Friday, February 24, 2012

Rabu Abu



RABU ABU VERSUS SEMARAK KARNAVAL

Sekitar setengah juta turis berdatangan ke Rio de Janeiro, Brasil, pada minggu ini untuk menyaksikan semarak Karnaval yang gila-gilaan. Puncaknya adalah hari Selasa kemarin (22/02/12), atau satu hari menjelang Rabu Abu. Di New Orleans, pesta yang sama dikenal dengan nama Mardi Gras. Kota-kota lain di dunia pada saat yang bersamaan juga tidak ketinggalan, saling berlomba mengadakan acara serupa seperti Toronto, London, Salvador, Trinidad, Nice dan Cologne.

Pesta Pora Menjelang Puasa

Pada abad kedua, Gereja Katolik, khususnya di kota Roma memulai suatu kebiasaan menyelenggarakan pesta sehari menjelang hari Rabu Abu atau saat dimulainya Masa Puasa Umat Katolik. Umat memanfaatkan saat-saat sebelum puasa untuk berpesta-ria makan-minum sepuasnya. Konon kebiasaan ini diambil dari tradisi lama (Pra-Kristiani) yang sudah ada sebelumnya. Dalam perkembangannya, pesta ini menjadi pesta Karnaval, yaitu perayaan publik dalam bentuk parade di jalanan, lengkap dengan tontonan ala sirkus.

Karnaval sendiri berasal dari dua kata Latin: Carnis yang berarti daging dan vale yang berarti selamat tinggal (di masa lalu, selama 40 hari masa puasa orang Katolik tidak makan daging). Di Perancis, pesta sejenis disebut Mardi Gras. Mardi Gras (berasal dari bahasa Perancis) berarti Selasa Lemak. Maksudnya, hari Selasa menjelang Rabu Abu, orang berpesta pora makan daging/lemak sepuas-puasnya. Selain itu, Mardi Gras juga merupakan kesempatan terakhir orang untuk menikah dan berpesta. Sebab sesudahnya, orang dilarang menikah sampai berakhirnya masa Puasa.

Di antara pesta sejenis, Karnaval di Rio de Janeiro, Brasil, dikenal sebagai Karnaval paling sensasional, paling spektakuler dan paling banyak dikunjungi turis. Awalnya pesta ini dilakukan di jalanan selama tiga hari menjelang Rabu Abu. Pada waktu itu kota-kota di Brasil dipadati orang-orang yang berpesta-ria dengan mengenakan topeng-topeng, saling melempar bubuk tepung, bahkan saling semprot cairan busuk. Pada tahun 1840 seorang istri pemilik hotel di Rio de Janeiro yang berasal dari Italia, mengubah kebiasaan pesta liar ini menjadi lebih berbudaya. Pada pesta tersebut ia mengundang para pemain musik, menyediakan guntingan kertas warna-warni pengganti bubuk tepung. Ia juga menyelenggarakan pesta tarian mewah dan mewajibkan orang-orang mengenakan topeng. Itulah awal mula dari Baile de Carnaval yang terkenal hingga kini.

Untuk menampung kegiatan yang semakin populer ini, pada tahun 1984 pemerintah Brasil membangun panggung pinggir jalan yang disebut Sambodromo. Tempat ini menampung sekitar 80 ribu penonton dan membuat Karnaval Rio makin terkenal. Harga tiket masuknya bisa sampai US$ 500 untuk satu tempat duduk yang agak strategis!

Karnaval di Rio benar-benar menjadi Pesta untuk semua orang. Bermacam-ragam orang berbaur bersama dalam keriuhan, kegembiraan dan kegilaan. Tidak sedikit para penari Samba, pria dan wanita, tampil dengan telanjang dada atau dengan pakaian super minim. Kesempatan ini juga digunakan para artis Brasil untuk tampil di muka publik. Umumnya mereka masuk salah satu kelompok Sekolah Samba.

Pentingnya Pertobatan

Permulaan masa Puasa atau Pra Paskah biasanya jatuh pada awal bulan Maret atau akhir Februari. Itu bertepatan dengan berakhirnya musim dingin yang melelahkan dan datangnya musim semi yang dinanti-nantikan. Karenanya tidak mengherankan bahwa Karnaval menjadi semacam ungkapan kegembiraan menyongsong musim kehidupan alias musim semi. Di masa lalu, hampir seluruh kota dan desa di Eropa merayakan kebiasaan ini. Masing-masing kota berlomba menunjukkan kehebatan serta kreasinya.

Di beberapa tempat, diadakan juga pesta Karnaval khusus untuk anak-anak. Sampai saat ini pesta Karnaval tetap diadakan menjelang Hari Rabu Abu (tahun ini jatuh pada hari Rabu ini, 22/02). Namun, Karnaval sendiri sekarang sudah menjadi bagian dari pesta budaya, bukan lagi pesta agama. Pada masa sekarang, Karnaval sering menjadi kesempatan untuk mengkritik, mengolok-olok para politisi, tokoh masyarakat bahkan tokoh agama. Tidak ketinggalan, Pesta Karnaval juga telah menjadi ajang promosi berbagai kepentingan, khususnya produk niaga.

Awal masa puasa Katolik dimulai pada hari Rabu Abu. Disebut Rabu Abu karena pada hari itu umat Katolik datang ke Gereja untuk menerima abu di kepalanya dari imam yang bertugas. Masa Puasa berlangsung 40 hari dan berakhir pada Perayaan Paskah atau Kebangkitan Tuhan Yesus.

Pengertian Masa Puasa dalam tradisi Katolik, amat berbeda dengan Puasa Umat Islam, misalnya. Pada Masa Puasa, umat Katolik tetap boleh makan dan minum hanya porsinya dikurangi. Selain itu, pada hari tertentu, khususnya Jumat, umat dilarang untuk makan daging. Diluar kewajiban puasa yang ditentukan, umat diminta untuk memilih sendiri jenis puasa dan pantang yang cocok dengan dirinya. Umpamanya, orang yang biasa merokok, pada masa puasa berhenti untuk tidak merokok.

Mengapa tradisi puasa Katolik begitu ringan dan sederhana? Barangkali karena tekanan dan latar belakangnya berbeda. Dalam ajaran Katolik yang pertama-tama ditekankan adalah aspek pertobatan, bukan mati raganya. Karenanya, Masa Puasa diawali dengan Rabu Abu, pengurapan dengan abu. Tradisi ini berasal dari kebiasaan kuno bangsa Yahudi. Dalam Kitab Perjanjian Lama, khususnya Kitab Nabi Yesaya dan Yeremia, dikisahkan tentang ritual penyesalan atas dosa: orang berpakaian kain kasar dan duduk di atas abu serta menaburi diri dengan abu.

Tradisi abu orang Yahudi ini mirip dengan tradisi lumpur suku Asmat di pedalaman Papua. Orang Asmat, bila sedang berkabung, akan membanting diri kedalam lumpur sambil berguling-guling serta menangis meraung-raung. Dalam bahasa Jawa ada istilah Gulung Koming, berguling-guling di atas tanah sebagai ekspresi kesedihan. Nampaknya ada benang merah di antara ketiganya!

Abu, lumpur dan tanah adalah simbol kefanaan, sesuatu yang tak berharga, tak berarti. Manusia memang tak ada artinya dibanding alam semesta ini. Ketika memberi pengurapan abu, imam berkata: Manusia berasal dari abu dan kembali menjadi abu!. Kata-kata yang dikutip dari Kitab Kejadian ini dimaksud untuk mengingatkan kita akan kefanaan kita manusia.

Pertobatan Kolektif

Puasa dan Pertobatan adalah dua hal yang tak terpisahkan dalam tradisi Puasa Katolik. Kedua hal ini masih dilengkapi dengan aksi nyata umat untuk sesama. Maksudnya, sebagai perwujudan tobat, umat diharap menyisihkan sebagian miliknya untuk kepentingan sesamanya. Uang atau barang-barang yang dikumpulkan selama masa Puasa, pada gilirannya akan dibagikan lagi kepada mereka yang membutuhkan.

Pada Masa Puasa, umat Katolik diingatkan untuk bertobat. Sebagai suatu kelompok, umat diajak untuk bertobat secara bersama-sama. Agar pertobatan kolektif dapat lebih terarah, pimpinan Gereja menentukan suatu tema setiap tahunnya. Tahun 2012 ini, tema yang dipilih adalah DIUTUS UNTUK BERBAGI. Lewat tema ini, kita diajak untuk menyadari bahwa segala yang kita miliki hendaknya tidak melulu untuk kepentingan pribadi. Ada orang-orang di sekitar kita yang mungkin jauh lebih membutuhkan, lebih susah hidupnya dari kita. Karenanya, kita disadarkan untuk rela berbagi dengan mereka yang kekurangan.

Semarak Karnaval yang begitu meriah di Brasil atau di tempat lain, menjadi kehilangan artinya ketika dipisahkan dari makna spiritual Rabu Abu. Selamat memulai Masa Puasa bagi umat Katolik sambil menyadari bahwa kita Diutus Untuk Berbagi.

(Heri Kartono, dimuat di Koran Jakarta, 22 Februari 2012. Foto: Jepretan Jo Hanafie, upacara Rabu Abu di St.Helena)

1 comment:

Anonymous said...

Saya menyambut baik gerakan pertobatan kolektif ini, dimana banyak hal jika dilakukan bersama-sama akan membawa efek yang positif.
Sebaiknya momentum Rabu Abu ini mampu mencabik tabir kepalsuan yang menyelimuti bangsa ini.Rosiany T Chandra