Saturday, May 17, 2008

Padre Pio 2.



DARI PEMAIN BOLA HINGGA BINTANG FILM

Padre Pio saat ini merupakan santo paling populer di Italia. Kendati demikian, ia juga merupakan santo yang paling banyak diwarnai kontroversi. Apa pula hubungannya dengan Karol Wojtyla?

Carlo Ancelotti, pelatih klub Sepak Bola AC Milan mengaku sering berdoa kepada Padre Pio saat menyaksikan klubnya bertanding. “Bagi saya, seorang Santo seperti Padre Pio adalah orang yang amat dekat dengan Tuhan. Dia membantu saya dalam pekerjaan saya dan lebih-lebih dalam mengatasi kesulitan hidup sehari-hari”, ujar Ancelloti sebagaimana dikutip Ansa, Kantor Berita Italia (23/04/08).  Ancelotti tidak sendirian. Damien Duff, pemain sepak bola asal Irlandia dan pernah disebut sebagai pemain sayap paling disegani di Eropa, dikabarkan kerap bermain bola dengan menaruh relikwi Padre Pio di sepatunya.

Padre Pio nampaknya tidak hanya tersohor di kalangan rakyat jelata, namun juga di antara tokoh ternama. Sophia Loren, bintang film legendaris Italia dan Graham Greene, penulis banyak buku best seller dunia adalah beberapa di antara yang mengaku kerap berdoa kepada Padre Pio.

Di Italia, begitu banyak orang ingin memohon sesuatu lewat perantaraan Padre Pio. Atas kerja-sama dengan Pos Italia, Surat Doa yang ditujukan pada Padre Pio di San Giovanni Rotondo (tempat Padre Pio disemayamkan), dibebaskan dari biaya kirim.

50 Tahun Menanggung Stigmata.

Padre Pio dilahirkan di  Pietrelcina, Italia Selatan (25/05/1887) dengan nama Francesco Forgione. Orang tuanya adalah gembala miskin. Pada usia 15 tahun ia masuk novisiat Kapusin dan  mendapat nama baru Pio yang berarti saleh.  Pio ditahbisan imam pada tahun 1910. Sejak itu ia dipanggil Padre Pio atau Romo Pio. Nyaris sepanjang hidupnya Padre Pio tinggal di Komunitas San Giovanni Rotondo, sebuah desa pegunungan (kini telah berubah menjadi kota kecil dengan banyak hotel, restoran dan toko-toko suvenir karena banyaknya peziarah yang datang!). 

Orang mulai mengenal Padre Pio sebagai biarawan yang mampu menyembuhkan serta membuat mujijat. Selain itu Padre Pio juga dikenal sebagai Pembimbing Rohani serta Bapa Pengakuan dosa. Karena banyaknya orang yang datang, tidak jarang Padre Pio bekerja 19 jam per hari, merayakan misa, mendengarkan pengakuan serta konsultasi rohani. Kata-katanya yang terkenal adalah: “Berdoalah, berharaplah dan Janganlah cemas”. 

Nama Padre Pio makin dikenal saat diketahui ia mendapat karunia stigmata, yaitu luka-luka seperti yang diderita Yesus pada tangan dan kaki. Semula Padre Pio berusaha menyembunyikan luka-luka yang terus berdarah, khususnya di kedua telapak tangannya (Padre Pio selalu mengenakan sarung tangan). Ia hanya menceriterakan hal tsb pada Pastor Agostino serta Pastor Benedetto, pembimbing rohani serta atasannya. Namun, luka yang berdarah di tangan, tak selalu berhasil disembunyikannya. Sejak 1919 berita stigmata itu mulai tersebar di antara umat. Luka-luka akibat stigmata itu sempat dilihat banyak orang, termasuk dokter medis. Luka tersebut berdarah dan terbuka namun tidak menimbulkan infeksi. Praktis sepanjang 50 tahun, hingga wafatnya, Padre Pio menanggung kesakitan akibat luka-luka tersebut. 

Beragam Tuduhan.

Tidak semua orang senang dengan popularitas Padre Pio. Tidak semua pihak percaya pada stigmata yang dideritanya. Tuduhan demi tuduhan mulai ditimpakan pada Padre Pio. Ia sempat dituduh sebagai penipu, gila, menyalah gunakan uang serta tak bermoral, berbuat tak senonoh dengan wanita di kamar pengakuan. Singkatnya, Padre Pio dituduh melanggar ketiga kaul yang diucapkannya. Para penuduh Padre Pio tidak tanggung-tanggung, ada dokter, Uskup, Teolog bahkan Uskup Agung. Segala tuduhan negatif itu sampai juga ke pihak Vatikan. Akibatnya, Padre Pio mendapat sejumlah sanksi, antara lain dilarang menggunakan haknya sebagai imam (seperti mendengarkan pengakuan dosa, merayakan Misa untuk umum).

Kendati Padre Pio mendapat banyak tuduhan negatif serta pelarangan, jumlah umat yang datang dan berpihak pada Padre Pio tidak berkurang sedikitpun. Nyaris terjadi keributan besar tatkala terbetik berita bahwa Padre Pio hendak disingkirkan ke tempat lain. Usaha memindahkan Padre Pio pun gagal total. John L. Allen, menceriterakan peristiwa tersebut dalam salah satu tulisannya (08/12/2001). 

Pada tahun 1933 situasi mulai berubah. Paus Pius XI memerintahkan untuk mencabut pelbagai sanksi terhadap Padre Pio. Ketika itu Paus berkata: “Saya telah menerima informasi yang salah sehingga saya telah mempersalahkan Padre Pio”, ujarnya. Sejak itu Padre Pio diijinkan kembali untuk mendengarkan pengakuan, berkotbah serta tugas-tugas imamat lainnya. Pada pertengahan tahun 1960-an kembali Paus Paulus VI secara tegas menolak segala tuduhan miring terhadap Padre Pio.

Kedekatan Karol Wojtyla.

Mendiang Paus Yohanes Paulus II atau Karol Wojtyla mempunyai kedekatan khusus dengan Padre Pio. Sebelum menjadi Paus, Karol Wojtyla pernah berkunjung dan bertemu Padre Pio sekurang-kurangnya satu kali. Hotel Vittoria, sebuah hotel kecil tak jauh dari Gereja Santa Maria delle Grazie, tempat Karol Wojtyla menginap, menjadi saksinya. Pemilik hotel tersebut masih menyimpan beberapa foto Wojtyla saat ia menginap di hotel miliknya itu.

Pertemuan Karol Wojtyla dengan Padre Pio, diceriterakan juga dalam buku riwayat Paus Yohanes Paulus II, Man of the Century (New York, 2007). Wojtyla, sebagai pastor muda dari Polandia berkunjung ke San Giovanni Rotondo pada tahun 1947 dan bertemu Padre Pio. Pada saat bertemu, Padre Pio mengatakan bahwa Wojtyla kelak akan menduduki posisi tertinggi di dalam Gereja. Ketika Wojtyla diangkat sebagai Kardinal, bukan Paus, Wojtyla mengira ramalan Padre Pio telah terpenuhi.

Pada tahun 1962, sebagai seorang Uskup di Polandia, Wojtyla menulis surat pada Padre Pio, meminta kesembuhan bagi sahabatnya, Dr. Wanda Poltawska. Tak lama kemudian, Dr. Wanda dinyatakan sembuh dari penyakit kankernya. Para dokter yang merawatnya tak dapat menjelaskan gejala ini.

Pertemuan serta pengalaman pribadi yang dialami Karol Wojtyla membuat dirinya percaya bahwa Padre Pio adalah seorang yang kudus. Ketika dirinya diangkat sebagai Paus, Karol Wojtyla tak pernah melupakan Padre Pio. Sebagai Paus, ia dua kali berkunjung ke makam Padre Pio di San Giovanni Rotondo. Adalah juga Yohanes Paulus II yang menobatkan Padre Pio sebagai Beato (02/05/1999) dan kemudian menjadi Santo (06/06/2002). Sebagai seorang Santo, Padre Pio mendapat gelar baru: Santo Pio dari Pietrelcina. Namun nama Padre Pio tetap lebih populer dari gelar barunya itu.

Perjalanan hidup Padre Pio diselimuti banyak hal yang luar biasa, penuh misteri: stigmata, mujijat penyembuhan dll. Tak heran bahwa ada orang-orang yang sulit menerima bahkan mulai menjatuhkan tuduhan-tuduhan jahat atas Padre Pio. Namun, bukankah hidup kita sendiri merupakan sesuatu yang misteri, tak pernah dapat kita fahami seutuhnya? Nampaknya, hanya dengan keterbukaan dan mata iman-lah orang dapat menerima hal-hal misteri seperti yang dialami Padre Pio.

Heri Kartono, OSC (Dimuat di majalah HIDUP edisi 25/05/08).

 

2 comments:

kicauanburung said...

Ulasan yg lugas,tegas dan to the point, ciri khas dari kanjeng romo....he3. Oke banget lho....jadi pengen hiks..hiks..

Heri Kartono said...

Makasih ya untuk sanjungannya.
Kapan nih hari ke-delapan-nya muncul?
Roma hujan terus, bagaimana di Korea??
Salam,
HK.