Thursday, March 13, 2008

Aksi Damai Para Dominikan


AKSI DAMAI PARA DOMINIKAN.

Di tengah-tengah banyaknya reaksi keras terhadap Paus Benediktus, para Dominikan mengadakan Pawai Damai yang diikuti sekitar 500 orang peserta. Mereka berjalan dari Piazza Venezia menuju Colloseum di Roma. Apa yang mereka suarakan sebenarnya?

 “Bertahun-tahun kami membangun dialog dan kerja sama yang baik dengan umat muslim. Namun semuanya berantakan dalam lima menit gara-gara pidato Paus Benediktus XVI di Jerman. Saya tidak mau menyalahkan Paus atau bicara tentang isi pidato Paus. Saya hanya bicara kenyataan bahwa kemarahan umat Islam meledak dan di beberapa tempat disertai dengan kekerasan akibat pidato itu”, ujar Jean Jacques Perenois OP, seorang imam Dominikan yang bekerja di Mesir. Selanjutnya ia menjelaskan situasi umat katolik di Mesir yang berpenduduk mayoritas beragama Islam. Jacques Perenois menyampaikan kesaksiannya tersebut dalam Aksi Damai di Roma (21/9/06). Aksi Damai yang diikuti sekitar 500 orang ini diorganisir oleh para Dominikan, baik imam maupun suster. Selain para Dominikan, Aksi Damai dari Piazza Venezia sampai Colloseum ini diikuti juga oleh para imam dan suster dari konggregasi lain. Tampak di antara yang hadir antara lain P. Mark McDonald, MSC Pemimpin Umum Terekat MSC, Carlos Ridriguez, presiden SEDOS (organisasi para rohaniwan/wati di Roma), Piero Trabucco, mantan Jenderal Tarekat IMC serta sejumlah rohaniwan/wati Indonesia. Tak ketinggalan dalam aksi ini kaum awam, anak muda bahkan anak-anak juga turut ambil bagian. Selama aksi ini berlangsung, beberapa polisi turut mengawal dan mentertibkan lalu lintas yang sempat terganggu.

Kesaksian Dari Irak.

Di Colloseum, bangunan yang pernah menjadi tempat kekerasan terhadap umat kristiani di masa lalu, peserta Aksi Damai menyalakan lilin dan memanjatkan doa-doa. Sesudahnya, beberapa orang memberi kesaksian tentang kekerasan dan usaha perdamaian. Sr.Bernadette OP, yang berasal dari Irak, memberi kesaksian tentang situasi perang yang terjadi di negerinya. Dengan mata kepala sendiri beberapa kali ia menyaksikan peristiwa tragis: bom meledak, gedung-gedung hancur berantakan, orang-orang mati atau menjadi cacat. “Kerusakan dan kesengsaraan yang diakibatkan oleh perang, tak bisa dibayangkan besarnya. Makanan-minuman sulit, situasi ekonomi berantakan dan orang tidak tahu harus mengadu kepada siapa?”, jelasnya dengan terbata-bata. Menurut Bernadette, di Irak ada lebih dari 150 suster Dominikanes yang asli orang Irak. Mereka juga ikut menanggung kesusahan akibat perang yang berlarut-larut. Sr.Bernadette menyampaikan kesaksiannya dalam bahasa Perancis yang langsung diterjemahkan dalam bahasa Italia. (Dalam Aksi Damai ini para suster Dominikanes asal Irak memanjatkan doa Bapa Kami dalam bahasa Arab, bahasa mereka sehari-hari). Selama perang di Irak, tercatat 22.615 tentara koalisi terbunuh atau luka serta 48.046 penduduk sipil Irak menjadi korban.

Jenderal Dominikan, Carlos Azpiroz Costa OP, yang juga hadir dalam Aksi Damai ini, menjelaskan tentang latar belakang aksi ini. Menurutnya, Ordo Dominikan (disebut juga Ordo Pengkotbah) mempunyai kepedulian tinggi terhadap persoalan keadilan dan perdamaian. Aksi Damai ini diselenggarakan atas prakarsa Komisi Keadilan dan Perdamaian Internasional Ordo Dominikan. Tanggal 21 September dipilih karena juga ditetapkan oleh PBB sebagai hari perdamaian sedunia. Dominikan, lewat Komisi Keadilan dan Perdamaian, sangat prihatin atas situasi yang terjadi di Timur Tengah belum lama ini. Perang dan kekerasan sepertinya tak ada hentinya. Ketika komisi ini sedang berkumpul di Adrian Michigan, USA (22-26 Juli 2006), sedang terjadi perang terbuka antara Israel dan Lebanon yang membawa banyak kehancuran. Didorong keprihatinan yang mendalam atas situasi di Timur Tengah inilah mereka memutuskan untuk berbuat sesuatu, mempromosikan perdamaian dalam pelbagai bentuk.

 Carlos Azpiroz yang berbadan subur ini selanjutnya mengajak para peserta Aksi Damai untuk tak jemu-jemunya menyuarakan harapan atas perdamaian. “Saya meminta seluruh anggota keluarga Dominikan di seluruh dunia untuk bersama-sama bergabung dengan kami dalam mengusahakan perdamaian. Kami percaya, seperti juga anda sekalian, bahwa Jesus Kristus mengundang kita menjadi pembawa damai dimanapun kita berada”, ujarnya meyakinkan.

Seruan perdamaian dari para Dominikan memang sangat dirasakan perlu pada masa sekarang ini, karena kekerasan memang ada dimana-mana. Di Itali, negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, kekerasanpun sering terjadi. Kelompok Mafia dari Sisilia, misalnya, tak segan-segan menggunakan kekerasan dalam aksi mereka. Ketika Paus Yohanes Paulus II (1993) mengajak umat untuk tidak takut melawan kejahatan, kelompok Mafia yang merasa dipojokkan, membalasnya dengan mengebom dua gereja di Roma (Gereja Lateran dan San Giorgio) serta sebuah bangunan publik di Milano dalam waktu yang hampir sama.

Relevansi dengan Indonesia.

Pater Berty Tijow MSC yang ikut hadir mengatakan bahwa Aksi Damai merupakan momentum yang berharga untuk menggerakkan serta mengobarkan semangat perdamaian. Di Indonesia sendiri ada banyak orang yang mencari upaya damai, namun tidak sedikit pula yang mencari penyelesaian lewat kekerasan. “Lewat partisipasi Aksi Damai ini, kita tunjukkan solidaritas kita pada mereka yang menjadi korban ketidak adilan. Lewat aksi ini pula, kita menyatakan kesediaan untuk senantiasa mengupayakan perdamaian, kendati pada saat sulit sekalipun!”, ungkap imam asal Manado ini bersemangat.

Aksi Damai para Dominikan ini berlangsung hanya beberapa jam sebelum Tibo Cs dieksekusi. Berty menyadari bahwa ada banyak orang yang kecewa atas keputusan pemerintah yang tidak adil ini. Namun demikian, diakuinya bahwa pembalasan kekerasan atas kekerasan, tak pernah menyelesaikan masalah.

Heri Kartono (Dimuat majalah HIDUP: 8 Oktober 2006).

No comments: