Monday, May 18, 2009

Festa dei Popoli



PESTA UNTUK SEMUA ORANG

Latin Amerika, Rumania, Filipina, Cina serta sekitar 30 kelompok lain dari pelbagai negara, termasuk Indonesia berbaur dan berpesta bersama dalam acara Festa dei Popoli (17/05/09). Pesta kaum imigran yang bertempat di halaman Basilika St.Yohanes Lateran, Roma ini berlangsung meriah dan dihadiri ribuan orang.

Kelompok Indonesia menampilkan tarian poco-poco. Para penarinya mengenakan busana tradisional dengan aneka warna menarik. Banyak di antara penonton ikut bergoyang di tempatnya masing-masing, terbuai irama musik yang memang menawan. Selain penampilannya yang menarik, kelompok Indonesia mendapat sambutan khusus dari Pembawa Acara. Dikatakan oleh Pembawa Acara bahwa Indonesia merupakan satu-satunya kelompok yang anggotanya tidak hanya beragama Katolik, tapi juga Protestan, bahkan Islam. Pengumuman dari MC ini disambut tepuk-tangan meriah para penonton.

Festa dei Popoli (Pesta Rakyat) adalah pesta bersama kaum imigran yang diadakan setahun sekali di Roma. Tahun ini merupakan pesta yang ke XVIII dengan topik Roma con altri occhi (Roma dengan mata yang lain). Acara ini diselenggarakan oleh Kongregasi Misionaris Scalabriani, bekerja sama dengan Pusat Migran Caritas Roma. Acara ini juga mendapat dukungan pemerintah setempat serta Vikariat Roma.

Festa dei Popoli yang pertama diadakan pada tanggal 3 Mei 1992 dengan tema Insieme senza frontiere (Bersama-sama tanpa batas). Tema-tema yang diusung hampir selalu berkaitan dengan integrasi serta multi etnik yang merupakan hal penting bagi kaum pendatang. Selama 13 tahun pertama, pesta ini diadakan di halaman gereja paroki Redentore di Valmelaina. Baru sejak tahun 2005, acara meriah ini diselenggarakan di halaman Basilika Santo Yohanes Lateran yang merupakan gereja Keuskupan Roma.

Pertemuan Antar Budaya

Ada beberapa tujuan dari pesta khas kaum imigran ini. Pertama-tama, pesta ini memungkinkan adanya pertemuan budaya yang berbeda dari kaum imigran yang berada di kota Roma. Dengan mengenal budaya masing-masing, diharap juga timbul sikap untuk saling menerima serta menghargai. Selain itu, pesta ini juga merupakan ajang dialog serta tukar informasi. Maklum, sebagai imigran, informasi yang tepat, terutama berkaitan dengan masalah hukum, amat diperlukan.

Festa dei Popoli dimulai pada jam 09.00 pagi dengan pembukaan pelbagai stand. Ada sekitar 40 stand berupa tenda-tenda dari pelbagai negara. Setiap stand memamerkan barang-barang khas negaranya masing-masing, kerajinan tangan serta makanan. Indonesia yang baru pertama kalinya berpartisipasi, mendapat stand nomor 34. Nasi goreng yang dijual seharga 5 Euro (sekitar Rp.70.000,-) per porsi, habis dalam waktu singkat, pada saat makan siang. Penjualan dilakukan dengan menggunakan kupon yang diatur oleh panitia.

Acara ini juga menampilkan ceramah dan diskusi seputar masalah Imigran. Pada jam 12.00 siang, diadakan misa bersama di Basilika St.Yohanes Lateran. Basilika yang begitu besar, penuh sesak dengan umat yang hadir. Misa dilaksanakan dalam pelbagai bahasa dengan 3 paduan suara berbeda serta beberapa kelompok musik etnik. Julio Cesar Resende, seorang frater asal Brasil merasa tersentuh saat mengikuti misa yang meriah namun hikmat ini.

Selesai misa, acara dilanjutkan dengan makan siang dan hiburan. Acara di panggung besar yang menampilkan acara dari pelbagai negara merupakan acara yang paling ditunggu penonton. Negara-negara Amerika Latin, seperti Bolivia, Peru dan Mexico tampil dengan pakaian khas dan dengan warna-warna menyolok. Tari-tarian yang mereka suguhkan amat dinamis dan cepat. Kelompok ini mendapat sambutan hangat penonton. Umumnya setiap negara menampilkan satu jenis tontonan atau paling banyak dua macam. Namun Filipina tampil 3 kali dengan acara dan kelompok yang berbeda-beda. Imigran Filipina memang banyak. Di seluruh Italia diperkirakan terdapat 100 ribu imigran asal Filipina. Dari jumlah itu, lebih dari separuhnya tinggal di kota Roma. Konon dalam satu tahun, tak kurang dari 11 juta dolar AS uang yang dikirim para migran Filipina ke kampung halamannya.

Kebutuhan Komunikasi

Krisis ekonomi yang parah kerap memaksa orang meninggalkan negerinya pergi ke negeri lain, mengadu nasib. Demikian juga situasi politik yang tak menguntungkan, dapat memaksa orang pergi meninggalkan negerinya. Italia adalah salah satu negara yang banyak dituju kaum imigran.

Di Roma, ada banyak migran yang sukses baik dalam pekerjaan maupun hidupnya. Namun, tidak sedikit juga yang bernasib sebaliknya. Sulit mendapatkan pekerjaan, apalagi jika mereka datang tanpa kelengkapan dokumen. Migran gelap akan terus merasa was-was karena sewaktu-waktu bisa saja petugas menangkapnya. Selain itu, terdapat masalah lain yang juga tidak kalah peliknya, seperti adaptasi dengan bahasa dan budaya setempat.  Mengingat pelbagai kesulitan tersebut, para migran ini butuh bantuan, dukungan serta perlindungan. Di samping itu, mereka juga butuh untuk bertemu dengan sesama bangsanya untuk saling menguatkan.

Di Roma ada sekitar 150 komunitas kaum migran. Komunitas-komunitas tersebut dibentuk berdasarkan agama, bahasa dan negara asal. Secara berkala para migran bertemu dalam kelompok-kelompok, baik untuk saling tukar informasi maupun sekedar berbagi suka dan duka. Frater Yance Guntur dari tarekat Scalabriani, mengatakan bahwa tarekatnya mempunyai perhatian besar terhadap nasib kaum migran. Salah satu bentuk perhatian tarekat ini adalah membentuk Gruppo Contatto, yaitu grup yang menjadi penghubung komunitas migran yang satu dengan yang lainnya. “Ada 6 frater kami yang bekerja dalam grup ini. Mereka bekerja sama dengan para relawan”, ujar frater asal Flores ini. Festa dei Popoli, merupakan bentuk nyata kepedulian Misionaris Scalabriani terhadap kaum migran.

Festa dei Popoli tidak mempunyai agenda politik namun memiliki relevansi politik yang tinggi. Pasalnya, saat ini Italia sedang menjadi sorotan dunia Internasional karena kebijakannya mengembalikan 227 imigran asal Libya yang hendak memasuki perairan Italia, awal Mei yang lalu.

Kaum migran memang tidak selalu bernasib baik. Di Italia, termasuk di Roma pernah beberapa kali timbul insiden antara penduduk asli dengan kaum migran. Pemukiman kumuh para Gypsi sempat dirusak dan dibakar para pemuda setempat. Pasalnya, kaum Gypsi, yang merupakan pendatang, dianggap mengotori serta mengganggu lingkungan sekitar. Pedagang gelap, pencuri-pencuri cilik, sering juga dilakukan para pendatang. Tidak heran bahwa penduduk setempat kerap jengkel dan marah.

Lepas dari beberapa akibat negatif yang sering muncul, kaum migran dimanapun membutuhkan perhatian serta perlindungan. Gereja Katolik secara umum memiliki kepedulian serta perhatian khusus kepada kaum migran. Hal ini tampak antara lain dengan ditetapkannya Hari Migran dan Perantau Sedunia. Bertepatan dengan hari tersebut, Paus biasanya mengeluarkan suatu pesan khusus yang disebarkan ke seluruh dunia. Tahun ini merupakan Hari Migran yang ke-95. Simpati yang ditunjukkan Gereja, seperti acara Festa dei Popoli yang diprakarsai Misionaris Scalabriani amat besar artinya bagi kaum migran, orang-orang yang harus berpisah dengan sanak-saudara serta tanah airnya. (Foto atas: Salah satu grup dari Amerika Latin, difoto sesudah berpentas. Bawah: Grup Indonesia saat menari poco-poco!).

Heri Kartono, OSC. (dimuat di majalah HIDUP, edisi 31 Mei 2009).

 

 

 

 

 

 

8 comments:

Lucas Nasution said...

seingat saya - dalam KS migran memang wajib diperhatikan murid Kristus - kalau tak salah kalimatnya berbunyi _ "ketika aku seorang asing ..."

JP Isnaryono DS said...

Laporan yg lengkap!
Ina terlibat juga, mendapat sambutan meriah krn keragamannya. Keliatannya damai di bumi ya? Mudah2an di dalam negri juga sedamai itu! Kita doakan saja...

triastuti said...

Duh, senangnya membaca tulisan Romo ini, komplit banget. Pesan perdamaian, kesejukan, dan keterbukaan sebagai sesama manusia bagi kaum migran terasa benar dalam paparan Romo ini. Nuansa kesejukan yg amat berarti bagi para migran yg sering gerah karena berbagai urusan legalitas, perlakuan yg diskriminatif, ketatnya persaingan pekerjaan, rindu kampung halaman...pokoe cape deh. Dan kompleks juga. Oya bentuk perlindungan utk para migran itu misalnya spt apa ya Mo ? Ya, semoga semangat kasih, kepedulian, dan keterbukaan Gereja thd para migran di seluruh dunia mengetuk nurani pemerintah negara-negara tujuan para migran utk setidaknya melakukan tugasnya dg lebih manusiawi. Trimakasih Romo Heri, saya berharap besar pada Gereja Katolik, yg memang merupakan tempat yg selalu tepat buat menaruh harapan.

Unknown said...

Romo, membaca artikel ini membuat saya semakin bangga menjadi umat Katolik dan juga menjadi tantangan pribadi untuk semakin peduli pada orang yang terpinggirkan.

Iman tanpa perbuatan adalah sia-sia, bukan ?

Wow... ditengah hirup pikuk di tanah air dengan Pemilu dan politik dagang sapi, maka berita Indonesia dan poco-poco membanggakan skalliiii....

Rosiany T.Chandra said...

Berita telah disampaikan dengan sangat proporsional,arif dan halus sehingga dari berbagai sisi yang diulas tampil bak gembang gula nan maniss..
Untuk stand nr 34,sebenarnya aku mau ikutan jualan pisang goreng nih..pasti laris manis !!

Yance said...

Wow...Romo, artikelnya bagus sekali. Rupanya Romo Heri sudah menjadi wartawan tetap untuk setiap perkumpulan para migran di kota Roma heheheh. Romo, prossimo appuntamento sarĂ  Januari untuk merayakan Hari Para Migran sedunia di Piazza San Pietro.

Heri Kartono said...

Wah sayang sekali. Tahun ini tugas saya di Roma selesai. Rencananya awal Oktober saya kembali ke Indonesia dan akan bertugas di sana. Semoga ada orang lain yang bersedia meliput acara yang menarik ini.
Salam,
HK

eds said...

woooww Romo...ternyata ada hari migran sedunia toh?? kami sebagai migran jadi senang..tanggal berapa yah itu?? eh Romo mau pulang kampung?waaa...gak ada Godfather lagi dong di Roma??? nanti akan domisili di bandung atau dimana?