Tuesday, March 18, 2008

Maria Minji Kim.








MENEMUKAN TUHAN SAAT BERNYANYI

Saat menyanyi lagu Maria gubahan Caccini dalam suatu perkawinan, banyak orang menangis haru. Kedua pengantin, bahkan Pastor Andre Notelaers OSC yang memimpin Misa meneteskan air mata. Minji Kim dengan suaranya yang nyaris sempurna memang sering menggetarkan hati pendengarnya. Namun saat itu, penyanyi asal Korea ini rupanya tidak hanya menggetarkan hati orang lain dengan lagu Marianya, hatinya sendiri juga ikut bergetar. “Saya merasa sedang membawakan sesuatu yang sakral dan agung. Ada getaran ajaib di dada, saat saya melantunkan lagu tersebut”, papar Minji. Gadis Korea yang beragama Budha itu menyadari ada sesuatu yang terjadi pada dirinya.

Latar Belakang Agama Budha

Minji Kim lahir di Pusan, Korea Selatan, pada 9 Nopember 1973. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Ayahnya, Kim Ghil Su, adalah seorang pengusaha yang sukses sementara ibunya, Kim Min Chong, bekerja sebagai dosen seni tradisional di Universitas Negeri Pusan. Kedua orang tuanya beragama Budha. Agama ini diwariskan secara turun temurun entah sejak kapan. Yang pasti kakek-neneknya adalah penganut agama Budha yang amat taat.

Orang tua Minji tak pernah melewatkan hari-hari besar agama Budha. Di rumahnya, segala peralatan doa agama Budha juga tersedia. Keluarga Minji bahkan memiliki vihara tersendiri tempat mereka berdoa. Vihara ini warisan dari nenek Minji. Dalam suasana agama Budha yang kental, Minji dibesarkan.

Bakat Minji dalam bidang tarik suara sudah muncul sejak masa kanak-kanak. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan. Mamanya adalah seorang pencinta seni dan musik. Saat masih remaja, Minji tidak belajar di sekolah umum melainkan di Sekolah Menengah Musik di kotanya, Pusan. “Waktu itu saya penuh dengan mimpi. Saya bermimpi bahwa pada suatu saat saya akan menjadi seorang penyanyi besar!”, kenang Minji.

Setamat Sekolah Menengah Musik, Minji berangkat ke Milano, Italia untuk memperdalam bidang tarik suara. Guru vokalnya di Korea, menganjurkan agar Minji studi di Conservatorio Giuseppe Verdi, Milano. Waktu itu usia Minji baru 19 tahun. Ia tidak langsung ke Milano melainkan singgah beberapa hari di Roma. Seminggu di Roma Minji langsung jatuh cinta pada kota antik ini. Meski demikian, sesuai rencana, Minji tetap berangkat ke Milano dan belajar di Conservatorio G. Verdi.

Di Milano, Minji merasa tidak bahagia. Cuaca saat itu tidak bersahabat, selalu hujan dan dingin. Ia juga merasa tak memiliki kawan dan kesepian. Akhirnya, sesudah 4 bulan, Minji memutuskan pindah ke Roma. Di kota ini Minji diterima di Conservatorio Santa Cecilia yang tersohor hingga tamat.

Menangis dan Tak Mau Dibayar

Sesudah studi beberapa tahun, Minji mulai bernyanyi di tempat umum. Selain untuk mengembangkan bakatnya, juga mencari tambahan uang saku. Pada awalnya Ia sangat tidak percaya diri. Ia menyadari bahwa dirinya adalah orang asing. Dengan postur tubuh serta warna kulit yang berbeda, Minji selalu menarik perhatian orang. Biasanya orang langsung menyangka dia Chinese (orang Cina). Bagi orang Italia sulit membedakan antara orang Korea, Cina atau Jepang.

Karena memiliki rasa minder, Minji selalu mempersiapkan setiap penampilannya dengan ekstra hati-hati. Ia tak mau melakukan kesalahan sekecil apapun. Ia juga menyadari bahwa Roma adalah kota yang memiliki banyak penyanyi professional seperti dirinya.

Pada suatu perkawinan di Gereja, seperti biasanya, Minji mempersiapkan dengan baik. Itu adalah pengalaman awal ia menyanyi di Gereja. Saat ia menyanyikan sebuah lagu dalam bahasa Latin, Minji merasa mengucapkan sebuah kata secara salah. Minji begitu malu dan terpukul sesudahnya. Ia menangis amat sedih. Mauro, organist yang mengiringinya bernyanyi berusaha menghibur. “Tak ada yang tahu dan memperhatikan kesalahan kecil itu!”, ujar Mauro. Namun Minji tetap merasa sedih. Hari itu ia tidak bersedia dibayar karena merasa gagal.

Kesedihan Minji tidak hanya pada saat gagal bernyanyi dengan baik. Minji mengaku kerap sedih memikirkan jalan hidupnya sebagai penyanyi. Tinggal di Italia, negeri tempat lahirnya opera, adalah mimpi Minji Kim sejak masa remaja. Namun, sebagai seorang wanita yang hidup sendiri, jauh dari sanak-saudara, tidaklah mudah tinggal di negeri orang dengan bahasa dan budaya yang amat berbeda. “Cukup sering saya merasa resah, gelisah bahkan frustrasi. Ada saat tertentu saya ingin melepaskan profesi sebagai penyanyi dan kembali ke Korea, mencari pekerjaan lain”, tutur Minji dengan suara bergetar. Motivasinya untuk bernyanyi demi karier dan pekerjaan tidak jarang ia pertanyakan sendiri.

Hadiah yang Amat Besar.

Undangan untuk bernyanyi dalam upacara perkawinan di Gereja makin banyak . “Jujur saja, pada awalnya saya tidak pernah tertarik pada agama”, aku Minji. Ia bernyanyi di Gereja adalah karena tuntutan pekerjaan. Rupanya, lewat persiapan lagu-lagu kristiani yang ia bawakan, mendengarkan bacaan Injil dan kotbah, Minji pelan-pelan mulai tertarik. “Saya belajar dari mereka (orang Kristiani) tentang pengampunan, juga cinta. Mengampuni serta mencintai bukan saja orang lain tapi diri sendiri. Itu mengesankan saya”, tutur gadis berparas cantik ini.

Hal yang mengherankan, Minji memperhatikan bahwa setiap kali memasuki sebuah Gereja, ada perasaan damai di hatinya. “Serasa berada di rumah sendiri”, tutur Minji. Sejak itu ia mengaku, menyanyi di Gereja bukan lagi tuntutan pekerjaan melainkan panggilan jiwa.

Sesudah 15 tahun tinggal di Italia Minji akhirnya memutuskan untuk masuk agama Katolik. Pada malam Paskah (23/03/08), Minji dibaptis resmi di Gereja St. Giovanni Paolo al Cielo, Roma. Ia memilih Maria sebagai nama baptis, nama yang memang memiliki daya pikat tersendiri baginya. Kebahagiannya menjadi lengkap karena mama tercinta ikut hadir dalam upacara tersebut. Mama sengaja datang dari Korea untuk menunjukkan dukungannya bagi pilihan hidup puterinya.

Kini Maria Minji Kim serasa menemukan motivasi baru untuk bernyanyi, suatu motivasi yang jauh lebih mendalam daripada sekedar ambisi pribadinya. Dengan bernyanyi, ia ingin mengagungkan nama Tuhan. “Kesadaran ini memberi saya kekuatan serta kemantapan untuk terus bernyanyi”, tutur Minji dengan mata berbinar-binar.

Suara merdu Maria Minji Kim tidak hanya mengharukan pengantin, pastor dan umat di Gereja. Nampaknya, Tuhan juga ikut menikmati suara merdu dan lebih-lebih suara hati gadis Korea yang rupawan ini.

Heri Kartono, OSC. (Dimuat Majalah HIDUP 24 Maret 2008).

6 comments:

Anonymous said...

Mo, blognya bagus, isinya memiliki kekuatan jurnalistik. Terus menulis ya? Btw, membuat thread blognya bisa lebar itu gimana sih? Aku kan juga punya blog, tapi nggak nggak bisa dibuat jadi satu halaman penuh...bisa kasih tahu caranya?
Thnks
\al

Heri Kartono said...

Terima kasih atas dukungannya. Tentang thread yang lebar, wah...saya juga nggak tahu tuh, cuma mengikuti petunjuk yang ada kok. Kan masih baru mulai otak-atik hehehe...
Salam,
HK.

kicauanburung said...

akhirnya dimuat juga 'mo...tanpa revisi khan 'mo..he3. Saran aja dikit ya 'mo, sisi humannya kalo lbh diangkat kayanya jauh lbh mak nyuss deh..keep "FIGHTING"....

Heri Kartono said...

Terima kasih ya atas komentar dan sarannya yang berharga. HIDUP nyaris tidak merevisi sedikitpun. Saya senang karena dimuat full colour dengan 2 foto; bahkan di Cover depan-pun foto Minji dipasang kecil.
Salam,
HK.

juadific said...

sore mo...
saya senang membaca tulisan romo di rubrik KESAKSIAN, HIDUP Kepengin deh tugas di Luar Negeri n'bisa jadi wartawan salah satu majalah, romo sampun dangu makaryo dateng ROMA? selamat ya mo...oh ya gimana caranya agar kalo nulis itu mudah?
salam dari yogyakarta,

Justinus Juadi
adiku84@yahoo.com

Heri Kartono said...
This comment has been removed by the author.