Wednesday, April 8, 2009

Pst. Redemptus Simamora OFMCap.


KREATIF MENCARI TEROBOSAN

Dalam konser musikal yang diadakan tahun lalu, Pastor Redemptus tidak harus mengundang artis dari Ibu Kota. Pasalnya, salah satu anak asuhnya, Maria Pasaribu yang menjadi juara Mama Mia, Indosiar, menjadi bintang konser. Dan konser yang melibatkan kerja sama lintas suku dan agama inipun sukses besar.

Sejak 2005, Pastor Redemptus Simamora OFM.Cap (56) menyelenggarakan konser besar di Medan. Sebagai daya tarik, ia selalu mengundang artis ternama seperti Viktor Hutabarat, Nugie, Nur Afni Octavia dll. Pengunjung konser, untuk ukuran Sumatera Utara juga tergolong banyak. Tahun 2007, misalnya, konser yang bertema Penciptaan dan Penebusan, dihadiri sekitar 8000 penonton setiap pentasnya. Bintang tamu saat itu adalah Delon, pemenang Indonesian Idol.

Konser yang diprakarsai Redemptus merupakan perpaduan antara Paduan Suara, Orkes lengkap, drama dan tari. “Paduan suara untuk sejumlah orang awam kerap membosankan. Karenanya, kami mencoba alternatif lain, yaitu memadukannya dengan iringan orkes lengkap dengan dramatisasi serta tarian sesuai dengan tema yang dipilih”, ujar imam kelahiran Bakkara, Sumut ini.

Lagu Handel di kampung

Saat di kampung ia biasa dipanggil Viator. Nama permandiannya Benedictus sedangkan marganya Simamora. Ketika masuk biara, ia mendapat nama baru Redemptus. Sejak itu ia selalu dipanggil dengan nama Redemptus.

Redemptus, anak ke-enam dari delapan bersaudara, dibesarkan dalam keluarga yang senang bernyanyi. Ayahnya, Natanael Simamora, adalah pelatih koor di gereja, pada masanya. Sedang ibunya, Augusta Nainggolan, pernah menjadi solis karena suaranya yang merdu. “Umat di gereja kampung kami, pada masa itu, sudah mampu menyanyikan lagu Halleluya Handel yang sulit itu!”, ujar Redemptus serius.

Orang tua Redemptus pada awalnya beragama protestan. Saat Redemptus masuk seminari, orang tua tidak melarang bahkan ikut merasa bangga. Kakak perempuan Redemptus saat itu sudah terlebih dahulu masuk biara, yaitu Sr. Augustina KSFL. Bahkan, abang kedua dari Redemptus pernah juga masuk seminari beberapa tahun.

Pengalaman yang mengesankan saat remaja adalah ketika ia menjuarai lomba nyanyi di sekolahnya. “Aku dapat hadiah 1 buku tulis 12 lembar”, kenangnya bangga. Saat itu ia masih duduk di kelas 2 SMP. Yang pasti, pengalaman tersebut memberinya kepercayaan diri di bidang tarik suara. Saat duduk di kelas 1 SMA di Seminari, Redemptus sudah berani menjadi pelatih lagu bagi adik-adik kelasnya. Sejak itu, peran sebagai pelatih lagu sekaligus dirigen berlangsung hingga kini.

Dari sekedar bernyanyi, Redemptus kemudian mulai menulis lagu. Itu terjadi saat ia di Seminari Tinggi Pematang Siantar. Lagu-lagu ciptaannya kerap ia mainkan  dengan iringan gitar. Redemptus memang pandai memainkan beberapa alat musik, termasuk gitar. Karya ciptaannya, kelak ia rekam dalam kaset di Studio Rekaman milik Komsos Keuskupan Agung Medan. Tanpa ia duga, lagu-lagunya banyak disukai dan kerap dinyanyikan, khususnya pada misa anak muda. Beberapa lagu ciptaannya antara lain Yesus Bertanya; Kususuri Jalan; Di Keheningan Malam; Yesus Sahabat Anak Muda.

Pimpinan tarekat nampaknya melihat bakatnya yang menonjol di bidang musik. Karenanya, pada tahun 1987, Redemptus dikirim ke Roma untuk studi lanjut jurusan Animazione Liturgica-Musicale. Studi musik yang berlangsung selama tiga tahun ini memberi bekal yang mantap bagi karya Redemptus di bidang musik. Dari sisi lain, Redemptus menjadi “kurang produktif” dalam mencipta lagu. “Kini aku sangat selektif dalam membuat lagu.  Aku ingin lagu yang aku gubah, mempunyai  komposisi yang benar secara musikal serta dapat dipertanggung-jawabkan, termasuk dalam pembuatan orkestrasinya”, ujar imam berwajah ramah ini.

Kerja sama Lintas Suku Agama

Sepulang dari Roma (1990) Redemptus membuka kursus musik, di samping karyanya sebagai pastor paroki di kota Medan. Ia juga mengajar di Universitas HKBP Nommensen, jurusan musik, serta di Sekolah Tinggi Pastoral Deli Tua. Ia bersyukur bahwa tarekatnya, Ordo Kapusin, mendukung aktivitasnya. Pimpinan Ordo selain memberinya kebebasan sekaligus menjadikan musik sebagai salah satu bentuk kerasulan Ordo. Saat ini, kursus musik gerejani yang dibuka Kapusin Medan telah diikuti sekitar 50 murid untuk jurusan piano, organ, vokal, biola dan gitar selain juga dirigen.

Pada tahun 1998, Redemptus membentuk Paduan Suara Magnificat. Nama tersebut diambilnya dari kidung Maria: Magnificat Anima Mea (Jiwaku Memuliakan Tuhan). Ia mengaku memiliki devosi khusus kepada Bunda Maria. Dari tahun ke tahun, Magnificat berkembang dengan baik dan semakin dikenal.

Beberapa kali PS. Magnificat mengadakan pentas dan lumayan sukses. Namun Redemptus tak pernah puas. Setelah beberapa kali pentas, Redemptus mulai mencari terobosan baru. Ia mencoba memadukan Paduan Suara dengan iringan orkes, tarian serta dramatisasi. Ide besar ini tentu saja membutuhkan kerja sama dengan banyak pihak serta melibatkan banyak orang. Untunglah, jaringan relasinya yang luas, memungkinkan hal ini. Ia menjalin kerja-sama dengan Grup Kesenian Taman Budaya Medan.

Bersama Grup Kesenian Taman Budaya Medan, Redemptus mulai mewujudkan ide besarnya. Ada semacam pembagian tugas: Magnificat dibawah asuhan Redemptus, menyiapkan lagu-lagu sementara grup kesenian merancang pentas drama dan tarian. Kendati tema pagelaran selalu berkaitan dengan agama Katolik (Natal, Paskah) namun tidak sedikit pemain yang beragama Kristen Protestan atau Islam. Menurut Redemptus, perbedaan suku dan agama tak pernah menjadi masalah.

Yang pasti, hasil kerja-sama tsb tidaklah sia-sia. Pentas pertama tahun 2005 yang diselenggarakan untuk merayakan Natal, mendapat sambutan luar biasa. Sejak itu, konser senada diadakan dengan variasi serta kreativitas yang selalu baru, setiap tahunnya.

Dukungan Banyak Pihak

“Aku merasakan rahmat Tuhan yang luar biasa lewat tangan banyak orang yang rela membantu!”, ujar Redemptus. Nampaknya Redemptus tidak berbasa-basi. Untuk membuka kursus musik atau menyelenggarakan suatu konser besar, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Dan ia patut bersyukur bahwa dukungan dan pertolongan datang dari pelbagai pihak. Kursus musik yang ia selenggarakan, kini memiliki 5 buah piano, salah satunya bahkan Grand Piano, memiliki 4 Key Board; 4 Organ serta Sound system yang cukup baik. Selain kepada Ordonya Kapusin, secara khusus Redemptus mengucapkan terima kasih kepada para donatur utama seperti bapak Sulaiman Purba, Robert Sihite serta bapak Teddy. Tentu saja Redemptus juga berterima kasih kepada banyak pihak lain, termasuk ibu-ibu dari paroki Hayam Wuruk Medan yang selalu bersedia membantunya. 

Bagi Redemptus, bakat musik maupun kerja kerasnya pertama-tama bukanlah demi kesenangan atau popularitas pribadi. Motivasi utamanya adalah berkarya di ladang Tuhan. “Medan itu gudang pemusik dan penyanyi. Aku hanya membantu agar bakat-bakat yang terpendam di antara umat di Medan, dapat tumbuh berkembang demi kemuliaan Tuhan!”, ujarnya sungguh-sungguh.

Sejak bulan Januari 2009 ia mendapat kesempatan menjalani tahun Sabat di Roma. Kesempatan tersebut ia manfaatkan untuk refreshing di bidang musik, khususnya di bidang komposisi, orkestrasi serta vokal. Sepulang dari Roma nanti (bulan Juli), ia akan meneruskan mewujudkan mimpi-mimpinya, sesuai dengan motto yang dipilihnya: “Aku ingin bernyanyi bagi Tuhan, karena Dia baik kepada-ku” (Mz.13:6)   

(Foto: Pst. Redemptus Simamora OFMCap diapit dua figuran. Lokasi: Campo Felice, Italia)

Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP, edisi 19 April 2009).

11 comments:

Rosiany T.Chandra said...

Bernyanyi bagiNYA adalah wujud ungkapan cinta kasih kita yang kita tunjukkan kepada Dia.

Pastor Redemptus telah membalas kebaikan Bapa dengan puji-pujian bagiNYA.Selamat

Unknown said...

Romo Heri, tolong bilangin Pst Redemptus dong, saya pingin ikutan bernyanyi dengan baik dan benar. Jadi figuran beliau dulu dalam bernyanyi juga boleh. Kirim salam saya. Trims.

JP Isnaryono DS said...

Slamat paskah Mo,
misa paskahku kemarin tidak begitu mulus,
tidak begitu khusuk seperti biasanya,
karena sering kali suasana jadi rusak
gara2 romonya yang gak bisa nyanyi
tapi memaksakan diri menyanyikan lagu2.

Bagemana kalo mereka itu belajar nyanyi ke Rm. Redemptus ya?
paling tidak agar bisa menyiasati lagu2 bisa dinyanyikan dgn benar
dan misa bisa berjalan khusuk

salam,

Lucas Nasution said...

syukur pada Allah bahwa talenta yang tercecer di Kampung tidak terbawa arus dan hilang
seorang kawan cerita masa kecilnya di sebuah kampung di Jatiwangi - Jawa barat, dia bilang : dia bukan yang paling pandai dikelasnya, tetapi dia beruntung ortunya menyekolahkan ke Bandung (SMA lalu ITB) - kawan2 nya yang lebih pandai tetapi miskin tetap tinggal di kampung dan sekarang jadi tukang becak - lepas dari soal apakah tukang becak itu bahagia atau tidak, tetapi teman saya bilang: sayang sekali mereka tidak sempat menikmati pendidikan yang lebih tinggi (seperti dia misalnya)
- bayangkan ada berapa banyak anak2 bertalenta besar berceceran di tanah air ini ?
akan jadi apa mereka kalau tidak sempat dibina ?
sad but true

Unknown said...

Pastor Redemptus memang jago dalam bernyanyi, udah gitu orangnya ramah, baik hati and lucu lagi ... Top deh pokoknya, gini - gini aku kan salah satu jebolan dari PS. Magnificat yg dipimpinnya, jadi aku tau bener gimana kerasnya waktu latihan ...
Salam buat Pastor Redemptus ya Pastor ...

Unknown said...

Kadang menyanyi untuk koor gereja dianggap sepele dan sekedar ada dari wilayah / lingkungan. Untuk dapat pelatih yang konsisten dan benar-benar demi 'bernyanyi demi Tuhan' sangat sulit. Sharing salah satu peristiwa yang dialami seorang teman sbg Panitia Paskah(bukan untuk gossip, tapi sekedar perenungan).
Koor yang sudah diminta untuk mengisi salah satu Misa Paskah, tidak mau hadir karena di pewarta gereja hanya disebutkan panitia Paskah dan bukan nama kelompok paduan suaranya. Akhirnya menyanyi untuk Tuhan atau untuk nama sendiri ?

Salam,
Lilian

Lucas Nasution said...

disisi lain : ibadah/liturgi tokh bukan segala-galanya juga. Kalau paduan suara ybs menolak tampil (mungkin misa disamakan dengan konser) ya 'tak kisah' lah kata orang malay.

triastuti said...

Betapa bahagianya bila bisa mengembangkan talenta dari Tuhan secara maksimal dan sungguh-sungguh menggunakannya bagi kemuliaan Dia, spt Romo Redemptus ini. Semua perhatian dan energi dicurahkan selama hidupnya bagi pengembangan musik untuk memuji Tuhan. Semuanya itu dilakukan dengan semangat yg tidak setengah-setengah dan konsisten. Trimakasih inspirasinya, Romo Heri. Di gereja Maria della Carmine di Milan dimana saya ikut bergabung sbg anggota koor di misa berbahasa Inggris, kami menyanyi seadanya tanpa partitur dan tanpa pembagian suara. Padahal kualitas vokal personilnya bagus-bagus dan semangatnya ada. Lha tidak seorangpun dari kami yg bisa baca not balok. Seandainya ada seorang Romo Redemptus di sini ya Romo..

Lucas Nasution said...

baru tamat mendengar audio book "outlier" - bagus ! - menurut penulis, kesuksesan sebagian besar disebabkan oleh faktor pembinaan - bakat penting, tetapi tanpa pembinaan ya tidak akan berkembang. Yang juga esensial adalah faktor keberuntungan karena mendapat kesempatan i.e being at the right place and at the right time.
Imagine Yesus lahir di pedalaman Irian :P

fRITs said...

Romo Heri, mohon bantuan romo pembimbing yang online untuk membantu menumbuhkan iman katolik saya yang super minus ini
GAWU
Bless me,
Frits.

Heri Kartono said...

Hallo Frits,
Kalau mau ceritera2 personal, silahkan ke email saja:
patheri@gmail.com
Salam,
HK.