Friday, October 31, 2008

Sinode Para Uskup 5-26 Okt 2008


PENTINGNYA TRIPLE DIALOG

Topik Sinode kali ini adalah tentang Firman Tuhan. Berkaitan dengan topik tersebut, lebih dari separuh peserta Sinode diberi kesempatan untuk menyampaikan paparan singkat. Salah satu peserta yang mendapat kesempatan tersebut adalah Mgr. Ign. Suharyo Pr dari Indonesia. Mewartakan Sabda Allah, menurutnya harus sesuai dengan situasi setempat, mempertimbangkan konteks yang ada. Dalam kaitan itu, Uskup Semarang ini menekankan pentingnya Triple Dialog, yaitu dialog dengan agama-agama lain, dialog dengan budaya dan dialog dengan kaum miskin.

Negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, amat diwarnai tiga realitas tersebut, yaitu kehadiran agama besar lain seperti Islam untuk Indonesia; adanya beragam budaya serta kemiskinan. Bila gereja ingin berhasil dalam pewartaan Firman Tuhan, gereja harus berhubungan dan hidup dengan realitas tersebut. Dengan kata lain, ketiga realitas ini musti berperan dalam membangun jati diri gereja di  Indonesia.

Dalam penjelasannya kepada HIDUP, Mgr. Suharyo mengakui bahwa realitas gereja sendiri amat beragam di Indonesia. Gereja di Flores jelas berbeda dengan gereja di Jakarta. Karenanya, bisa saja penekanan dialog di wilayah gereja yang satu berbeda dengan di gereja lainnya.

Tiga realitas kunci yang dipaparkan di atas, menurut Rm.Puspo SJ, sangat sentral dan penting untuk Indonesia. Hal ini sebenarnya sudah menjadi perhatian lama untuk kontekstualisasi teologi di Asia. Puspo memberi contoh, seorang teolog Sri Lanka, Pater Aloysius Pieris, SJ dalam bukunya An Asian Theology of Liberation (1988) juga mengupas tentang hal ini. Masih menurut Puspo, Gereja di Indonesia amat menyadari pentingnya tiga hal yang dipaparkan Mgr. Suharyo. “Arah dan haluan pastoral Gereja di Indonesia sudah memperhatikan realitas kemiskinan, keberagaman agama serta budaya dengan segala permasalahannya. Semua itu perlu untuk terus ditingkatkan menjadi kesadaran menggereja yang makin konkrit”, ujar imam Jesuit yang sedang studi di Roma ini.

Pastor Agus Rachmat OSC, dosen Filsafat Universitas Parahyangan Bandung, saat dihubungi lewat e-mail memberi catatan tentang dialog. Menurutnya, dialog bukanlah sekedar demi mempertebal simpul sambung rasa, simpati serta solidaritas, melainkan harus memperluas wawasan iman kita. Selain itu, dialog mustinya dapat memperkaya tradisi spiritual kristiani. “Prinsip dialogis sebenarnya merupakan penerapan dari semangat aggiornamento (keterbukaan) serta ecclesia semper reformanda (gereja yang selalu diperbaharui) yang menjiwai Konsili Vatikan II”, tegas Agus.

Pentingnya dialog dengan agama-agama serta budaya lain mendapat perhatian besar dalam sinode para uskup. Pada sidang hari Kamis (16/10/08) para Bapak Sinode berharap agar umat Kristiani berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Umat Kristiani, khususnya di wilayah Afrika dan Asia Pasifik diminta untuk tidak ragu mengambil nilai-nilai positif dari agama setempat. Kendati demikian, Sinode juga mengingatkan adanya bahaya synkretisme, sesuatu yang kerap disuarakan juga oleh Paus Benediktus XVI dalam beberapa kesempatan yang berbeda.

Khusus tentang agama Islam, Sinode mencatat adanya beberapa kesamaan titik pijak yang penting seperti penolakan terhadap sekularisme, liberalisme, pembelaan atas hak hidup tiap-tiap manusia serta peneguhan atas pentingnya peran sosial agama. Sinode menegaskan perlunya suatu dialog yang jujur dan terbuka.

Heri Kartono, OSC (Dimuat di majalah HIDUP edisi 2 Nopember 2008)

 

3 comments:

Rosiany T.Chandra said...

Selamat ya sudah beredar di HIDUP,rangkaian berita Sinode yg pasti sangat menyita konsentrasi penuh saat penulisannya.
Sayang disana sini ada sedikit di "korting"

Heri Kartono said...

Thanks atas atensinya. Kayaknya HIDUP tergesa-gesa memuatnya. Mungkin mengejar "Hot News", jadi foto yang digunakan juga seadanya dan banyak dipangkas. Foto-foto aku kirim belakangan, ternyata tulisannya udah terlanjur dimuat hehehe...
Nggak apa-apa, itu sepenuhnya hak Redaksi.
Salam,
HK.

Lucas Nasution said...

amat diwarnai tiga realitas tersebut, yaitu kehadiran agama besar lain seperti Islam untuk Indonesia; adanya beragam budaya serta kemiskinan.

sepertinya dialog dengan kemiskinan ini yang masih jarang - kapan terakhir kali ada ajakan membuat credit union ? waktu saya pemuda katolik duluuu kadang suka pinjam film dari puskat jalan nias untuk kegiatan pemuda katolik - salah satu judul film adalah ttg manfaat CU - film jadul pisan...sekarang yang banyak adalah jiarah sendang sono, lomba koor...lomba CU ndak ada - ndak populer dan terlalu merakyat, gereja kan gereja orang berduit...