal praktis sudah dikenal luas dimana-mana. Industri yang memproduksi hiasan berupa pohon Natal makin mempopulerkan tradisi ini. Salah satu Pohon Natal yang terkenal adalah yang ada di Rockefeller Centre, New York karena amat besar dan menarik. Pohon Natal yang dipasang di lapangan Santo Petrus, Vatikan, juga menarik karena tingginya. Indonesia dan Filipina yang amat terpengaruh tradisi Barat menyukai tradisi pohon Natal. Namun tidak semua tempat menyukai pohon Natal. Di Afrika Selatan, keberadaan pohon Natal kurang dikenal; sementara masyarakat India lebih memilih pohon mangga dan pohon pisang daripada cemara.
Kerinduan Manusia.
Pohon cemara yang evergreen, selalu hijau, adalah lambang kehidupan yang terus berlangsung, abadi. Pohon Natal sering juga disebut Pohon Terang karena penuh dengan cahaya benderang. Dalam Kitab Suci, terang acapkali digunakan sebagai simbol kehidupan surgawi, bersih tanpa dosa. Sebaliknya, kegelapan adalah lambang kehidupan yang penuh dengan gelimang dosa.
Pohon Natal sepertinya menyentuh hati umat manusia karena memiliki makna simbolik yang pas. Pohon Natal seolah-olah menyiratkan kerinduan manusia akan dunia surgawi, dunia yang damai dimana segala sesuatu adalah anugerah dan rahmat. Merayakan Natal tanpa Pohon Natal bukanlah sesuatu yang penting. Namun, merayakan Natal tanpa kerinduan hati akan perdamaian, barulah sesuatu yang patut dipertanyakan. Selamat Natal.
Heri Kartono,OSC (Dimuat di Majalah Fraternite edisi Desember 2007)