Saturday, September 12, 2009

Kunjungan Paus ke Jerman (2006)


SUSAHNYA BERDIALOG!

Kunjungan enam hari Paus Benediktus XVI ke Jerman mendapat sambutan hangat dimana-mana. Namun, komentar singkatnya tentang kekerasan yang mengatas-namakan agama, mendapat reaksi keras dari sejumlah pemimpin agama Islam.

“Suatu Kunjungan yang membawa kebaikan bagi bangsa kita”, begitu judul yang ditulis harian Suddeutsche Zeitung tentang kunjungan Paus ke Jerman. Kunjungan Paus, menurut koran Jerman ini membuat orang-orang tiba-tiba berbicara lagi mengenai agama sebagai topik percakapan mereka.

Apa yang dikatakan surat kabar Jerman ini menggambarkan suasana keseluruhan kunjungan Paus Benediktus XVI ke tanah airnya, Jerman.

Pada hari pertama kunjungannya ( 9/9/06) Paus disambut secara kenegaraan di bandara Franz Joseph Strauss, Munchen. Presiden Jerman Horst Kohler, kanselir Angela Merkel serta sejumlah pejabat teras menyambut Paus dengan hangat. Tak ketinggalan para pejabat gereja seperti Kardinal Karl Lehmann, ketua konperensi para uskup Jerman; Kardinal Friedrich Wetter, uskup Agung Munchen juga turut hadir dalam acara penyambutan tersebut.

Dalam kunjungan enam hari ini (9-14/9’2006) acara Paus tergolong padat. Ia merayakan Misa antara lain di lapangan terbuka Neue Messe dan di Altotting, menghadiri pertemuan dengan para pejabat negara, bertemu dengan pelbagai kelompok sampai acara pribadi bertemu dengan kakak kandung dan berziarah ke makam orang tua. Ditengah-tengah pelbagai pemberitaan positif mengenai kunjungan Paus yang ke-empat ke luar Italia ini, Benediktus XVI juga mendapat sorotan tajam menyangkut apa yang disampaikannya di Universitas Regensburg (12/9).

Kecam Kekerasan Atas Nama Agama.

Dalam kesempatan berbicara di Universitas Regensburg (tempat Ratzinger pernah mengajar), Paus mengkritik kekerasan atas nama agama. Topik kuliah yang disampaikan Paus adalah bagaimana Iman dan Akal dapat berdamai di Barat. Kuliah itu sendiri bernuansa akademik. Namun Paus memulai dengan mengutip sebuah buku karangan Prof Theodore Khoury yang berisi perdebatan antara Kaisar Bizantium (kini Turki) Manuel Paleologos II yang Kristen dengan seorang cendekiawan Persia (abad ke 14). Dalam perdebatan tersebut kaisar menyinggung persoalan jihad atau Perang Suci. “Menyebarkan iman lewat kekerasan adalah tidak masuk akal. Kekerasan tidak cocok dengan hakekat Allah dan tidak cocok dengan hakekat jiwa”, ujar Manuel Paleologos dalam perdebatan dengan cendekiawan Persia tsb.

Pembicaraan Paus yang berkaitan dengan Islam, dengan mengutip ucapan Kaisar Manuel Paleologos II, merupakan bagian yang amat singkat dari kuliahnya yang berlangsung selama 32 menit. Namun demikian, bagian singkat ini mendapat tanggapan paling banyak dan keras, khususnya dari kalangan Islam.

Pimpinan persaudaraan Muslim, Mohammed Mahdi Akef, yang memiliki organisasi amat berpengaruh di dunia Arab mengatakan bahwa Paus telah membangkitkan kemarahan seluruh dunia Islam dan makin menguatkan dugaan bahwa Barat memang bersikap bermusuhan terhadap apapun yang berkaitan dengan Islam. Di Turki, Ali Bardakoglu, Direktur Jenderal Urusan Agama, amat menyesalkan ucapan Paus. “Saya tidak melihat perlunya orang yang memiliki pandangan seperti itu mengunjungi Negara Islam”, tutur Ali. Bulan Nopember yang akan datang Paus Benediktus dijadwalkan akan berkunjung ke Turki atas undangan Presiden Ahmet Necdet Sezer. Reaksi keras atas pidato Paus terus berdatangan dari pelbagai negara. Di Nablus (Palestina) dilaporkan dua gereja diserang bom molotov.

Tanggapan Vatikan.

Atas pelbagai tanggapan keras tersebut, sekretaris Negara Vatikan yang baru, Tarcisio Bertone (16/9) menyatakan bahwa Paus amat terkejut dan menyesal bahwa beberapa kalimat dalam pidatonya dianggap melawan umat Islam. Lebih lanjut, Tarcisio menjelaskan bahwa pandangan Paus tentang Islam adalah sejalan dengan ajaran Gereja Katolik yang menghargai Islam sebagai agama yang menyembah hanya satu Allah.

Pada hari Minggu (17/9) menjelang doa Angelus di Castel Gandolfo (Istana musim panas Paus di luar kota Roma) secara langsung Paus menyatakan penyesalannya yang mendalam dan berkata: “Kutipan yang saya ambil dari abad pertengahan, sama sekali tidak mencerminkan pendapat saya pribadi”, katanya dalam bahasa Italia. Selanjutnya Paus menjelaskan bahwa pidato yang disampaikannya di Regensburg sesungguhnya merupakan ajakan untuk berdialog secara jujur dan terbuka dengan menghormati satu sama lain.

Apa yang disampaikan Paus Benediktus XVI memang benar. Lewat pidatonya, Paus sebenarnya mengajak semua orang untuk melakukan dialog antara akal dan iman. Itu juga berarti Paus menyerang sekularisme yang dominan di barat yang menyebabkan kultur barat terasa agresif bagi kultur lain yang religius, termasuk Islam. Paus juga lewat pidatonya menyodorkan suatu gagasan dialog peradaban universal. Benturan budaya sering terjadi karena konflik antara fundamentalisme religius melawan modernisme sekular. Dalam konteks ajakan kedua tersebut, Paus menyampaikan pesan kuatnya: anti kekerasan dan paksaan atas nama agama. “Sayang, dengan mengambil contoh kutipan dari kaisar Bizantium, jelas mengundang resiko”, ujar Prof. Daniel A.Madigan, dari Universitàs Gregoriana, Roma.

Dan memang, orang lebih terfokus pada penggalan kutipan (yang banyak dilansir media massa) lepas dari konteks keseluruhan. Tentang hal ini, Kardinal Paul Poupard, pejabat Vatikan yang membidangi dialog dengan umat Islam berkata: “Saya mengundang sahabat-sahabat Islam yang mempunyai kehendak baik untuk mengambil dan membaca teks Paus dengan seksama. Akan sangat jelas bahwa pidato Paus sama sekali tidak bisa digolongkan menyerang Islam, sebaliknya merupakan suatu ajakan untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam budaya agama, termasuk Islam”, jelas Kardinal dalam wawancara dengan koran Italia Corriere della Sera.

Kanselir Angela Merkel dan beberapa politisi Jerman menyampaikan komentar senada. Dalam wawancara yang dimuat harian Bild, Angela mengatakan: “Pidato tersebut merupakan undangan untuk berdialog bagi agama-agama. Apa yang ditekankan Paus Benediktus adalah penolakan yang tegas dan tanpa kompromi terhadap segala bentuk kekerasan atas nama agama”, ujar Angela.

Beberapa komentator di Roma mengusulkan agar teks pidato Paus diterjemahkan ke dalam bahasa Arab agar orang dapat membaca dan menentukan sendiri penilaiannya atas kutipan yang diucapkan Paus berdasarkan konteksnya.

Pembicaraan tentang kekerasan dalam agama sebenarnya bukan yang pertama kali disampaikan Paus Benediktus XVI. Minggu sebelumnya, dalam pertemuan antar tokoh agama di kota Asisi (Italia) yang dihadiri juga oleh tokoh Islam, Paus menyatakan bahwa tak seorangpun boleh menggunakan motif agama sebagai pembenaran atas tindakan permusuhan terhadap sesamanya.

Heri Kartono. (dimuat majalah HIDUP, edisi...Oktober, 2006)


No comments: