PERHATIAN UNTUK ASMAT DI AS
Seni Asmat nampaknya banyak diminati di Amerika Serikat. Pada 20/06 diadakan lelang benda-benda seni Asmat di Minneapolis, USA. Dana yang diperoleh diserahkan untuk membantu pengelolaan Museum Asmat.
Ada yang khusus dengan Universitas St. Thomas, Saint Paul-Minnesota, Amerika Serikat. Universitas ini memiliki Museum Seni Asmat yang cukup lengkap. Menurut Dr. Julie Risser, terdapat 1700 koleksi seni Asmat dalam museum. Dr. Julie adalah direktur Museum Asmat sejak 1 Oktober 2007.
Untuk mengelola museum secara professional, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Karena itu, disamping dana dari Universitas, diusahakan juga pengumpulan dana dari para pencinta serta pemerhati Asmat. Dalam rangka ini, pada 20/06 diadakan Gala serta lelang benda-benda seni dari Asmat. Salah satu pemrakarsanya adalah Topsy Simonson, seorang jutawan sekaligus kolektor ukir-ukiran Asmat. Acara yang dihadiri 140 undangan ini diadakan di tempat kediaman Topsy di kawasan elite kota Minneapolis. Tamu yang hadir datang dari pelbagai kalangan: Bankir, Penyiar TV, Presiden Universitas, Direktur Museum. Selain itu, hadir juga mantan Uskup Agats/Asmat, Mgr. Sowada OSC serta Mgr. Dr. Glen Lewandowski, pimpinan Ordo Salib Suci.
Daya Tarik Khusus.
Acara lelang diadakan dalam dua tahap. Pertama disebut Silent Auction atau lelang dengan diam. Para pengunjung berkeliling melihat-lihat barang yang hendak dilelang dan jika tertarik, akan menuliskan tawarannya. Orang berikutnya akan menuliskan tawaran lebih tinggi. Pada akhirnya, orang yang menulis tawaran tertinggi, dialah berhak memperoleh barang tersebut.
Lelang tahap kedua (dilakukan sesudah jamuan malam) adalah Live Auction atau lelang langsung. Pada lelang ini, seorang petugas menunjukkan barang yang akan dilelang, menjelaskannya kemudian mengundang juru lelang untuk melelangnya secara terbuka. Rata-rata tawaran dimulai dengan angka terendah, yaitu US $ 1000.
Benda-benda seni Asmat yang dilelang merupakan sumbangan dari pelbagai pihak yang pernah berkunjung ke Asmat. Pastor David Gallus OSC yang pernah 24 tahun bekerja di Asmat, menjelaskan bahwa cukup banyak orang Amerika yang pernah berkunjung ke Asmat. “Saya sendiri beberapa kali membawa rombongan dari Minnesota berkunjung sekaligus berbelanja barang-barang seni Asmat”, ujar Gallus.
Seni Asmat nampaknya amat diminati orang-orang Amerika. Kenyataan ini diakui oleh Dr. Julie Risser. “Seni Asmat sangat berbeda dengan seni di barat pada umumnya. Seni Asmat menyimpan banyak arti di belakang wujud seninya. Selain itu, kita bisa merasakan energi yang terpancar di dalamnya”, jelas Risser. Untuk menanggapi minat publik yang besar, sedang disiapkan ekshibisi seni Asmat. Rencananya ekshibisi akan dibuka pada tanggal 14 Februari hingga pertengahan Juni tahun depan.
Dikenal di Mancanegara.
Keberadaan Museum Asmat Universitas St. Thomas ada kaitannya dengan para biarawan Salib Suci AS. Biarawan OSC pertama kali masuk Asmat tahun 1958. Biarawan OSC, khususnya Mgr. Alphons Sowada OSC menaruh perhatian besar terhadap suku maupun budaya Asmat. Atas prakarsanya, didirikan Museum Asmat di Agats pada tahun 1973. Museum ini terutama bertujuan untuk melindungi sekaligus mempromosikan seni-budaya Asmat.
Dengan tujuan yang sama, para biarawan OSC mendirikan juga Museum Asmat di Hasting, Nebraska, kemudian juga di Shoreview, Minnesota, AS. Tahun 2000 museum di Hasting ditutup sementara semua koleksi seninya dipindah ke Shoreview. Pada tahun 2007 pusat OSC Amerika Serikat berpindah dari Shoreview ke Phoenix, Arizona. Semua koleksi seni Asmat yang selama ini dikelola OSC diserahkan pada Universitas St.Thomas. Untuk yang ingin mengenal lebih jauh museum ini, anda dapat mengunjunginya di:
http://www.stthomas.edu/asmat/
Kesenian Asmat, khususnya Seni Ukir nampaknya dikenal dan diminati secara luas di Mancanegara. Ada cukup banyak tulisan bahkan Film yang mengangkat soal seni serta kehidupan suku Asmat. The Cannibal Craftsmen on New Guinea (1981); serta Dance of the Warriors (1988) adalah dua contoh film dokumenter yang pernah dibuat tentang Asmat. Salah satu buku terkenal tentang Asmat adalah Asmat: Myth and Ritual The Inspiration of Art. Buku setebal hampir 500 halaman ini ditulis oleh beberapa orang dengan editor Gunter dan Ursula Konrad (1996).
Di tempatnya sendiri budaya serta kesenian Asmat sempat terancam punah. Saat itu (1964-1965) banyak rumah adat dibakar karena dianggap sebagai sumber kejahatan. Bersamaan dengan itu, kebiasaan mengukir yang sudah menjadi bagian hidup orang Asmatpun dihentikan. Untunglah Alphonse Sowada OSC berhasil meyakinkan pemerintah setempat bahwa tudingan itu tidak beralasan.
Ironis bahwa budaya serta kesenian kita lebih dihargai di tempat lain daripada di negeri sendiri. Nampaknya kita musti belajar banyak bagaimana seharusnya menghargai pusaka budaya kita sendiri.
Heri Kartono,OSC - dari Minnesota, USA.(Dimuat di majalah HIDUP, edisi 13 Juli 2008).
2 comments:
hohoho...borongan apa lagi ngamuk nih kanjeng romo...banyak bener artikelnya...=)
Dua minggu terakhir kan repot rapat, jadi aja dilembur. Tapi, sebenarnya kan cuma mindahin dari data yang ada kok.
Trims untuk setia berkunjung.
Pertengahan Juli saya pulang ke Indon, libur.
Ciao.
Post a Comment