Friday, February 24, 2012

Kebohongan, Angelina Sondakh


BERCERMIN PADA LA BOCCA DELLA VERITA

Kesaksian Angelina Sondakh yang meragukan dan dianggap bohong dalam sidang kasus suap Wisma Atlet SEA Games 2011 di Pengadilan Tipikor, Jakarta (15/02) terus menjadi pemberitaan di Media Massa. Terakhir, sebagaimana banyak diwartakan, M. Nazaruddin melaporkan Angie ke polisi terkait kebohongan tsb.

Seorang pastor yang mempunyai reputasi baik dan dikenal memiliki dedikasi yang tinggi pernah berkata: “Saya malu bahwa saya tidak bisa melakukan apa yang saya kotbahkan. Namun, saya akan lebih malu bila saya meng-kotbahkan apa yang saya lakukan…!”. Ucapan yang bernada seloroh ini menyiratkan betapa tidak gampangnya menyampaikan kebenaran, apalagi kalau harus mempertaruhkan nama baik.

La Bocca Della Verita

Di kota Roma ada banyak hal yang menarik. Salah satu yang unik dan menarik adalah La Bocca Della Verita. La Bocca Della Verita yang berarti Mulut Kebenaran adalah sebuah patung wajah yang dibuat dari marmer tebal dengan diameter sekitar 2 meter dan berbobot 1300 Kg. Mulut La Bocca terbuka lebar. Menurut legenda Romawi kuno, orang yang diragukan kebenarannya, akan dibawa ke tempat ini. Disaksikan oleh banyak orang, dia diminta memasukan tangannya ke dalam mulut La Bocca. Bila ia berbohong, La Bocca akan menggigit putus tangannya. Patung wajah ini sejak abad ke 17 dipasang di teras dinding sebuah Gereja di jantung kota Roma, tidak jauh dari Colloseum. Sampai sekarang, tempat ini banyak dikunjungi turis mancanegara. Mereka datang untuk berfose sambil memasukkan tangan ke dalam mulut La Bocca sebagai kenang-kenangan.

Pastilah orang Romawi kuno mempunyai alasan mengapa mereka amat menghargai kebenaran. Harkat seseorang pertama-tama tidak ditentukan oleh penampilan, harta atau apapun, tetapi kebenaran yang keluar dari mulutnya. Bila orang sudah tidak bisa dipercaya lagi, tamatlah riwayatnya. Dalam banyak aspek kehidupan, kebenaran memegang peranan penting. Mengapa Harian Suara Pembaruan banyak dicari orang dan dijadikan referensi?, karena Koran ini memiliki reputasi di bidang penyampaian kebenaran berita.

Dalam hal bisnis, kebenaran juga memegang peran utama. Sering orang menduga, dunia bisnis adalah dunia tipu-menipu. Rupanya tidak! Bisnis yang sehat, maju dan bertahan lama adalah bisnis yang bisa dipercaya! Demi mempertahankan kepercayaan konsumen, pebisnis sering rela berbuat apa saja. Sebaliknya, pebisnis yang tidak bisa dipercaya omongannya, dalam waktu singkat akan ditinggalkan para kliennya. Pebisnis ulung di seluruh dunia sangat menyadari pentingnya faktor kepercayaan dalam dunia bisnis. Timbulnya kepercayaan berawal dari kebenaran ucapannya.

Soal kebenaran ini merupakan persoalan serius. Orang Belanda, sejak awal sangat menekankan pada anak-anak mereka untuk tidak berbohong. Soal “nyontek” di kelas, misalnya, bagi mereka sama sekali bukan soal sepele. Bila seorang anak sejak kecil sudah terbiasa tidak jujur lewat tindakan nyontek, maka dia juga akan tidak jujur dalam banyak hal lain. Celakanya, dalam dunia pendidikan kita, nyontek sudah dianggap lumrah. Kita pernah dikejutkan dengan berita tentang nyontek massal yang terjadi di SD II Gadel, Tandes Surabaya. Alif (13) siswa yang tidak mau memberi contekkan justru dimusuhi teman-temannya. Demikian juga ibunya, Siami, yang membeberkan kecurangan di sekolah anaknya, harus mengungsi dari kampungnya karena dikucilkan (Suara Pembaruan, 16 Juni 2011).

Partai Demokrat saat ini sedang menjadi bulan-bulanan berita karena dugaan kasus korupsi yang menimpa beberapa kader utamanya. Rakyat merasa dikecewakan bahwa partai yang sempat mereka percayai membawa kebenaran, dengan slogan anti korupsinya, justru menjadi biang kerok kepalsuan. Sebagaimana kasus nyontek yang sudah mewabah ke seantero sekolah kita, demikian juga nampaknya kepalsuan telah menjadi sesuatu yang amat biasa di hampir semua lapisan masyarakat. Dalam konteks ini, kebohongan Angelina Sondakh, kalau itu terbukti, nampaknya bukanlah sesuatu yang luar biasa.

Timothy Radcliffe, OP, mantan pengajar di Oxford University, pernah mengatakan bahwa akar dari suatu krisis sosial sebenarnya terletak pada krisis kebenaran (Timothy Radcliffe, OP, “Sing a New Song”, Dublin, June 2001). Pendapat Radcliffe ini amat terasa kebenarannya manakala kita melihat krisis sosial yang sedang marak dalam masyarakat kita.

Suara di Padang Gurun

Umat Katolik baru saja memulai Masa Pertobatan (Rabu, 22/02/2012). Masa Pertobatan tersebut ditandai dengan pengurapan abu pada dahi umat dalam suatu upacara di Gereja. Karenanya, hari itu disebut Rabu Abu. Masa Pertobatan ini berlangsung selama 40 hari hingga Hari Raya Paskah. Selama kurun waktu tersebut, umat diajak dengan pelbagai cara untuk memperbaiki hidupnya ke arah yang benar.

Masa Pertobatan diulangi setiap tahunnya. Nampaknya disadari bahwa pertobatan bukanlah sesuatu yang dapat terjadi satu kali untuk selamanya. Tidak jarang, ajakan untuk bertobat seperti suara yang berseru-seru di Padang Gurun, tak digubris.

Angelina Sondakh dapat dengan tenang mengumbar kebohongan. Anak-anak sekolah dapat terus menyontek dan kita tetap mengeluh atas bobroknya masyarakat kita. Kalau kita menghendaki perubahan, tak ada jalan pintas selain mengadakan perubahan bersama, pertobatan kolektif!

(Heri Kartono.OSC, dimuat di Suara Pembaruan 23 Februari 2012. Foto hasil jepretan Pak Wili Nggai)

3 comments:

Anonymous said...

"Suara dipadang gurun itu sering jadi lamat2 karena ditinggal menjauh. Orang2 dikampung saya punya "welingan": Jok ngantek ondo dipakoni, iso kondo gak iso nglakoni. Mengharap perubahan bersama dimulai dari diri sendiri. Romo Heri Kartono pasti setuju ya?"
Prio Prabowo

Anonymous said...

Lain padang lain gurunnya, di Indo ada mekanisme sumpah pocong..Di Amrik ada lie detector..ha ha ha.Rosiany T Chandra

Anonymous said...

Yang lebih seru pada saat di tanya oleh hakim mengenai penyangkalan dia (AS) terhadap BAP yang sudah dibuat AS menjawab dengan enteng: "Jangankan pengadilan ini para hakim yang mulia, sedangkan Tuhan Yesus pun saya sangkal kok...." he...he..he....
Salam hormat, AK