Tuesday, October 6, 2009

Ordo Salib Suci



OSC MENYONGSONG 800 TAHUN

Dalam usia menjelang 800 tahun, OSC untuk pertama kalinya menggelar Kapitel Jenderal di Indonesia. Di Indonesia, ordo yang memiliki pakaian mirip pinguin ini tersebar di Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara hingga Papua. Dalam Kapitel yang lalu, komunitas normatif menjadi isyu yang sempat memanas. Ada apa gerangan?

Kapitel Jenderal OSC (27 Juli-18 Agustus) dihadiri oleh 23 Kapitularis dari pelbagai penjuru dunia. Selain kapitularis, hadir juga periti (staf ahli) dari Eropa, Amerika Serikat, Kongo, dan Indonesia. Psikolog Paulus Hidayat dari Indonesia hadir sebagai fasilitator, sementara Mgr. John Corriveau, OFMCap, dari Canada, sebagai konsultan. Dalam Kapitel ini Mgr. Dr. Glen Lewandowski, OSC terpilih menjadi Magister General OSC untuk kedua kalinya. Sementara 2 Konselor baru yang terpilih adalah Dr. James Hentges OSC dan Dr. Rudyanto Subagio OSC.

OSC adalah ordo Kanonik Regulir yang mementingkan hidup bersama dan juga memelihara liturgi bersama. Dengan kata lain hidup bersama dalam suatu komunitas merupakan sesuatu yang normatif, musti ada. Sejalan dengan perkembangan jaman, pada abad ke-19, OSC memulai misinya ke Amerika Serikat, Brasil, Kongo dan Indonesia. Di daerah misi, seperti Indonesia, para biarawan OSC yang sedikit jumlahnya, harus melayani beberapa wilayah sekaligus. Akibatnya, para anggota OSC jarang berkumpul bersama. Dengan kata lain, OSC di tempat misi, tidak hidup dalam suatu komunitas besar seperti di negeri asalnya. Perkembangan ini terus berlangsung hingga kini. Identitas OSC dengan komunitas normatif-nya dipertanyakan kembali. Topik ini ramai diperbincangkan dalam Kapitel Jenderal yang lalu. Sebagian peserta Kapitel menghendaki suatu perubahan radikal sementara yang lain menginginkan perubahan harus dilakukan dengan memperhitungkan situasi setempat. Untunglah cara radikal tidak disepakati dalam pertemuan akbar ini.

Berpusat di Bandung

Atas tawaran Vatikan, OSC mendapat tugas untuk menangani wilayah yang sekarang menjadi Keuskupan Bandung. Pada bulan Februari 1927 tiga orang OSC, J.H.Goumans, J.de Rooij dan M.Nillesen tiba Bandung. Mereka menggantikan tujuh orang Jesuit yang sebelumnya bertugas di tempat ini. Tiga orang OSC ini harus melayani Bandung, Cimahi, Garut, Tasikmalaya dan Cirebon. Pada awalnya, para biarawan ini terutama melayani orang-orang Belanda atau Indo yang tinggal di bumi Parahyangan.

Umat katolik pribumi pada saat itu belum banyak. Awalnya umat pribumi dikumpulkan di kapel biara Ursulin. Dalam perkembangannya, mereka mendapat tempat di Paroki St. Odilia, Bandung. Dalam waktu singkat, Bandung diangkat oleh Roma menjadi Prefektur Apostolik (1932) dan Vikariat Apostolik (1941). Perkembangan Ordo Salib Suci di Indonesia nyaris terputus dengan pecahnya Perang Dunia II. Pada masa pendudukan Jepang, hampir semua imam OSC ditangkap dan dipenjarakan oleh tentara Jepang. Beberapa orang OSC meninggal dunia dan yang lainnya sakit. Namun semangat para biarawan OSC tetap membara. Sesudah masa pendudukan Jepang berakhir, OSC melanjutkan karya mereka kembali, khususnya di tatar Sunda.

Pelayanan kepada umat pribumi makin ditingkatkan seiring dengan makin bertambahnya orang pribumi yang masuk Katolik. Seorang anak Kuwu, putera Sunda asli, Ludovicus Doewe Prawiradisastra, masuk Katolik (25/05/27). Bapak Doewe amat berjasa sebagai pionir berdirinya sekolah dan gereja Katolik di paroki Ciledug-Cirebon. Selanjutnya peristiwa tak terduga yang menggembirakan adalah masuknya ribuan umat Sunda yang berpusat di desa Cigugur-Kuningan menjadi Katolik. Semula mereka menganut kebatinan Agama Djawa Sunda (ADS). Peristiwa masuknya sekitar 8000-an umat Sunda ini (1964) amat mencengangkan. Sebab, umat Sunda kerap diindentikkan dengan agama Islam. Agama Islam memang berakar kuat di sebagian besar suku Sunda. Yang jelas, peristiwa ini mempengaruhi pola pelayanan pastoral keuskupan Bandung. Salah satunya adalah diupayakannya buku-buku pelajaran agama serta liturgi berbahasa Sunda. Dari kelompok ini pula OSC mendapat banyak anggota baru yang asli Sunda.

Sementara itu, pada tahun 1958, OSC propinsi St.Odilia, Amerika Serikat, memulai misinya di tanah misi Asmat, Papua. Hingga kini, OSC di Papua masih dibawah propinsi St.Odilia.

Tonggak Baru

Pada awalnya, keuskupan Bandung identik dengan OSC. Maklumlah di masa lalu, hampir tidak ada imam dari konggregasi lain atau projo di keuskupan ini. Beberapa karya menonjol yang diprakarsai biarawan OSC antara lain: pendirian Seminari Menengah Cadas Hikmat dan Seminari Tinggi di Cicadas, Bandung (1947). Sepuluh tahun kemudian, Seminari Tinggi dipindahkan ke Jalan Pandu. Selanjutnya, Uskup Bandung Mgr. Arntz OSC didukung pimpinan OSC dan uskup Bogor waktu itu, Mgr. N.J.C. Geise OFM, memulai pendirian Universitas Katolik Parahyangan Bandung (1955).

OSC yang masuk dan berkarya di Jawa Barat berasal dari Belanda. Dengan demikian selama bertahun-tahun, OSC Indonesia berada dibawah naungan OSC propinsi Belanda. Pada tahun 1977, OSC di Bandung mencatat sejarah baru saat diangkat statusnya menjadi Propinsi. Nama yang dipilih adalah OSC Propinsi Sang Kristus, Indonesia. Dengan status baru ini, OSC Sang Kristus menjadi lebih mandiri, termasuk dalam menerima calon-calon, mengadakan pendidikan dan bidang finansial.

Salah satu sumbangan OSC Sang Kristus yang tidak dimiliki OSC di tempat lain adalah karya Rumah Retret. Rumah Retret Pratista di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, didirikan pada tahun 1986. Sejak didirikan, hingga kini, Pratista banyak dimanfaatkan umat dari Bandung, Jakarta maupun tempat lain. Umat Protestanpun banyak memanfaatkan rumah retret yang besar, asri dan berhawa sejuk ini.

Dengan terus bertambahnya anggota, OSC Sang Kristus mulai melebarkan sayapnya. Sejak tahun 1981, OSC Sang Kristus mulai membantu Keuskupan Agats, Papua. Selanjutnya, berkarya di Pulau Nias, Keuskupan Sibolga (1989). Pada tahun yang sama, juga memulai karya di Keuskupan Agung Jakarta. Beberapa tahun kemudian, OSC menerima tawaran untuk berkarya di Keuskupan Agung Medan (1994).

Menyongsong Yubileum 800

Pada tahun 2010 nanti, OSC akan merayakan ulang tahunnya yang ke 800. Pesta Yubileum ini ditandai dengan beberapa hal penting. Tiap-tiap propinsi telah menyiapkan serangkaian acara di wilayahnya masing-masing. OSC Indonesia, misalnya, menerbitkan kalender khusus bekerja sama dengan KKI-KWI. Selain itu, membuat kaos oblong khas OSC, Novena Salib di tiap-tiap paroki, retret umat di Pratista, pertemuan Misdinar dan pelbagai kegiatan lainnya. Perayaan Yubileum sendiri sudah dibuka resmi pada 18 Agustus yang lalu, sekaligus sebagai penutupan Kapitel Jenderal 2009. Yubileum ini nantinya akan ditutup pada bulan September 2010 di biara pusat St.Agatha, di dekat kota Nijmegen, Belanda.

Mgr. Pujasumarta Pr, Uskup Bandung, yang diundang dalam perayaan OSC turut memberikan sambutan. Dalam sambutan yang disampaikannya dalam bahasa Inggris, Mgr.Puja antara lain mengatakan: “OSC hadir di keuskupan ini melalui banyak karya yang baik di tengah-tengah umat, juga di bidang pendidikan, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah hingga Universitas Parahyangan. Karya dan kehadiran OSC telah amat berarti dan relevan bagi masyarakat, terutama mereka yang tinggal di sekitar kami. Pada peringatan 800 tahun OSC, anda mengundang saya dan umat keuskupan ini. Karenanya, pada kesempatan ini, saya dari lubuk hati yang tulus ingin mengucapkan terima kasih atas kualitas kehadiran anda sekalian”, demikian Mgr.Pujasumarto. Sambutan Uskup Bandung yang simpatik dan hangat tersebut amat dihargai semua anggota OSC yang hadir.

Sementara itu, pimpinan OSC memanfaatkan perayaan ulang tahun OSC ke 800 sebagai kesempatan untuk menata kembali kehidupan ordo. Kapitel Jenderal yang lalu bertema Starting afresh from the Place of Light (Memulai dengan segar dari Tempat Cahaya) mengindikasikan adanya suatu pembaharuan. Hidup bersama dalam suatu komunitas dengan menekankan perayaan liturgi, menjadi arah ordo ke masa depan. Arah baru ordo ini jelas menjadi tantangan besar bagi OSC Indonesia. Maklumlah, sampai saat ini, OSC Indonesia sebagian besar berkarya di paroki-paroki dengan hanya beberapa anggota saja. Nampaknya, tidak mudah mengkombinasikan harapan ordo dengan kenyataan di lapangan.

Heri Kartono (dimuat di majalah HIDUP edisi 18 Oktober 2009).

2 comments:

triastuti said...

Woow indahnya membaca uraian Romo yang lengkap tentang acara Kapitel Jendral dan kiprah OSC di berbagai daerah di tanah air. Selamat ulangtahun ke-800 OSC..! Terimakasih ya Mo, selain menambah wawasan, juga ini refleksi buatku bahwa komitmen yang total kepada Tuhan pasti akan disempurnakan Tuhan sendiri shg menghasilkan buah-buah indah yang nyata bagi kehidupan ini, yang memang dirancangNya indah sejak semula

Lucas Nasution said...

"Nampaknya, tidak mudah mengkombinasikan harapan ordo dengan kenyataan di lapangan."

Rada ganjil ditelinga saya bahwa harapan OSC adalah ririungan...kalau mau ririungan ya mengapa atuh ikutan misi ?