GAYA HIDUP BERGENGSI!
Bila anda pergi ke Roma, jalan-jalan dan berbelanja di Via Condotti, hampir dipastikan anda tergolong orang yang kaya. Via Condotti adalah nama sebuah jalan yang tidak terlalu panjang dan besar, namun amat dikenal. Di jalan ini berderet toko-toko yang hanya menjual barang-barang berkelas tinggi, seperti: Gucci, Louis Vuitton, Hermes, Pierre Cardin, Calvin Klein dan lain-lain.
Mau tahu harganya? Saya sempat melirik-lirik dari etalase, harga sebuah tas tangan kecil merk Louis Vuitton, misalnya, sekitar 700 Euro alias lebih dari sembilan juta rupiah, sebuah tas lebih besar merk Hermes 1200 euro, bahkan sebuah dompet mobil yang mungil saja harganya sekitar dua juta rupiah. Seorang teman malah pernah mendapat titipan untuk membeli sebuah tas seharga 20 juta rupiah!!
Di beberapa toko, seorang pembeli dilarang untuk main borong. Seorang pembeli hanya diperkenankan membeli maksimal dua barang jenis yang sama. Meski mahal dan dibatasi, tidak jarang pembelinya malah antri! Pernah satu rombongan turis Jepang amat gelisah karena harus antri agak panjang, padahal waktunya amat mepet. Turis yang antri di bagian belakang, panik selain karena waktu yang mepet juga karena takut kehabisan stok!
Memakai produk terkenal dan mahal, merupakan bagian dari gaya hidup. Gaya hidup berkelas semacam ini merupakan gejala biasa dan ada dimana-mana. Gaya hidup bukan sesuatu yang buruk. Bila keadaan ekonomi seseorang meningkat, pada umumnya, selera maupun gaya hidupnya berubah juga. Sebuah barang digunakan tidak cukup sekedar memenuhi fungsinya saja, tapi harus cocok juga dengan cita rasa. Orang menggunakan jam tangan, tidak sekedar untuk tahu waktu, tapi juga sekaligus sebagai salah satu asesori yang turut memperindah penampilan, malahan meningkatkan status nya di mata orang lain. Seorang pengusaha yang memakai jam biasa, dianggap kurang bonafide. Tapi, seorang pengusaha yang turun dari mobil mewah dan memakai arloji merk Rolex terbaru di tangannya, dengan sendirinya akan diperhitungkan sebagai pengusaha sukses.
Sebenarnya, gaya hidup itu gejala biasa. Hanya saja suatu gaya hidup dan selera seseorang tidak akan ada habisnya, tak ada puasnya. Ibaratnya semakin orang meminumnya, semakin hauslah ia. Semakin dituruti, orang menjadi semakin ketagihan. Pada akhirnya, orang merasa tidak nyaman, tidak lengkap dan tidak bahagia bila tidak memakai produk tertentu yang bergengsi. Eksistensi seseorang, kebahagiaan seseorang, seakan-akan ditentukan oleh apa yang ia gunakan, ia pakai!!
Sidharta Gautama, pernah memiliki segalanya, karena ia anak seorang raja. Dengan segala kehebatan dan kemewahan yang ia miliki, ia justru merasa terbelenggu, merasa kosong. Maka ditinggalkannya segala-nya itu. Ia pergi nyaris tanpa membawa apapun juga. Namun justru di dalam kesahajaan, di dalam kekosongan, ia menemukan kepenuhan. Di dalam kemiskinan, ia menemukan kelimpahan. Sidharta menjadi Sang Budha dalam kesahajaannya.
“Gaya hidup” sang Budha yang bersahaja ini memberi inspirasi dan kekuatan bagi banyak orang, sampai sekarang.
Gaya hidup memang bukan sesuatu yang buruk. Gaya hidup barulah menjadi malapetaka, manakala ia menjadi kebutuhan mutlak, menjadi syarat kebahagiaan hidup kita.
Heri Kartono (Dimuat Majalah KOMUNIKASI edisi--)
2 comments:
Foto suasana etalage2nya mana?"tagihan iklannya"nyusul aja.He he...
Belum ada potret yang pas, ntar diganti..motret dulu.
Thanks ya.
Post a Comment