Sunday, March 25, 2012

Agus Rachmat OSC (2)



PASTOR YANG EKSENTRIK

Tidak mudah menjadi Rektor saat terjadi kemelut sengit. Pastor yang eksentrik ini dapat melalui dan menyelesaikan krisis dengan amat baik. Lantas apa saja kiatnya?

Pastor Agus Rachmat OSC hanya menduduki jabatan Rektor Universitas Katolik Parahyangan Bandung selama 17 bulan (1993-1995). Namun tugas yang diemban di pundaknya amat berat, menyelesaikan konflik yang panas dan berlarut-larut. Saat itu terjadi kemelut di Unpar. Universitas terbelah, separuh pro Yayasan, separuh lagi pro Rektor. Mahasiswa demo, karyawan bingung. Perselisihan antara Rektor dengan pihak Yayasan pada akhirnya berimbas ke semua aspek Civitas Academica Unpar.

Kiat Jitu Penyelesaian Kemelut

Pjs Rektor Unpar, Agus Rachmat berhasil meredam konflik dan memulihkan suasana menjadi kondusif lagi. Apa sebenarnya kiat pastor yang kutu buku ini? Sejak awal, Agus Rachmat memaklumkan bahwa dirinya tidak berambisi menjadi Rektor. Artinya, sesudah selesai kemelut, ia akan langsung lengser. Ternyata pernyataannya ini berdampak positif. Orang berhasil diyakinkan bahwa dirinya tdak memiliki vested interest, tidak ada yang harus dipertahankan mati-matian demi keuntungan pribadi.

Selanjutnya Agus mendekati Rektor saat itu, Dr. Pande Raja Silalahi, SE dan membuat gentlemen agreement. Ia manjanjikan bahwa penyelesaian kemelut akan bersifat legal dalam arti ditentukan oleh Dikti (Dinas Perguruan Tinggi) dan Kopertis (Koordinator Perguruan Tinggi Swasta). Meski demikian, Agus menolak penyelesaian lewat jalur Pengadilan yang dinilainya tidak pas. Sikap ini tidak hanya diterima oleh pihak Rektor tetapi juga diterima pihak Yayasan yang bersengketa.

Terhadap aktivis mahasiswa yang ikut bergolak, Agus melakukan pendekatan dengan meladeni mereka untuk berdebat. Disisi lain, Agus dengan sengaja mempermudah pelbagai bantuan dana untuk kegiatan mahasiswa. Keterbukaan sekaligus kemurahan Pjs. Rektor ini tentu saja ditanggapi dengan gembira oleh para mahasiswa.

Tak lupa, Agus Rachmat juga mengadakan pendekatan pada tenaga administratif dan akademik. Kepada mereka Agus meminta agar kegiatan dapat berjalan seperti biasanya. Agus menekankan pentingnya transparansi khususnya dalam proses penerimaan mahasiswa baru yang kerap menjadi sorotan saat itu. Singkatnya, sepak terjang Agus Rachmat didukung sepenuhnya oleh semua pihak yang menginginkan penyelesaian kemelut di tubuh Unpar. Secara khusus Senat Unpar berdiri di belakang Pjs Rektor.

Antara Kagum dan Bingung

Apa yang dilakukan Pjs Rektor mulai membuahkan hasil nyata. Suasana kehidupan kampus berangsur-angsur membaik. Saat-saat penting, seperti wisuda mahasiswa, Pjs. Rektor, Agus Rachmat, menyampaikan pidato yang didengarkan dengan cermat oleh semua pihak, termasuk para Dosen. Pasalnya, dalam pidatonya, Agus kerap menyampaikan wacana-wacana baru dan tak lupa menyisipkan istilah-istilah filsafat yang juga dianggap baru. “Orang mendengar pidato saya antara kagum dan bingung...hahaha….!”, ujarnya diselingi gelak tawanya yg khas.

Sikap Agus Rachmat yang bersahaja dan low profile disukai banyak kalangan. Sekedar contoh, sebagai Rektor sebuah Universitas bergengsi, pastor yang Sunda asli ini tetap memilih naik Honda bebeknya. Padahal, Universitas menyediakan fasilitas mobil lengkap dengan sopirnya. Melihat pak Rektor kerap naik sepeda motor, para pegawai berinisiatif menyediakan tempat parkir dengan tulisan khusus motor Rektor, di antara deretan mobil pejabat Unpar.

Agus Rachmat, sebagaimana layaknya seorang Rektor, memiliki seorang sekretaris. Sekretarisnya ini sempat menasehati agar ia rajin memakai sepatu. Maklum, Pak Rektor lebih bahagia memakai sandal sederhana daripada sepatu kulit yang mahal. Ia juga tanpa canggung ngobrol santai dengan para satpam di tempat parkir. Sementara itu, kebiasaannya untuk merokok “lintingan” tetap dibawanya dimanapun ia bertugas.

Lambat laun popularitas Pjs.Rektor ini makin meningkat. Tak heran, saat pencalonan Rektor baru, nama Agus Rachmat ikut disebut pelbagai kalangan. Namun, sesuai janjinya Agus memilih mengundurkan diri. Tugasnya telah diselesaikannya dengan baik.

Idola Frater

Selain sukses sebagai Rektor transisi, Pastor Agus Rachmat amat disegani di kalangan rekan setarekatnya. Saat usianya baru menginjak 33 tahun, ia terpilih sebagai Propinsial Ordo Salib Suci Indonesia. Dengan demikian ia memecahkan rekor sebagai Propinsial OSC termuda! Sesudahnya ia masih tiga kali terpilih lagi sebagai Propinsial, sesuatu yang amat jarang terjadi! Kendati kini tidak menjabat lagi sebagai pimpinan, Agus tetap berperan aktif dalam tarekatnya. Dalam pertemuan para Imam OSC belum lama ini di Pratista, Cimahi (medio Maret 2012) pastor Agus tampil sebagai nara sumber utama. Pengalaman serta pengetahuannya yang luas membuat Agus kerap diminta sebagai pembicara. Tentang pengetahuannya yang luas ini, Pastor Eddy Putranto OSC menyebut Agus Rachmat sebagai “Ensiklopedi Berjalan!”.

Kepemimpinan Agus Rachmat, dinilai oleh rekan setarekatnya, Pastor Dany Sanusi OSC, sebagai kepemimpinan yang formatif dan kuratif, membentuk dan menyembuhkan. “Banyak konfrater (sebutan untuk sesama rekan se-tarekat) merasa lega dan mendapat pencerahan sesudah berbicara dengan Pastor Agus!”, ujar Dany yang pernah bertugas di lingkungan KWI ini. Tak heran bahwa banyak imam muda dan frater OSC mengidolakan Pastor Agus, khususnya dalam cara merangkai kata-kata menjadi indah dan pas.

Di luar prestasi kerjanya yang meyakinkan, Pastor Agus tergolong pribadi yang eksentrik dan terkesan cuek. Salah satu contoh pengalaman tentang hal ini adalah saat ia studi di Leuven, Belgia. Setiap ada kesempatan libur, Agus memanfaatkannya untuk bepergian, naik Kereta Api. Maklum, dengan kartu mahasiswa yang ia miliki, Agus bisa bepergian dengan karcis murah. Sayangnya, saat bepergian, Agus jarang membawa paspor, sesuatu yang penting di negeri orang. Akibat kecuekannya ini, ia pernah tiga kali ditangkap polisi dan sempat masuk penjara selama beberapa jam.

Hidup Pastor Agus Rachmat terus menerus dibaktikan pada Ordo dan Gereja. Kini ia tak lagi menjabat sebagai pemimpin, baik sebagai Rektor maupun Propinsial. Namun itu tak penting baginya. Sebaliknya ia menikmatinya sebagai suatu anugerah. “Sekarang saya memiliki lebih banyak waktu untuk menyiapkan kuliah maupun membaca buku-buku kegemaran saya!”, ujar Dosen Filsafat yang ramah ini.

Heri Kartono, OSC (dimuat di Majalah HIDUP edisi 08 April 2012)

4 comments:

triastuti said...

Sungguh mengagumkan, pasti jarang ada sosok se-komplit ini. Walau bekal kecemerlangan berpikir adalah kekuatannya, namun dari semua keunggulan Pastor Agus yang diceritakan Rm Heri ini, rasanya kunci yang merangkum kualitas pribadinya dan mengantarnya pada kesuksesan dan pencapaian yang ekstraordinari adalah dua hal ini: kerendahan hatinya dan fleksibilitasnya...salut Pastor, semoga teladannya terus menghidupi kaum muda dan para pastor muda. Dan salut tuk Rm Heri yang merangkai kisah sekaya ini dengan demikian singkat dan ringan. Mantep tenann...!

Unknown said...

Saya kenal baik dengan Romo Agus dan keluarganya semasa kanak2 dan saya pengagum berat mereka semua. Meskipun nyentrik2 hehe. . Tetapi mereka pandai2 dan berprestasi. Bravo untuk Romo Agus dan keluarga besarnya serta keluarga OSC. Tuhan memberkati.

Rosiany T Chandra said...

Sosok sederhana, cuek dan unik ini tidak hanya berbobot namun sekaligus berwatak pula! Tulisan ini adalah sebuah apresiasi kepada Pastor Agus yang telah membaktikan diri dengan cara yang berseni dan bermutu! Terima kasih kepada Romo Kartono untuk tulisan ini yang telah ditulis dengan menarik.

http://www.unpar.ac.id/isnar said...

Pastor Agus jugalah yg telah "menyelamatkan" hidup saya sewaktu menjabat sebagai pjs rektor.
Beliau tanya: "apa bener kamu tidur saat bertugas di kampus FF?"
Saya jawab: "tidak pernah pastor,kecuali kepepet..." dan kami ketawa. Memang saya suka tertidur kalau tugas tinggal menunggu dosen selesai ngajar (mau nebeng pulang).
Tak lama SK terbit: pemulihan pangkat dan nama baik.
Sudah pantas dan selayaknya sy ucapkan beribu terima kasih.

Trims Romo Heri,
salam,
isnar