Thursday, January 8, 2009

Vatikan-Italia


BABAK BARU HUBUNGAN VATIKAN-ITALIA

Mulai tahun 2009 Vatikan tidak secara otomatis mengakui undang-undang yang diberlakukan pemerintah Italia, sebagaimana pernah disepakati dalam Perjanjian Lateran. Mengapa pula kaum gay marah dan berunjuk rasa?

Perjanjian Lateran

Perjanjian Lateran adalah kesepakatan antara Pemerintah Italia dengan Tahta Suci, Vatikan. Perjanjian yang disahkan pada 7 Juni 1929 ini ditanda-tangani oleh Perdana Menteri Benito Mussolini mewakili Raja Viktor Emmanuel III dan Kardinal Pietro Gasparri, mewakili Paus Pius XI. Perjanjian tersebut antara lain berupa pengakuan politis atas kedaulatan penuh Tahta Suci di dalam negara Vatikan yang pada saat yang sama  dikukuhkan. Selain itu, disepakati juga pengaturan posisi gereja serta agama Katolik di dalam Negara Italia. Kesepakatan ini disebut Perjanjian Lateran karena ditanda-tangani di Istana Lateran.

Berdasarkan Perjanjian Lateran pula, undang-undang atau aturan yang dikeluarkan pemerintah Italia diterapkan secara otomatis oleh Vatikan. Hal ini bisa dimengerti antara lain karena sebagian besar penduduk negara Vatikan adalah orang Italia bahkan berkewarga-negaraan Italia. Kendati demikian, Perjanjian Lateran juga memberi kekecualian, yaitu bila hukum yang dikeluarkan pemerintah Italia sungguh bertentangan secara mendasar dengan Hukum  Gereja.

Via della Conciliazione (Jalan Perdamaian), jalan yang membentang lebar di muka lapangan Santo Petrus Vatikan, dibangun atas perintah Mussolini. Jalan ini dibangun sebagai kenangan suksesnya kesepakatan antara pemerintah Italia dengan negara Vatikan. Jalan ini sekaligus juga sebagai simbol penghubung antara kota Vatikan  dengan jantung kota Roma.

Dalam perjalanan waktu, hubungan antara Vatikan dengan pemerintah Italia tidak selamanya berjalan harmonis. Dalam beberapa hal, justru timbul ketegangan serta perbedaan pandangan yang tajam, misalnya masalah perkawinan sejenis, aborsi, euthanasia.

Tidak otomatis lagi

Mgr. Jose Maria Serrano Ruiz, ahli hukum Gereja dari Vatikan, menyatakan bahwa aturan dan hukum yang dikeluarkan pemerintah Italia terlalu banyak, tidak menentu dan kerap berseberangan dengan ajaran Moral Gereja Katolik (L’Osservatore Romano, 31/12/08). Elio Vito, salah seorang menteri Italia, membenarkan hal tersebut. Vito juga mengakui bahwa banyak hukum di Italia ditulis secara buruk dan kerap tak bisa dimengerti.

Pada tanggal 1 Oktober 2008, Paus Benediktus XVI mengumumkan suatu undang-undang baru. Undang-undang bernomor LXXI ini, efektif baru berlaku sejak 1 Januari 2009. Berdasar Undang-undang baru yang ditanda-tangani Paus Benediktus XVI ini, Vatikan akan memeriksa terlebih dahulu hukum/aturan dari pemerintah Italia sebelum memutuskan untuk menerimanya. Dengan demikian, undang-undang baru ini mengakhiri aturan yang ditanda-tangani tahun 1929 di Lateran.

Aturan baru Vatikan ini menimbulkan kontroversi di Italia. Beberapa Surat Kabar dan politikus Italia mengkritik kebijaksanaan baru Vatikan tersebut. Editorial dari Harian La Repubblica dan La Stampa mengecam aksi Vatikan ini. Senator Giorgio Tonini dari partai oposisi Demokrat Italia, menyatakan keterkejutannya atas aturan baru Vatikan ini. Dalam wawancara dengan Harian La Stampa, Tonini mengatakan bahwa undang-undang yang dikeluarkan pemerintah Italia dibuat berdasarkan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat dan opini publik, jadi bukan aturan yang sewenang-wenang.

Reaksi kecewa juga diungkapkan Massimo Franco, kolumnis harian Corriere. Ia mengatakan bahwa sebenarnya selama ini Vatikan tidak selalu menerima hukum/aturan pemerintah Italia secara otomatis. Menurut Massimo, aturan baru Vatikan ini ibarat sebuah peringatan bertopeng, sekaligus bisa dilihat sebagai ketidak percayaan terhadap pemerintah Italia.

Menyulut Kemarahan Kaum Gay

Aturan baru Vatikan tidak hanya berkaitan dengan pemerintah Italia namun juga dengan dunia Internasional. Segala kesepakatan Internasional, akan diteliti terlebih dahulu sebelum diterima.

Awal Desember yang lalu, Vatikan secara lantang menentang rencana deklarasi PBB yang memperjuangkan hak kalangan homoseksual. Deklarasi yang didukung 66 negara, termasuk 27 negara Uni-Eropa ini antara lain berisi seruan pencabutan undang-undang yang anti terhadap kalangan homoseksual di seluruh dunia. Dikatakan juga bahwa  orientasi seksual atau jatidiri seks tidak boleh menyebabkan seseorang dikenai sanksi, seperti hukuman mati, penahanan atau penjara. Saat ini terdapat sekitar 80 negara yang memiliki undang-undang anti kaum homoseksual. Bahkan, di tujuh negara, kalangan homoseksual dapat dijatuhi hukuman mati.

 Mgr. Celestino Migliore, pengamat Vatikan di PBB menyatakan bahwa deklarasi tersebut dapat digunakan untuk memaksa negara-negara mengakui perkawinan sesama jenis. Menurutnya, Vatikan menghargai usaha penghentian segala bentuk kekerasan terhadap kaum homoseksual. Hanya, rumusan kata-kata dalam deklarasi tersebut melampaui apa yang sebenarnya dimaksudkan. “Deklarasi tersebut tidak ada gunanya. Hanya menciptakan kategori baru yang perlu dilindungi dari diskriminasi. Juga hanya akan mendorong diskriminasi pernikahan kaum hetero tradisional. Negara-negara yang tidak mengakui pernikahan homoseksual, akan jadi sasaran tekanan”, jelas Migliore sebagaimana dikutip pelbagai media massa.

Sikap Vatikan yang menentang deklarasi PBB ini menyulut kemarahan kaum homo. Ratusan kaum homo/lesbian mengadakan unjuk rasa di depan lapangan St.Petrus Vatikan (05/12/08). Beberapa di antara mereka sempat secara demonstratif berpelukan dan berciuman sesama jenis. Aurelio Mancuso, Presiden kaum gay Italia, menyebut Vatikan sebagai jahat. “Apa yang terjadi saat ini sungguh amat penting”, ujar Massimo sesudah unjuk rasanya dibubarkan. “Banyak orang telah melancarkan kampanye global membela kehidupan dan martabat ribuan kaum gay, lesbian, transgender.  Politisi Vatikan yang jahat sebaiknya jangan menghalangi hak-hak azazi manusia”, ujar Massimo.

Babak baru hubungan Vatikan-Italia, bahkan dengan dunia Internasional telah dimulai. Ada banyak kontroversi dan kecaman. Namun, nampaknya Vatikan dan Paus Benediktus XVI akan tetap teguh dengan putusannya. (Foto: Unjuk rasa kaum Homo/Lesbian di Roma anti Vatikan)

Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP, edisi 25 Januari 2009)

3 comments:

Anonymous said...

Menarik sekali, bahkan akan lebih menarik lagi kalau tahu bagaimana Vatikan sebagai negara berdaulat independen dalam hal politik luar negeri (cukup jelas), pertahanan (tergantung pengawal Swiss?), dan moneter.

Apakah Vatikan bisa hidup mandiri tanpa dukungan Italia (dalam hal sumber daya manusia, infrastruktur, pasar, dll.)?

Bagaimana negara Vatikan dikelola sebelum perjanjian Lateran?

Salam,
Cosmas
Jakarta

Rosiany T.Chandra said...

Inilah repotnya kalau undang2 negara in confict of interest dengan 'undang-undang'agama yg apalagi dua area ini dijabat oleh orang yang sama.Saling tumpang tindih dan kerancuan akan selalu terjadi baik internal maupun ke eksternal.

Gimana atuh baiknya?
Ayo para blogger kasih komentar dong

Lucas Nasution said...

Sikap Vatikan yang menentang deklarasi PBB ini menyulut kemarahan kaum homo. Ratusan kaum homo/lesbian mengadakan unjuk rasa di depan lapangan St.Petrus Vatikan

sayang Yesus tidak pernah berjumpa dengan kaum homo...
I would bet HE would equally love them as much as he loves you and me