Tuesday, April 15, 2008

Gereja Belanda



BUKAN LAGI PENGEKSPOR MISIONARIS

DI Belanda ada banyak biara dan gereja ditutup. Sebagian dijual dan beralih fungsi: ada yang menjadi hotel, museum bahkan ada pula yang menjadi masjid.

Di pusat Kota Maastricht, Belanda, ada sebuah hotel unik bernama Kruisheren Hotel. Unik karena dari luar bentuknya persis sebuah gereja abad pertengahan. Ternyata, semula memang hotel ini adalah kompleks biara dan Gereja Salib Suci (Kruisheren) yang telah beralih tangan alias dijual. Konon bentuk luar bangunan ini dilindungi pemerintah sebagai warisan budaya. Hanya bagian dalamnya diubah disesuaikan dengan keperluan hotel. Sr. Melanie CB yang tinggal tidak jauh dari situ mangatakan, hotel ini tergolong laris manis.

Pengaruh Generasi Hippi.

Gereja Katolik Belanda pernah mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan penyebaran agama Katolik. Kini wajah Gereja Katolik di Negara berpenduduk 16,5 juta jiwa ini telah mengalami perubahan amat besar. Jean van de Kok dalam sebuah tulisannya menjelaskan, perubahan drastis mulai terjadi sekitar tahun 1960-an. Generasi masa itu disebut Generasi Hippi yang hidup seenaknya tanpa mengindahkan tata moral generasi sebelumnya. Salah satu ciri generasi Hippi adalah seks bebas dan eksperimen dengan narkoba. Generasi tahun 1960-an ini juga amat anti agama yang mapan. 

Selain pengaruh kaum Hippi, situasi ini diperburuk dengan perkembangan Gereja Katolik masa itu. Pastor Rein Vaanhold OSC, kepala biara di Uden, Belanda menjelaskan, pada saat itu di kalangan intern Gereja muncul Konsili Vatikan II (1962-1965) dengan segala perubahannya. “Dari sanalah mulai timbul keguncangan. Salah satu akibatnya, pada era itu banyak pastor, suster dan bruder meninggalkan kehidupan membiara”, papar imam Belanda kelahiran Garut, Jawa Barat ini 

Situasi ini membuat jumlah orang yang pergi ke Gereja turun tajam. Demikian pula panggilan menjadi rohaniwan/wati nyaris tidak ada lagi. Sementara itu, semakin banyak pendatang, khususnya dari Maroko dan Turki masuk membawa agama mereka.

Negeri Pengekspor Misionaris.

Realita yang terjadi sekarang sangat berbeda dengan yang terjadi sekitar tahun 1850-an. Saat itu Gereja Katolik Belanda mengirimkan banyak misionaris ke pelbagai penjuru dunia. Para pastor, suster, bruder misionaris yang bertugas di Indonesia umumnya berasal dari negeri Kincir Angin. Salah satu misionaris asal Belanda adalah Romo Van Lith SJ (1863-1926), peletak dasar Gereja Katolik di Jawa, khususnya di Jawa Tengah.

Pastor Rein Vaanhold mengakui, di masa lalu Belanda memang merupakan salah satu negeri pengekspor misionaris. Begitu banyak misionaris asal Belanda hingga di Airport Schipol-Amsterdam disediakan sebuah ruang tunggu khusus untuk para misionaris. Ruang tunggu ini dilengkapi dengan pelbagai fasilitas yang amat baik dan gratis. “Sekarang segala fasilitas dan kemudahan itu sudah tidak ada lagi”, kenangnya.

Beralih ke Spiritualitas.

Kaum muda Belanda saat ini amat berminat pada spiritualitas, kendati mereka tidak lagi pergi ke Gereja. Menurut Pastor Rein, kaum muda memang tidak terlalu tertarik pada lembaga Gereja namun mereka terbuka pada spiritualitas ordo-ordo tua seperti Fransiskan, Agustinian dan Dominikan. “Kelompok-kelompok doa seperti Taize atau Focolare amat diminati kaum muda Belanda. Mereka banyak juga yang tertarik pada spiritualitas dari Timur, khususnya ajaran Hindu Budha”, lanjutnya.

Perkembangan Gereja Katolik di Belanda secara kuantitas memang memprihatinkan. Apa yang terjadi di Belanda sekarang, tak dapat dilepaskan dari situasi Gereja di masa lalu. Kita memang percaya bahwa Gereja akan menemukan jalannya sendiri. Kendati demikian, tidak ada salahnya kita menimba pengalaman dari Gereja Katolik di Belanda demi kebaikan Gereja di Tanah Air.

Heri Kartono,OSC (Dimuat majalah HIDUP, 2 September 2007).

No comments: