Thursday, March 7, 2013

Ir.Adriana Sri Lestari, MBA






MENGUKIR PRESTASI TERBAIK

Belum lama ini ia diangkat sebagai Konsul untuk negara asing. Sebagai Konsul dan pemimpin dari beberapa perusahaan, jadwalnya amat padat. Kendati demikian ia masih bisa menyisihkan waktu untuk Tuhan, antara lain dengan mengadakan misa dan adorasi di kapel rumahnya.

Pada tanggal 31 Juli 2012 yang lalu Ir.Adriana Sri Lestari, MBA dipercaya menjadi Honorary Consul negara Republik Estonia. Uniknya, jabatan itu sebelumnya dipegang oleh ibu kandungnya sendiri, Dr.CA. Ariyanti, P.S.MH. Adriana dipercaya menjadi Konsul pengganti pertama-tama bukan karena "mewarisi" jabatan orang tuanya melainkan karena ia memang memenuhi kualifikasi yang diperlukan.

Sebagai seorang Konsul, tugas Adriana adalah memberikan informasi, perlindungan dan bantuan yang diperlukan bagi warga Estonia yang mempunyai kesulitan selama tinggal di wilayah tugas dan wewenangnya. Bagi Ria, panggilan akrab wanita ini, tugasnya ini merupakan bentuk pengabdiannya kepada negara dan bangsa. Dengan kewenangan yang dimilikinya, ia memang dapat berperan aktif memajukan hubungan bilateral kedua negara terutama di bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Time Management
Selain jabatan Honorary Consul yg diembannya, saat ini wanita lulusan ITB  tahun 1988 ini memiliki sejumlah jabatan penting yang digelutinya, diantaranya: Direktur PT.Trimitra Megah Lestari, Presiden Direktur PT.Panca Dasar Adriastri,  CEO peternakan di Meruyung, Pemilik beberapa cafe OH LALA. Di bidang pendidikan, ia duduk sebagai Pembina Yayasan Pendidikan Ariyanti, Bandung, sebuah lembaga pendidikan yang didirikan empat puluh tahun yang lalu oleh ibunya.

Bagaimana semua itu tertangani? Ibu dua anak ini mengakui memang tidak mudah melakukan semuanya sekaligus. Agar semuanya dapat tertangani dengan baik, ada beberapa hal yang ia pegang teguh. Pertama adalah time management. Ria terbiasa untuk merencanakan segala sesuatu dengan teliti dan efisien. Baik urusan bisnis, keluarga maupun sosial, semuanya mendapat porsi yang wajar. Baginya pengaturan waktu yang baik merupakan syarat mutlak. "Saya berusaha mengisi waktu secara berguna setiap hari. Saya ingin mengukir prestasi terbaik pada apapun yang saya kerjakan", ujar wanita ini dengan nada serius. Ia menambahkan: "Saya berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk suami, anak-anak, karyawan dan teman!", imbuh wanita yang pernah dinobatkan sebagai The most talented girl dalam Kontes Kecantikan Puteri Remaja Indonesia (majalah Gadis 1981).


Selain pengaturan waktu yg baik, kiat lain yang dipegangnya adalah berfikir positif. Berfikir positif bagi Ria adalah sesuatu yang diperlukan agar hidup dapat berjalan dengan nyaman dan tidak stress. Sebaliknya, negatif thinking atau berfikir negatif cenderung membuat hidup menjadi suram dan penuh persoalan. Berfikir positif bukanlah sesuatu yang begitu saja muncul, melainkan harus dilatih secara sadar dan konsisten. Kiat lain yang dipegang teguh wanita kelahiran Bogor, 16 Juli 1965 ini adalah tekun dalam doa. "Doa adalah kekuatan hidup saya!", papar Adriana sungguh-sungguh.

Terkesan Pada Orang Pintar
Dengan beragam posisi dan jabatan yang dipegangnya, pastilah orang menduga bahwa Ir.Adriana adalah orang pintar. Dan memang demikianlah adanya. "Ria itu orangnya sedikit pemalu namun pintar!", ujar Pastor Leo van Beurden OSC yang mengenal Ria sejak masih remaja. Meski demikian, dibanding suaminya, Ria mengaku dirinya bukanlah apa-apa. "Suami saya adalah orang yang sangat pintar, bahkan jenius", jelas Ria. Dr.Nicolaas C.Budhiparama, Jr, suami Ria, adalah dokter ahli bedah Orthopaedic terkenal di Indonesia. Lebih dari 10 jabatan dipegang dokter lulusan termuda Orthopaedic Surgery University Hospital, Leiden, Belanda. Salah satu jabatan yang diemban dr.Nico adalah Presiden IHKS (Indonesian Hip and Knee Society). Selain suaminya yang pintar, kedua anak Ria, Nicolaas Bryant Budhiparama dan Nicolaas C.Edrick Budhiparama juga cerdas dan berprestasi. "Dikelilingi tiga pria yang pintar-pintar bukanlah sesuatu yang mudah!", tutur Ria. "Harus ada saling mengerti, komunikasi yang baik dan saling percaya", lanjut wanita peraih Citra Karya Paramitha (1995) ini.

Suatu saat Ria mendampingi suaminya mengikuti pertemuan Orthopaedi di London. Peserta pertemuan ini amat eksklusif, terbatas hanya untuk ahli-ahli orthopaedi yang mempunyai prestasi hebat. Mereka adalah 40 inovator terbaik dunia yang menciptakan robot untuk operasi. Dengan kata lain, seluruh peserta pertemuan itu adalah orang-orang pintar.

Saat break makan, ada peristiwa kecil yang mengagetkan dirinya. "Saya terkejut saat melihat orang-orang itu berdoa lebih dahulu sebelum makan", kenang Ria yang menguasai bahasa Inggris dan Belanda ini. Peristiwa itu amat mengesankannya. Soalnya, Ria kerap menjumpai orang-orang yang merasa dirinya pintar, merasa kesuksesan mereka adalah karena kehebatan dirinya semata. Sementara orang-orang yang sungguh cerdas dalam pertemuan itu justru rendah hati serta memiliki iman yang kuat.

Ria sendiri adalah sosok orang yang beriman. Hal itu terungkap dalam pelbagai aktivitas hidupnya. Sejak usia 12 tahun ia sudah bermain organ mengiringi misa dan ikut kegiatan Legio Maria. Ia juga pernah dipercaya sebagai Koordinator organis.  “Tugas sebagai Koordinator memicu saya untuk tetap berlatih untuk diri sendiri namun juga melatih para organis lainnya agar dapat melayani Gereja lebih baik", ujar pemenang kejuaraan organ se-Jawa Barat ini (1980).



Sampai saat ini Ria tetap memperhatikan kebutuhan rohaninya. Hari-hari Sabtu/ Minggu adalah hari yang ditunggu-tunggu. Selain rajin pergi ke gereja paroki, Ria kerap menghabiskan waktunya di kapel rumahnya. Ria yang dikaruniai rejeki cukup, memang memiliki kapel di rumahnya. Sebulan sekali diadakan misa dan adorasi di kapelnya ini. Tempat kudus tersebut kerap menjadi tempat berkumpul keluarga dalam suasana doa. Ria yang selalu bangun pagi hari, memulai kehidupannya dengan doa. Ria mengaku selalu memiliki kerinduan untuk melayani Tuhan.

"Sahabat sejati dan kekuatan saya adalah doa. Pergumulan hidup saya, saya serahkan pada Tuhan. Saya sangat percaya bahwa dengan mengikuti dan melayaniNya, semua akan ditambahkan. Tuhan adalah sumber kekuatan saya", ujar alumni Fairfax University, USA (1995) ini penuh syukur dan terima kasih.

Gelar Kehormatan
Sepak terjang Ria, khususnya di bidang pendidikan rupanya menarik perhatian keluarga Keraton Surakarta. Sesudah melewati sejumlah persyaratan yang ketat, pada tanggal 3 Januari 2011, Sri Sultan Paku Buwono XIII menobatkan gelar kebangsawanan KRAy atau Kanjeng Raden Ayu kepada wanita berpenampilan anggun ini.

Dengan seabreg prestasi serta pekerjaan penting yang dikerjakan Ria, orang bisa saja berfikir bahwa pastilah hidup Ria enak dan mulus. Nampaknya tidaklah demikian. "Bagaimanapun, masih ada rasa takut, cemas dan  keraguan dalam hidup saya. Namun saya menanggapinya secara positif. Saya menganggapnya sebagai suatu signal yang baik. Perasaan takut dan cemas mendorong saya untuk terus mencari dan berharap hanya kepada Tuhan saja", tegas bungsu dari dua bersaudara ini.

Box:
Nama:  Ir. Adriana Sri Lestari, MBA
Orang Tua: DR.KRAY C.A. Ariyanti, P.S. MH dan (alm) Dr.Kol.Pong Permadi Darmohusodo.
Tempat/tgl.lahir: Bogor, 16 Juli 1965.
Suami: Dr. Nicolaas C. Budhiparama, Jr. F.I.C.S
Anak: 1. Nicolaas Bryant Budhiparama 2. Nicolaas C.Edrick Budhiparama.
Kakak: Hj.Dewi Irawati, B.Sc
Pendidikan: Fairfax University, USA Degree Program Master of Business Administration.(1995); ITB jurusan Teknik Industri (1988).
Beberapa jabatan yang saat ini dipegangnya antara lain: 1. Honorary Consul of the Republic of Estonia. 2. Direktur PT.Trimitra Megah Lestari, Jakarta. 3. Presiden Direktur P.T. Panca Dasar Adriastri, Jakarta. 4. Pembina Yayasan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Ariyanti, Bandung.



2 comments:

Anonymous said...

Wanita hebat, sungguh luar biasa.
Didalam kesibukannya msh ingat ma sang Khalik...(Widyasari Purba0

triastuti said...

Pada akhirnya relasi dengan Tuhan dan kasih kepada-Nya menentukan segala-galanya ya Romo, terima kasih buat teladan hidup yang dituliskan dg indah, memberi semangat ganda bagi siapa pun yang membacanya.